Food waste atau sampah makanan menjadi hal yang krusial di Indonesia. Hal ini karena sampah makanan sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Salah satu dampak yang timbul yakni menghasilkan gas metana yang bisa berdampak langsung pada emisi gas rumah kaca, sehingga memicu meningkatnya pemanasan global.
Tahun 2021 Badan Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Bappenas menyebutkan timbulan dari Food Loss and Food Waste (FLW) di Indonesia sejak 2000-2019 mencapai 23-48 juta ton/tahun, atau setara dengan 115-184 kg/kapita/tahun. Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sedang gawat akan FLW.
Melihat kondisi tersebut, lalu apa yang menjadi penyebab menumpuknya sampah makanan dan bagaimana solusi untuk mengurangi sampah makanan? Berikut wawancara khusus reporter PK identitas Unhas, Achmad Ghiffary M dengan Ketua Departemen Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin sekaligus Ketua Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Cabang Makassar, Prof Dr Ir Meta Mahendradatta, Senin (6/6).
Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah sampah makanan terbanyak berdasarkan data dari Badan Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Bagaimana pendapat anda dengan hal tersebut?
Wajar kalau hal tersebut bisa terjadi di Indonesia karena pola konsumsi masyarakat yang kurang baik. Warga kita terkadang berlebihan dalam mengambil makanan. Tak jarang mereka juga berbelanja untuk bahan dapur dalam porsi besar untuk di simpan di kulkas. Tetapi perlu diketahui makanan yang lama tersimpan dan sudah berada dalam kondisi kurang baik ujungnya akan dibuang juga. Sehingga makanan yang tidak habis akan terbuang percuma dan menjadi sampah.
Sampah makanan juga banyak dihasilkan dari kantin ataupun rumah makan. Tempat-tempat seperti ini juga sering membeli bahan mentah dalam jumlah besar. Akibatnya ketika tidak habis terjual, maka bahan mentah tersebut tentunya akan dibuang.
Kemudian sisa makanan dalam rumah tangga juga dapat menjadi penyumbang sampah makanan. Hal ini karena kebiasaan masyarakat Indonesia yang lebih suka memesan makanan di luar dibanding mengonsumsi makanan yang telah dimasak. Artinya makanan yang sisa tadi juga akan dibuang. Untuk itu lebih baik memasak dalam jumlah sedikit atau secukupnya saja.
Lalu bagaimana menurut Anda mengenai Indonesia yang berada di posisi kedua negara penyumbang sampah makanan terbesar, tetapi juga negara dengan tingkat kelaparan tertinggi ketiga di Asia Tenggara?
Kasus tersebut menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran dari masyarakat. Pola pikir masyarakat kita masih individualistik. Padahal ketika tidak ada sampah makanan, akan banyak orang yang bisa diberi makan.
Sampah makanan yang dihasilkan negara kita dalam setahun mencapai 23-48 juta ton per tahun. Jika ini tidak ada, maka bisa memberi makan 127 juta orang dan mencegah terjadinya stunting.
Bagaimana cara menanggulangi sampah makanan yang dihasilkan oleh rumah makan dan cara mengatasi pola konsumsi yang kurang baik?
Rumah makan perlu membuat daftar paket makanan sehingga pembeli akan lebih mudah dalam menyesuaikan porsi mereka. Kemudian menyediakan level kepedasan makanan dan cadangan bahan makan yang tidak berlebih. Serta memberi himbauan kepada pelanggan untuk tidak membuang makanan.
Masyarakat Indonesia perlu menyediakan makanan secukupnya sesuai dengan kebutuhan. Kemudian makan sampai habis dan jangan membuang makanan. Kita harus selalu ingat bahwa banyak orang yang sedang kelaparan dan membutuhkan makanan.
Apa yang harus dilakukan mahasiswa dalam berkontribusi dalam mengurangi jumlah sampah makanan?
Mahasiswa harus banyak mengedukasi orang-orang yang berada di sekitar mereka. Terutama pada anak-anak yang masih berusia dini. Kemudian menekankan dampak-dampak negatif dari sampah makanan. Hal ini harus terus disuarakan untuk mengingatkan agar kita dapat makan secukupnya saja.
Apa harapan Anda ke depannya terkait fenomena sampah makanan?
Saya berharap agar masyarakat mulai sadar bahwa hal tersebut berdampak negatif. Pemerintah juga harus turun tangan dalam mengkampanyekan dampak buruk yang ditimbulkan dari sampah makanan. Seperti memberi sanksi kepada rumah tangga atau rumah makan yang kedapatan membuang sampah makanan secara berlebih. Peran pemerintah haruslah lebih tegas.
Nama Lengkap: Prof Dr Ir Meta Mahendradatta
Tempat Tanggal Lahir: Makassar, 17 September 1966
Pendidikan: S1 Teknologi Hasil Pertanian UGM Yogyakarta (1990)
S3 Food analytic TU Clausthal Germany (1997)