“Jangankan dalam bentuk uang, menerima dalam bentuk kue pun, saya suruh pulangkan.”
Begitulah sikap yang disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Hukum Unhas, Prof Dr Judhariksawan SH MH saat ditemui usai acara Dialog Hukum yang diselenggarakan Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Universitas Hasanuddin.
Sejak menjabat sebagai Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, ia seringkali mendapat bingkisan dan semacamnya sebagai bentuk ucapan terima kasih dari orang-orang. Namun seperti yang selalu ia lakukan, tetap bersikeras menolak karena merasa sudah tanggung jawabnya dalam mengemban amanah.
“Pernah suatu saat, si pengantar barang justru kebingungan karena saya suruh bawa pulang saja barang untuk saya,” ungkapnya.
Prof Judha, begitu ia kerap disapa, memang dikenal sebagai sosok yang tegas dan disiplin. Berkat sifatnya itulah, di tahun 2013 hingga 2016 ia mampu mengemban amanah sebagai Ketua KPI Pusat.
Prof Judha memulai karirnya melalui kecintaannya dengan dunia penyiaran. Ia telah menggeluti dunia siaran sejak duduk di bangku kelas lima SD. Bersama sang kakak yang pandai merakit radio, ia berlagak bak seorang penyiar ulung. Ia geluti dunia penyiaran dengan tekun.
Gayung bersambut, ternyata kegemarannya menyiar mengantarnya meniti karir di dunia penyiaran radio di Makassar. Sembari mengenyam pendidikan sarjana di Universitas Hasanuddin, ia menjadi penyiar di radio Al-Ikhwan.
“Saking senang dan semangatnya saya waktu itu, saya akhirnya bisa rasa banyak jabatan. Saya pernah jadi manager dan program director. Di bagian marketing saya juga pernah, bahkan alhamdulillah terakhir bisa jadi direktur,” paparnya mengisahkan masa-masa menjadi penyiar radio.
Adalah Malik Syafei, Big Boss Radio Prambors yang membuka pintu yang lebih besar bagi Prof Judhariksawan. Selepas kuliah, memberi kesempatan untuk membangun perusahaan radio di Makassar yang kini dikenal sebagai Delta Makassar. Tidak sampai di situ, di masa itu Prof Judha juga dipercaya menjadi direktur radio Prambors Makassar.
Di sisi lain, karirnya sebagai dosen hukum dimulai di tahun 1996. Begitu menyelesaikan studi S1-nya, ia menjadi tenaga pengajar Fakultas Hukum di salah satu universitas swasta. Berkat relasi dan koneksi yang telah dibangun selama di dunia penyiaran, akhirnya pintu-pintu untuk mengajar di tempat lain semakin terbuka. Ia lagi-lagi menjadi dosen di salah satu sekolah tinggi komunikasi di tahun 2002.
Kesibukannya menjadi dosen ternyata tak pernah benar-benar membuatnya lupa dengan kecintaannya dengan dunia penyiaran. Di tahun 2004, Prof. Judha mencoba peruntungan dengan melamar di KPI saat pertama kali dibentuk. Namun, ternyata ia tidak lolos.
“Saat itu saya sedang di Jakarta. Saya tahunya ada dua tanggal yang bisa dipilih, ternyata harus ikut kegiatan selama dua hari berturut-turut. Ya sudah, saat itu saya gagal,” ungkapnya.
Selalu ada kesempatan kedua bagi orang-orang yang punya harapan. Di tahun 2007 hingga 2010, akhirnya Prof. Judha berhasil menjadi anggota KPID Sulsel dan menjadi kepala bidang penyiaran. Teman-teman media yang telah lama ia kenal sejak masa menyiar dulu begitu senang karena berkat dorongan merekalah Prof. Judha bisa mendapatkan jabatan itu.
“Terobosan saya saat itu, saya mau setiap televisi swasta harus punya direktur operasional dari Makassar. Mumpung saya punya wewenang dan melihat kalo orang Makassar juga berpotensi,” terang lelaki pencetus berdirinya Medika FM Unhas ini.
Karier penyiaran, Prof. Judha terus melejit hingga di tahun 2013, ia berhasil menjadi ketua KPI Pusat sebagai hasil dari rapat pleno KPI. Saat hendak mencalonkan, Prof. Judha hanya mengandalkan kemampuan dan kepercayaan teman-temannya.
“Saat mau mencalokan itu, saya enggak punya channel siapa-siapa. Saya hanya minta izin ke teman-teman melalui pesan singkat. Yang penting lillahi Taala saja,” terangnya.
Prinsip itulah yang selalu ia pegang dalam hidup. Prinsip sederhana yang mampu membawa sosoknya menjadi contoh banyak orang. “Melakukan apapun, itu harus dengan hati, being happy. Yang penting niatnya Lillahi Taala,” kuncinya.
Nurul Hikmah Meilani