Merogoh kantong untuk mengubah softcopy menjadi hardcopy telah menjadi kewajiban mahasiswa sebelum melakukan seminar proposal, seminar hasil, dan ujian tutup. Beratus-ratus lembar kertas Houtvrij Schrijfpapier (HVS) berukuran A4 habis digunakan dengan biaya yang tak sedikit.
Tak hanya itu, mahasiswa juga membawa bingkisan berupa makanan ringan maupun berat yang dipersembahkan kepada Dosen Pembimbing dan Penguji.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP), Zul saat melakukan seminar proposal pada Desember 2023 lalu dengan sukarela membawa makanan berat. Ia beranggapan hal tersebut perlu dilakukan untuk membangun keakraban dan bentuk ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing dan pengujinya.
Zul juga menyebut jika tindakan yang dilakukannya merupakan sebuah tradisi, sebab praktik itu telah berlangsung sejak lama. Ia juga merasa tidak terbebani dengan buah tangan yang dikeluarkannya. “Ini memang inisiatif sendiri,” ungkapnya, Jumat (05/07).
Seperti Zul, Mahasiswa Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Asdar menyampaikan jika yang dilakukannya telah menambah pengeluarannya ketika seminar proposal, apalagi ia juga telah mengeluarkan biaya yang berkaitan dengan administrasi. Ia tidak enak apabila tidak ikut patungan saat lima temannya yang lain merogoh kocek sekitar Rp 60 ribu per orang.
Sama halnya dengan mahasiswa dari fakultas yang berseberangan dengan gedung tempat wisuda, Raihan menuturkan jika perilaku membawa seserahan pada seminar proposal atau seminar hasil merupakan tindakan opsional. Ia mengaku tidak mengetahui jika ada surat edaran yang melarang mahasiswa untuk membawa bingkisan kepada dosen maupun tendik. “Belum tahu sih,” tuturnya, Sabtu (13/07).
Namun, ia keberatan jika seserahan menjadi sebuah kewajiban, sebab menurutnya tiap kondisi perekonomian mahasiswa berbeda-beda. “Seperti di Departemen Ilmu Politik tidak menuntut mahasiswa harus ada bingkisan,” jelas mahasiswa Ilmu Politik angkatan 2020 tersebut.
Gratifikasi atau Tradisi?
Jika melihat Undang-undang (UU) Nomor 20 tahun 2001 pasal 12B, gratifikasi diartikan sebagai pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Sederhananya, gratifikasi dapat diartikan sebagai tindakan memberi secara cuma-cuma kepada seseorang dengan maksud tersembunyi.
Peraturan Rektor tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Unhas yang diteken pada 1 Desember 2022 menyebut dengan jelas di pasal lima huruf f, jika pemberian hidangan atau sajian yang berlaku umum termasuk gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan.
Kepala Satuan Pengawasan Internal (SPI) Unhas, Dr Andi Kusumawati SE MSi Ak CA menegaskan bahwa pemberian, entah itu konsumsi atau barang, yang dapat mempengaruhi sebuah kebijakan merupakan sebuah gratifikasi.
“Istilahnya begini, namanya kalau dosen pembimbing, berarti yah masih bisa memengaruhi,” ucapnya, Kamis (22/08).
Bagaimana Upaya yang Telah Dilakukan Unhas?
Rektor Unhas periode 2014-2022, Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu MA pada 2016 mengeluarkan surat edaran terkait pencegahan praktik pungutan liar di lingkup Unhas. Di situ tertulis jika mahasiswa S1 hingga S3 dilarang membayar dan membawa bingkisan pada tiap tahapan penyelesaian studi.
Tak hanya itu, Rektor Unhas saat ini telah mengeluarkan aturan baru terkait pengendalian gratifikasi yang wajib dilaporkan.
Hal itulah menjadi pedoman bagi tiap fakultas untuk mengeluarkan surat larangan membawa bingkisan, namun edaran tersebut tidak diketahui oleh kebanyakan mahasiswa Unhas. Pihak fakultas juga menjadi tak tegas terkait gratifikasi kecil-kecilan yang telah menjadi tradisi yang tidak benar.
Saat diwawancarai terkait hal tersebut, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan (WD I) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Prof Dr Hasniati MSi mengatakan bahwa surat edaran terkait larangan membawa konsumsi sudah lama dikeluarkan. Walakin, ia mengaku beberapa mahasiswanya masih belum mengetahui edaran tersebut.
“Kalau begitu nanti kami akan ulangi lagi bikin surat edaran ke mahasiswa, dan kalau bisa harus ditempel di masing-masing itu (pintu),” tuturnya saat ditemui di ruangannya, Jumat (16/08).
Berbeda dengan kebanyakan fakultas, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) telah melarang mahasiswa untuk menyiapkan makananan dan minuman dalam bentuk apapun pada saat seminar. Mereka bahkan menghimbau departemen untuk menyiapkan dispenser air untuk minum para pembimbing dan penguji selama proses seminar berlangsung.
Wakil Dekan I FMIPA, Dr Khaeruddin MSc menyatakan jika hal itu dilakukan atas keluhan mahasiswa, sekaligus menegakkan zona integritas.
Dengan adanya zona integritas, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Unhas, Prof drg Muhammad Ruslin MKes PhD SpBM(K) menegaskan jika masih ada oknum nakal yang meminta konsumsi kepada mahasiswa, maka akan ditindak secara tegas. “Tunjukkan orangnya, kami akan sidang,” tandasnya, Senin (28/08).
Dengan upaya yang telah Unhas lakukan, akankah pemberian bingkisan kepada dosen penguji dan pembimbing akan terus berlanjut? Ataukah masih tetap terjadi dengan alasan yang dibungkus tradisi?
NHX, APA, NSL