Tiap tahunnya, suhu bumi terus meningkat ke taraf yang lebih membahayakan. Hal tersebut memperhadapkan bumi pada kondisi iklim yang tak menentu dan bisa merusak sewaktu-waktu. Menanggapi persoalan itu, berbagai negara sepakat untuk bahu-membahu merumuskan berbagai upaya dalam misi penyelamatan bersama terhadap planet yang sedang didiami ini.
Dilansir dari National Geographic Indonesia, salah satu upaya kecil yang bisa dilakukan dalam mitigasi perubahan iklim ialah dengan menanam pohon, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, dan menghindari penggunaan plastik. Dengan alasan itulah, Universitas Hasanuddin (Unhas) menyelenggarakan kegiatan penanaman pohon pada Agustus 2023 lalu.
Bertemakan Unhas Hijau, Unhas melaksanakan program penanaman 10.300 bibit pohon sebagai rangkaian utama pada kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) 2023. Inisiator program ini ialah Tim Kelompok Kerja (Pokja) Kepemimpinan dan Karakter.
Bekerjasama dengan Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Unhas mendapat hibah bibit pohon secara cuma-cuma. Unhas membagikan satu bibit pohon tersebut kepada setiap mahasiswa baru (maba) untuk ditanam dan dirawat di sekitar tempat tinggal mereka.
Dalam pelaksanaannya, kampus melakukan monitoring selama tiga bulan. Maba diminta mencatat, mendokumentasikan, dan melaporkan perkembangan pohonnya melalui aplikasi sikola dan website survey arcgis. Pelaporan itu menjadi salah satu penilaian lulus atau tidaknya mereka dalam program Basic Learning Skills, Character, and Creativity (Balance). Namun, apakah program tersebut efektif dijalankan?
Faktanya, setelah kegiatan berakhir, banyak mahasiswa tidak lagi merawat bibit pohonnya. Dari 273 responden yang disurvei oleh identitas, 136 diantaranya menyebut bibit pohonnya telah mati, 3 menyebut bibitnya dirusak orang, dan 5 tidak tahu perkembangannya karena telah lama ditinggal.

Mahasiswa program studi Agroteknologi angkatan 2023, NR menyebut tidak lagi merawat bibit pohonnya setelah kegiatan Balance berakhir. “Sudah mati karena kurang dirawat dan disiram,” ungkapnya melalui WhatsApp, Rabu (07/02).
Sama halnya dengan NR, mahasiswa Fakultas Teknik (FT) angkatan 2023, AG mengatakan, pemberian bibit pohon dalam rangka penghijauan adalah langkah yang bagus, tetapi implementasi programnya ia nilai masih perlu pengawasan lebih. “Niatnya bagus, namun pengaplikasiannya perlu diawasi lagi,” tulisnya, Kamis (08/02).
Salah satu mentor Balance Unhas, Aulia merasa, secara praktik di lapangan masih kurang sebab arahan dari Tim Pokja tentang pentingnya merawat bibit pohon itu tidak ada. Ia juga mewanti-wanti kegiatan tersebut hanyalah ditujukan untuk meningkatkan citra kampus saja, bukan lebih ke nilai substansinya.
“Jangan sampai hanya sekadar inovasi (percobaan) atau citra belaka,” ungkapnya, Minggu (17/03).
Menanggapi hal itu, Ketua Panitia PKKMB 2023, Ahmad Fauzan Adzima mengatakan, tiga bulan pemantauan sudah cukup untuk membuat pohon yang telah ditanam dapat tumbuh dan bertahan hidup secara mandiri sehingga kedepannya hanya mengandalkan hujan.
Namun, Ia mengakui dalam pelaksanaannya masih banyak mahasiswa yang tidak merawat bibit pohonnya. “Perlu diakui bahwa beberapa mahasiswa tidak melakukannya lagi,” catatnya dalam pesan singkat WhatsApp, Rabu (28/02).
Pemantauan Pohon Harus Lebih Lama
Guru Besar bidang Silvikultur, Prof Dr Ir Samuel Arung Paembonan MSc menilai, hadirnya program ini sangat membantu program mitigasi perubahan iklim jika dilaksanakan secara optimal.
“Pohon-pohon itu kan banyak fungsinya, jadi program ini sangat bagus, tinggal tanggung jawab mahasiswa harus memelihara dengan baik,” katanya saat diwawancarai di Fakultas Kehutanan, Selasa (13/02).
Menanggapi terkait monitoring yang hanya dilakukan selama tiga bulan, ia menyebut, jangka waktu itu sangatlah singkat, melihat setelah pelaksanaan kegiatan Balance mahasiswa tidak lagi merawat pohonnya. Guru Besar Kehutanan itu pun mengatakan, seharusnya pemantauan dilakukan selama setahun agar pohon dapat berhasil tumbuh dengan baik.
“Setelah tiga bulan, akar dari bibit pohon mulai keluar sehingga baru bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya,” ucapnya.
Dosen Kehutanan itu menekankan, keberhasilan program ini memerlukan tanggung jawab penuh, baik itu kampus sebagai pihak penyelenggara dan mahasiswa yang diberikan tanggung jawab atas pertumbuhan pohon tersebut.
Ia juga berharap, agar adanya perencanaan dari pihak penyelenggara terkait dengan aspek-aspek yang perlu diperhatikan, khususnya dalam pemilihan bibit pohon, agar fungsi pohon sesuai dengan kondisi lingkungan di sekitar.
“Kan misalnya kalau di kota ini kita butuh fungsi pohon selain sebagai nilai estetika, juga yang mampu menyerap air, meredam kebisingan, dan segala macam yang dibutuhkan di kawasan perkotaan,” pungkas Prof Samuel.
Menanam pohon dapat menciptakan suasana lingkungan yang asri dan sejuk, khususnya di perkotaan. Jika sebanyak 10.300 bibit pohon tersebut tumbuh karena dirawat dan dipelihara dengan baik, tentu akan memberikan dampak positif yang luar biasa terhadap lingkungan.
Miftah Triya Hasanah