Bukan hanya menuntut ilmu, peran mahasiswa juga tak pernah lepas dari istilah Agent of Change. Berbagai cara ditempuh untuk melakukan perubahan, dari kajian isu strategis, diskusi, hingga demonstrasi.
Dilansir dari identitas, Oktober 2020 lalu, Aliansi Mahasiswa Unhas (AMU) turun ke jalan untuk menggelar aksi tolak Omnibus Law, seruan kuliah di jalanan kala itu mengemuka, 3 SKS di jalan .
Setahun kemudian, AMU menggelar beberapa aksi seperti demo, pada 2 mei 2021 tepat di Hari Pendidikan, 16 September demo tolak amandemen demi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), dan pada 25 September aksi Hari Tani.
Demonstrasi tersebut tentunya menggambarkan posisi mahasiswa tak lain sebagai penggerak perubahan. Gerakan mahasiswa yang memfokuskan pada isu nasional, sering kali luput dari permasalahan di lingkungan kampus.
Gerakan mahasiswa mulai terlihat surut dari permasalahan di kampus. Bagaimana tidak? Mahasiswa terlalu fokus dengan isu-isu luar kampus yang sebenarnya bisa dikatakan momentum.
Sebelum turun aksi mahasiswa melakukan kajian isu atau strategis. Hampir semua lembaga fakultas mengaku menyediakan lembaga kajian, misalnya saja di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Unhas disebut kementrian advokasi politik dan hukum. BEM Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas kementrian kajian strategi dan advokasi. Lalu, advokasi dan hubungan eksternal di BEM Kema Fisip Unhas.
Walaupun demikian, beberapa BEM yang memiliki lembaga kajian mengaku tak terlalu membahas persoalan kampus di lembaganya masing-masing.
Ketua BEM Fisip, Muhammad Alif Alfarabi mengatakan dalam masa kepengurusannya (2019/2020) masih sering dilakukan kajian-kajian isu. Walau harus diakui masih isu kotemporer.
“Isu di kampus tidak terlalu masif dikaji, dikarenakan saat itu lagi-lagi ‘hangat-hangatnya’ mengenai UU Cipta Kerja atau Omnibus Law,” ungkap Muhammad Alif Alfarabi (25/01).
Selain itu, adanya konflik horizontal antar fakultas turut andil dalam menurunnya gerakan mahasiswa di dalam kampus. Gerakan mahasiswa saat ini cenderung terkotak-kotakan. Hal tersebut menghasilkan pola gerak yang berbeda dalam mengawal sebuah isu.
“Konflik horizontal yang terjadi antar fakultas menyebabkan mahasiswa tidak tertarik lagi untuk saling merangkul melakukan advokasi isu yang dianggap besar. Sebabnya tidak lain, fakultas yang sepakat dengan BEM U dan yang kontra,” jelas mahasiswa yang sering disapa Abi ini.

Menurutnya, tidak ada indikator berarti sehingga kurangnya perhatian pada isu kampus. Di samping itu, adanya pandemi Covid-19 di awal kepengurusannya turut menghambat penyelenggaraan kajian isu. Tetapi mereka terus berupaya untuk berkolaborasi dengan himpunan mahasiswa menggelar diskusi. Adapun pembahasan yang sempat dikaji, yakni UU Cipta Kerja dan Permendikbud Ristek, walaupun hanya sampai ranah diskusi.
“Meskipun begitu, masih banyak isu turunan yang skalanya kecil, dan tetap di advokasikan, serta tetap dibahas hingga sampai di tataran diskusi dan kesimpulan tertulis,” ucap Abi.
Tidak jauh berbeda dengan itu, BEM Fakultas Hukum dan Ilmu Budaya Unhas pun turut mengalami masalah serupa yakni pandemi Covid-19 dan persoalan internal lembaga (kurangnya sumber daya manusia), menjadikan kajian isu tidak sering dilakukan.
Ketua BEM Kema FIB Fahmi menyampaikan lembaganya sempat mengikuti pengawalan isu seperti BEM-U bersama BEM dari fakultas lain, namun tak jarang sekadar di tatanan diskusi saja.
“Terkadang juga kami sampai ke tahapan membahas saja karena kami menilai isu yang dikawal tidak memberi bentuk timbal balik,” kata mahasiswa angkatan 2018 ini, Selasa (25/01).
Mahasiswa bukannya tak memiliki wadah untuk mengawal isu, hanya saja pandemi Covid-19 menyebabkan kajian isu tidak masif dilaksanakan. Sebagai contoh Pemilihan Rektor Unhas periode 2022-2026, rata-rata lembaga mahasiswa mengaku tak mengawal isu ini.
“Kalau soal pemilihan rektor kita melihat apakah ada keluarannya jika kita membahas itu. Kita belum tahu juga apa keluarannya jika kita bahas,” ujar mantan Menteri advokasi, politik, dan hukum BEM FH, Reza Revorma Putra Alam, Senin (24/01).
Setali tiga uang dengan itu, Ketua BEM FKM Dina, pemilihan rektor tidak terlalu berdampak bagi mahasiswa dan sudah kodratnya untuk tiap periode berganti.
Lalu ke mana arah gerakan mahasiswa selanjutnya? Dengan keistimewaan intelektual yang melekat pada mahasiswa, kita menjadi kekuatan moral bagi bangsa Indonesia dengan ketidakpastian pembangunan abad ini.
Tentunya ada beberapa penyebab meredupnya gerakan mahasiswa dan tidak terkonsolidasi-nya lembaga mahasiswa sekarang. Lembaga mahasiswa bermuara pada kepentingan segelintir orang, ditambah lagi organisasi mahasiswa asik bersaing dengan eksistensi lembaga masing-masing, bukan perjuangan.
Selain itu, gerakan mahasiswa tanpa disadari lebih mengarah kepada unjuk rasa, ketimbang unjuk nalar. Mahasiswa yang kita ketahui bersama, menyatakan pendapat dan evaluasi terhadap kenyataan masyarakat, lingkungan, dan bangsanya secara kritis, etis dan rasional? Kata Ishak Ngeljaratan dalam esainya akhir April 1989 yang diterbitkan dalam buku Api Curian Promoteus.
Baca juga artikel menarik lainnya di identitas Unhas – Ulasan
Azzahra Zainal & Oktafialni Rumengan