Menyandang gelar profesor, Mansjur Nasir tak malu disebut Payabo Tamparang. Ia malah senang.
Malam itu, Prof drg Mansjur Nasir PhD sedang menjalankan tugasnya sebagai dokter gigi di Klinik Gigi dan Ortodonsi Yuai, Jalan Yosep Latumahina No.15, Makassar. Usai melayani pasien, lelaki berusia 65 tahun menyambut ramah reporter identitas yang telah menantinya.
Bukan hanya ramah, Guru Besar Bidang Ilmu Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin (Unhas) juga peduli terhadap lingkungan, khususnya sampah. Gelar yang disandangnya, tidak membuat ia gengsi memungut sampah. “Salah satu cara untuk menyadarkan orang lain adalah dengan memberinya contoh,” nasihat Mansjur, sapaan akrabnya.
Awalnya, lanjut Mansjur, hatinya tergerak saat menyaksikan mantan Kepala Polisi Daerah Sulsel, Irjen Pol Umar Septono memungut puntung rokok yang dilihatnya saat pertama kali memasuki kantornya. “Hal itu membuat orang-orang yang ada di tempat tersebut merasa malu,” ujar pria kelahiran Luwu Timur, 25 Juni 1954.
Selain inspirasi di atas, pengalaman hidup di luar negeri membuat ia cinta kebersihan. Menempuh pendidikan di Amerika Serikat dan Jepang, negeri yang terkenal kepeduliannya kepada lingkungan, turut membentuk pria hobi golf, dan kerja sosial menjadi sosok yang peduli kepada lingkungan.
Pria yang tergabung dalam komunitas Gusung Tallang Community (GTC) bersama beberapa komunitas lainnya mengadakan kegiatan memungut sampah setiap pekan di Pantai Gusung, Kecamatan Ujung Pandang, Makassar.
“Jadi kita punya program itu membersihkan laut, utamanya plastik- plastik. Karena kalau bersih, tempat ini akan menarik dikunjungi. Orang-orang barat itu, kalau datang dan lihat sampah, mereka tidak mau lagi datang ke tempat itu,” jelas suami dari Umarwati Retno Sriwulan.
Pembina Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Renang Unhas ini mengatakan, dengan bersihnya pantai, pelancong akan tertarik untuk datang, apalagi air di Pantai Gusung termasuk dalam kategori air yang cukup bersih. “Bagi yang hobi renang, ketika memulai berenang bakal ketagihan berlama-lama karena bersihnya air,” tuturnya.
Ayah dari empat anak ini mengaku kesulitan mengambil sampah yang berada di dasar laut. Padahal jika dibiarkan, lanjutnya, plastik- plastik ini akan terpecah-pecah menjadi bagian kecil dan akan dimakan oleh ikan. “Ketika mengonsumsi ikan tersebut, ini akan menjadi salah satu pemicu kanker,” ucapnya.
Selanjutnya, sebab kebiasaannya memunguti sampah, ia kerap disapa oleh teman- temannya sebagai payabo tamparang dalam bahasa Makassar. Jika diartikan ke bahasa Indonesia artinya pemulung laut. Mendapat sapaan seperti itu, bukannya marah, ia malah senang.
“Teman- teman bilangi saya payabo tamparang, I don’t mind, saya senang. Siapa lagi yang memberikan contoh kalau bukan kita,” ujarnya.
Selain memungut sampah bersama komunitasnya, sebagai pembina, ia mengajak UKM renang melaksankan pendidikan dasar (Diksar) anggota barunya di Pantai Gusung sembari memungut sampah.
Menurutnya, ketika mereka memungut sampah, mungkin masyarakat menganggap mereka gila, namun ini tidak menjadi bahan pemikiran mereka.
“Kita pergi pungut itu sampah, jadi masyarakat lihat ini, kayak orang gila mereka ini” ujarnya sembari tertawa.
Setelah beberapa bulan mengadakan kegiatan ini, pemerintah telah turut serta memberikan bantuan. Setelah GTC telah memungut sampah- sampahnya, mereka akan mengangkut sampah sampah tersebut.
Irmalasari