Ikatan Keluarga Alumni Ilmu Ekonomi (IKAE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Hasanuddin (Unhas) menyelenggarakan Sarasehan Ekonomi bertajuk “Jalan Baru Ekonomi Indonesia: Evaluasi dan Rekonstruksi Strategi Pembangunan Indonesia”. Kegiatan berlangsung di Arsjad Rasjid Lecture Theatre Unhas, Senin (15/12).
Wakil Presiden Republik Indonesia ke-10 dan ke-12, Muhammad Jusuf Kalla hadir ebagai pemateri. Dalam pemaparannya, Jusuf Kalla menjelaskan, ilmu ekonomi bersifat dinamis dan terus berubah mengikuti persoalan yang dihadapi masyarakat.
Ia menguraikan perkembangan teori ekonomi dunia, mulai dari ekonomi pasar liberal ala Adam Smith, teori Keynes pascakrisis 1930, hingga era globalisasi berbasis comparative advantage. Namun menurutnya, kondisi ekonomi global saat ini bergerak menuju nasionalisme ekonomi akibat dinamika geopolitik dan perang dagang antarnegara.
Dalam konteks Indonesia, Jusuf Kalla menyoroti tantangan besar berupa jebakan pendapatan menengah dan ketergantungan berlebihan pada sumber daya alam. Alumnus FEB Unhas itu menyebut Indonesia terlalu lama mengandalkan ekspor bahan mentah tanpa nilai tambah, sehingga manfaat ekonominya tidak dirasakan secara luas oleh masyarakat.
“Kesalahan terbesar kita adalah memberi insentif besar pada sektor sumber daya alam, bukan pada manufaktur yang menciptakan lapangan kerja, transfer teknologi, dan nilai tambah,” tegasnya.
Selain itu, Jusuf Kalla juga menyebut, saat ini sekitar 25% pengemudi ojek online merupakan lulusan sarjana. Hal ini menurutnya, menunjukkan ketidakseimbangan antara jumlah lulusan perguruan tinggi dengan ketersediaan lapangan kerja.
“Terlalu banyak sarjana yang kita hasilkan, sementara lapangan kerja tidak tumbuh sebanding,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga mengkritik arah pendidikan tinggi di Indonesia yang masih terlalu berorientasi pada pendidikan akademik. Ia membandingkan Indonesia dengan Tiongkok yang memiliki jumlah perguruan tinggi lebih sedikit, tetapi kuat dalam pendidikan vokasi dan pelatihan kerja.
Menurutnya, pendidikan vokasi, politeknik, dan pelatihan keterampilan justru lebih relevan dalam menjawab kebutuhan pasar kerja saat ini. “Pendidikan vokasi, politeknik, dan pelatihan keterampilan itu jauh lebih penting untuk menjawab kebutuhan ekonomi,” pungkasnya.
Suci Aulia Tenri Ajeng
