Festival Media (Fesmed) Aliansi Jurnalis Independen (AJI) 2025 menggelar lektur publik bertema “Freedom: Ecological Justice, Expression, and Press” di panggung utama Benteng Ujung Pandang, Sabtu (13/09). Perempuan asal suku Malind, Merauke, Yasinta Moiwend, hadir menyuarakan perjuangan masyarakat menolak Proyek Strategis Nasional (PSN) sekaligus mewakili keresahan warga atas lahan yang diambil alih.
Menurut perempuan yang akrab disapa Mama Yasinta ini, hutan Papua adalah tempat masyarakat bergantung untuk bertahan hidup, mulai dari sumber makanan, bahan bangunan, pakaian, hingga obat-obatan. Namun, ia mengungkapkan kekhawatirannya ketika lahan yang menjadi tempat masyarakat hidup berdampingan harus diambil alih oleh pihak yang berkepentingan.
“Kami sudah berjuang dari jauh-jauh dan dia bongkar hutan kami. Kami tidak bisa berbuat apa-apa karena di situ aparat mendominasi daripada masyarakat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Mama Yasinta menceritakan pengalamannya dalam mempertahankan ekosistem yang masih tersisa, termasuk saat mendatangi pemerintah beberapa waktu lalu di kota. Namun, perjuangannya dalam menyampaikan aspirasi sejak 2024 hingga 2025 ini belum mendapat jawaban pasti hingga sekarang.
“Apa gunanya kita rakyat berdiri di tanah masing-masing. Ketika kita bersuara, mereka jadi bisu, mereka jadi tuli. Tidak mau dengar suara rakyat,” tegasnya.
Ia mengaku sedih dan terkejut mengingat tanah di Papua, khususnya Merauke, perlahan digusur ratusan aparat. Sementara itu, masyarakat tidak mengetahui adanya izin resmi hingga alat berat diturunkan di lokasi.
“Saya harap akan ada lebih banyak lagi suara yang menolak proyek tersebut demi keberlangsungan generasi yang akan datang,” ungkapnya
Andi Nadya Tenrisulung
