Direktur Yayasan Fine Celebes, Ranto Ari Pratama mengulas Gojek dalam kacamata ekonomi islam. Poin ini ia ungkapkan pada Diskusi Seputar Ekonomi Islam (DIKSI) bertajuk ”Menakar Kembali Praktik Ojek Online” melalui live YouTube dan Zoom, Sabtu (23/1).
Diinisiasi oleh Kelompok Studi Ekonomi Islam dan Forum Studi Ekonomi Islam (KSEI FoSEI) Unhas, kegiatan tersebut dipandu oleh Anggota Biro Kajian Departemen Keilmuan KSEI FoSEI Unhas, Sri Ulfa.
Pada kesempatannya, Ranto menilai mahasiswa kini sedang berapi-api mengikuti perusahaan Gojek. Perusahaan itu dianggap keren karena mendapatkan suntikan dana. “Mungkin dari segi model bisnisnya memang keren karena hampir semua kebutuhan jasa tersedia, tetapi diliat di akar rumput persoalan yang terjadi itu tidak,” tegasnya.
Ia kembali melanjutkan, pekerjaan di Gojek tidak memiliki jangka panjang.”Orang yang bekerja di Gojek mungkin pendapatannya tinggi-tinggi saat ini. Namun penghasilan tersebut hanya untuk investasi, suatu saat akan ditarik,” jelas Ranto.
BACA JUGA: Rumus Cerdas dalam Manajemen Prioritas dan Keuangan
Ranto juga mengatakan, perusahaan Gojek berusaha mengusai dari hulu ke hilir. Mereka berusaha mengusai costumer dan produksinya.
“Sehingga ketika mereka menguasai itu semua, akan terjadi injek dana besar-besaran sehingga Gojek dapat menentukan harganya,” ujar Ranto.
Lebih lanjut, Ranto mengatakan, proses bisnis Gojek tidak menyediakan komunikasi antara semua pihak terlibat. Terutama yang membantu menjalankan proses bisnisnya, dalam hal ini driver, warung.
Dengan proses bisnis tersebut, Ranto tidak yakin dijalankan sesuai nilai ekonomi islam.
“Karena tujuannya hanya untuk menguntungkan dirinya sendiri, dia tidak memperhatikan orang yang menjadi mitranya. Padahal secara bahasa, narasi, dan isu yang dia bangun sebagai perusahaan untuk memecahkan masalah adalah mitra,” jelas Ranto.
Pada akhir kesempatannya, Ranto berpesan pada saat bekerja jangan hanya berfikir tentang menghasilkan kekayaan tetapi juga memberikan manfaat terhadap masyarakat.
M212