Saat mengunjungi Rumah Sakit Pendidikan Unhas beberapa waktu lalu, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti), Muhammad Nasir menawarkan janji menggiurkan di depan Rektor Unhas, Prof Dwia Aries Tina.
“Saya akan memberikan bonus anggaran sebesar 30 milyar jika ada perguruan tinggi yang mau melakukan itu (merger). Bukan itu saja, gaji dekan pada fakultas baru di-merger akan saya usulkan kepada kementrian keuangan agar dinaikkan dua kali lipat,” katanya.
Iming-iming yang ditawarkan Nasir ini lantaran adanya upaya pemerintah untuk mengefisienkan anggaran dengan perampingan struktur birokrasi, termasuk birokrasi di Perguruan Tinggi. Selama ini, dana dari pemerintah tiap tahunnya tidak mengalami peningkatan, ditambah penyerapan anggaran pajak juga tak signifikan. Namun sialnya, pengeluaran untuk pembiayaan, yang salah satunya karena struktur birokrasi yang terlalu gemuk, teus bertambah.
Menanggapi tawaran dari sang menteri, Dekan Fisip Unhas, Dr Alimuddin Unde MSi mengatakan bahwa alasan efisiensi untuk melakukan merger tidak tepat. Hal itu, menurutnya malah akan memperbesar jangkauan manajemen.
“Kalau misal karena efisiensi tidak terlalu signifikan, karena yang hilangkan hanya dekan dan wakil dekan, lantas yang lainnya akan tetap ada,” tutur Alimuddin Unde, ketika berbincang dengan Identitas.
Alimuddin menjelaskan, jika terjadi merger maka pengembangan keilmuan tidak memiliki pengaruh, sebab departemen yang menjadi lokomotif dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
“Bukan terletak pada fakultas, fakultas hanya bertindak sebagai manajerial. Kecuali departemen lebih dipertajam fungsinya dan jurusan lebih diberikan fungsi yang lebih besar. Sedangkan dekan hanya bekerja pada tataran manajerial,” terang Alimuddin.
Sebelumnya, penggabungan fakultas yang serumpun pernah dilakukan pada saat Prof Ahmad Amiruddin menjabat sebagai Rektor Unhas. Fakultas Sastra dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Hukum dahulu sempat ingin disatukan sebab masih dalam lingkup yang sama, Humaniora. Namun kembali dipisah, sebab Fakultas Hukum menolak.
“Tidak semudah membalikkan telapak tangan, orang bisa shock karena harus berinteraksi lagi,” ucap Alimuddin.
Hal serupa diungkapkan Dekan Fakultas Kedokteran Gigi, Dr drg Bahruddin Thalib MKes SpPros. Menurutnya saat fakultas melakukan merger, maka berpengaruh pada sumber daya manusia dan manajemen yang ada. Berbeda jika situasinya pada pembentukan universitas baru, maka hal merger fakultas dapat mudah dilaksanakan.
Terkait alasan Menristekdikti mengenai efisiensi anggaran, Bahruddin Thalib menawarkan setiap fakultas dapat membangun center-center pengadaan peralatan lab yang dapat dipakai bersama oleh fakultas yang serumpun. Hal itu ia anggap akan dapat mengefisiensikan dan mengefektifkan anggaran.
Adapun mengenai struktur birokrasi yang gemuk, Unhas dengan status PTNBH tentunya mampu merampingkan birokrasinya. Mengatur kewenangan internalnya sendiri dan memangkas unit-unit yang dirasatumpang tindih. Misalnya, setiap fakultas dapat membuat pusat administrasi atau kesekretariatan sendiri, tanpa harus ada sekretaris di setiap jurusan atau prodi.
Selain itu, lanjut Bahruddin Thalib, salah satu cara dalam merampingkan birokrasi adalah melalui penyatuan tugas wakil dekan (WD) bidang akademik dan WD bidang kemahasiswaan. Hasilnya, hanya akan ada dua WD dibawah Dekan. Sehingga WD 1 selain memiliki fungsi dan tugas akademik, juga mengurus bagian kemahasiswaan. Di beberapa perguruan tinggi misalnya UI, yang telah menerapkan kebijakan tersebut.
Dr Ariyanti Saleh Skep Mkes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Unhas menyatakan kurang setuju pada wacana penggabungan fakultas itu. Sejak memisahkan diri dari fakultas kedokteran 2016 lalu, banyak mimpi-mimpi dari fakultas baru ini yang hendak direalisasikan.
“Kami punya pengalaman sebagai prodi, ada beberapa hal terkait kebijakan entah itu keuangan yang kita gak bisa all out, tapi kita berkeyakinan bahwa dengan kita keluar dan menjadi fakultas, mimpi kita tadi bisa diwujudkan. Tentunya dengan otonomi keuangan, pengambilan kebijakan” tutur Ariyanti saat ditemui identitas di ruang kerjanya.
Sekertaris Universitas Hasanuddin, Prof Dr Ir Nasaruddin Salam MT menuturkan bahwa Unhas masih mengkaji arahan dari Menristekdikti tadi. “Arahan pak menteri itu baik, tapi masih kita kaji, jangan sampai tujuannya efisiensi malah tidak efisien lagi,” ucap Nas.
Nasaruddin menyampaikan Unhas yang telah melewati tahap Badan Layanan Umum (BLU) dan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum memiliki hak otonom untuk mengatur anggaran keuangan sendiri.
“Sasaran utama dari arahan itu namanya Perguruan Tinggi Satker (Satuan Kerja). perguruan tinggi yang belum ada keotonomian sama sekali,” ujar Nasaruddin.
Lebih lanjut, Nasaruddin menjelaskan bahwa orientasi arahan tersebut adalah efisiensi anggaran. Maka selama PT yang telah diberi otonom merasa mampu membiayai dirinya sendiri, maka bisa saja tidak dilakukan merger.
“Jangan sampai tujuannya efisiensi malah tidak efisien lagi. kita kaji lebih dalam, bukan hanya dilihat dari sisi pembiayaan, tapi dilihat juga dari sisi pengembangan keilmuan, suasana dan atmosfer akademik,” terang dosen Fakultas Teknik ini.
Mengingat Unhas, baru-baru ini telah melakukan pemekaran beberapa fakultas seperti Fakultas Keperawatan dan akan menyusul Fakultas Keteknikan Pertanian, maka Unhas masih mendalami arahan dari Menristekdikti itu.
“Tapi kita masih kaji, bisa merger kalau itu lebih baik, dalam arti lebih efektif, bisa berkembang,” ujarnya.
Reporter: Musthain Asbar Hamsah, Nurmala