Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin menyelenggarakan Konferensi Tahunan Keanekaragaman Hayati Tropis bertema “Biodiversity and Governance for Environment Valorization to Mitigate Climate Change.” Kegiatan berlangsung di Hotel Aston Makassar dan Zoom Meeting, Selasa (08/08).
Konferensi Internasional ini menghadirkan narasumber mancanegara. Turut hadir Biostatistik dan Ekologi Universitas Australia Barat, Dr Peter Christiaan Speldewinde sebagai pembicara dengan materi “Ekowisata dan Keanekaragaman Hayati.”
Membuka pembahasan, Peter menjelaskan secara singkat tentang pariwisata. Masyarakat awam sering mengartikan pariwisata sebagai interaksi yang menghasilkan pertukaran uang antara turis dan pelayanan wisata. Hal ini berbeda dengan konsep ekowisata yang lebih dari sekedar perjalanan rekreasi.
Menurutnya, pengalaman pariwisata hanya berfokus pada turis, uang dan pelayanan. “Sedangkan ekowisata berfokus pada kegiatan peduli lingkungan mencakup keanekaragaman hayati, komunitas lokal dan infrastruktur,” katanya.
Selanjutnya, ia juga menjelaskan definisi ekowisata yang diartikan sebagai suatu perjalanan wisata yang bertujuan melestarikan lingkungan, mendukung kesejahteraan masyarakat lokal dan melibatkan interpretasi dan pendidikan.
Namun demikian, Peter menegaskan jika tidak semua perjalanan wisata berbasis alam disebut ekowisata. Misalnya, ketika sekelompok orang berwisata di area alam, namun menggunakan kendaraan bermotor hingga merusak tanaman di hutan yang menyebabkan erosi dan membuat banyak kerusakan.
“Hal seperti itu memang merupakan wisata berbasis alam tapi bukan ekowisata,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia memaparkan prinsip-prinsip ekowisata, seperti meminimalisir kerusakan lingkungan, menghargai budaya yang ada dan memberikan pengalaman positif bagi pengunjung dan masyarakat lokal.
“Ekowisata bukan sekedar perjalanan liburan namun perjalanan dengan edukasi untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya alam dan keanekaragaman hayati,” pungkas Peter.
Ni Made Dwi Jayanti