Hasanuddin Center for Tobacco Control & Non-Communicable Diseases Prevention (Contact) menggelar Dialog Publik: Rokok, Stunting, dan Quit Smoking. Kegiatan ini dilaksanakan melalui Zoom Meeting, Sabtu (29/5).
Turut hadir Dokter Spesialis Gizi FK Unhas yakni Prof Dr dr Nurpudji Astuti Taslim MPH Sp GK (K) sebagai pembicara yang mengusung materi “Berhenti Merokok Untuk Mengurangi Resiko Stunting”. Pada kesempatannya, ia menjelaskan stunting sebagai keadaan dimana seorang balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur anak tersebut.
“Kurang gizi ini terjadi sejak masih dalam kandungan, pada masa awal bayi lahir. Namun, kondisi stunting tampak ketika bayi berusia 2 tahun,” jelas Pudji.
Untuk menekan stunting, diperlukan adanya perbaikan gizi dengan mendukung salah satu program pemerintah. Salah satunya Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) yang mencanangkan penurunan kondisi stunting dan keinginan menurunkan kondisi gizi buruk.
Pudji memaparkan, kondisi stunting di Indonesia sendiri menduduki peringkat ke 5 tertinggi di dunia dan tertinggi di Asia Tenggara. Angkanya bahkan jauh lebih tinggi dari angka stunting yang terjadi di beberapa negara miskin di Afrika.
“Menurut data, stunting di Indonesia tidak hanya terjadi di keluarga miskin, tapi di keluarga mampu,” ungkap Pudji.
Tidak lupa, ia menjelaskan cara mencegah stunting terhadap anak. “Adapun cara-cara yang dilakukan untuk mencegah stunting ialah perlunya pengoptimalan gizi pada anak dan pengetahuan pengasuhan untuk calon ibu,” papar Pudji.
Menurutnya, penyebab stunting cukup beragam. Di antaranya anak yang tidak menerima asi eksklusif, terbatasnya layanan kesehatan, kurangnya akses makanan bergizi yang dipengaruhi oleh harganya yang mahal, kurangnya penerapan hidup.
Ia kemudian menjelaskan, 1000 hari pertama kehidupan merupakan masa yang sangat penting karna terjadinya pertumbuhan otak yang sangat pesat guna mendukung semua proses pertumbuhan anak dengan sempurna. Sayangnya, jika terjadi kekurangan gizi di 1000 hari pertama, maka tidak dapat diperbaiki lagi di masa kehidupan selanjutnya.
Dalam pemaparannya, Pudji menjelaskan, rokok juga ikut berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan anak. Adapun gangguan jangka pendek yang disebabkan rokok ialah berupa gangguan perkembangan otak, pertumbuhan massa tubuh atau komposisi badan, dan gangguan metabolisme.
“Sedangkan gangguan jangka panjangnya akan mempengaruhi kognitif dan prestasi belajar anak. Tidak hanya itu, dampaknya akan memunculkan penyakit seperti diabetes, obesitas, jantung, stroke, kanker, dan disabilitas ketika lansia,” sebut Pudji.
Ketika anak terpapar rokok maka hal itu akan mempengaruhi besar kecilnya tengkorak kepala dan membuat otak mengecil. Mengutip hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (UI), konsumsi rokok oleh orang tua dapat menyebabkan anak stunting.
“Paparan asap rokok kepada anak akan mempengaruhi tumbuh kembang anak karna mengganggu penyerapan gizi. Efek rokok juga memberikan masalah lainnya seperti pengurangan pemberian makanan sehat kepada anak, pendidikan, dan sebagainya,” papar Pudji.
Menutup kegiatan, Pudji menegaskan pentingnya berhenti merokok atau menjauhkan anak dari rokok.
M219