“Sekecil apapun usahamu, konkritkan.”
Pesan dari salah satu seniornya dahulu, alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin (Unhas), Mario Hikmat terdorong untuk bertindak dan membuat perubahan. Ia mengingatkan kita bahwa setiap langkah kecil punya potensi untuk membawa dampak besar.
Dalam wawancara, Mario menceritakan bagaimana ia awalnya memilih masuk ke FKM Unhas Jalur Non-Subsidi (JNS), yang saat itu merupakan satu-satunya pilihan yang tersedia. Meski awalnya tidak begitu mengerti tentang FKM, namun atas rekomendasi dari seorang kerabat, Mario memutuskan untuk memasuki dunia studi kesehatan masyarakat.
Mahasiswa angkatan 2012 itu menyebut ia mendapat wawasan dari salah satu dosen FKM bahwa persoalan kesehatan masyarakat tidak terlepas dari konteks yang lebih luas, termasuk politik, kebijakan, kekuasaan, dan sejarah. Realisasi ini membuka mata Mario untuk memahami bahwa masalah kesehatan tidak hanya terjadi dalam ruang lingkup medis, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, politik, dan historis.
Layaknya orang yang haus akan ilmu pengetahuan, Mario juga mengaku bahwa dirinya seringkali mengikuti mata kuliah fakultas lain yang sama sekali berbeda dengan bidangnya. Kelas yang diikutinya pun beragam, mulai dari ilmu antropologi hingga arkeologi di fakultas yang berbeda-beda.
Selama masa kuliahnya, ia sempat aktif terlibat dalam berbagai organisasi mahasiswa, termasuk BEM FKM Unhas. Mario juga memainkan peran penting dalam kepengurusan pada masanya, Ide-idenya, termasuk penggunaan media sosial untuk mendokumentasikan dan menyebarkan gagasan menjadi inovasi pada kepengurusannya.
Waktu berlalu, Mario mulai tertarik terhadap tulisan saat dirinya berada di semester empat. Hal yang memantik ketertarikannya saat itu adalah tiga buah buku puisi yang dibelinya, “Aku Ingin Jadi Peluru” karya Widji Thukul, “Melihat Api Bekerja” karya Aan Mansyur, dan “Air Mata Darah” oleh Sulhan Yusuf.
“Saya merasa kebiasaan membaca menjadi salah satu alasan untuk menulis dan terdorong untuk menuangkan ide dan pemikiran saya. Saya juga menemukan kesimpulan-kesimpulan baru ketika saya membaca dan terus ingin menyebarkannya ke orang lain,” tuturnya pada Senin (12/01).
Dimulai dari belajar menulis puisi, minatnya kepada tulisan merambah ke genre lain, seperti filsafat, politik, sampai sejarah. Meskipun begitu, Mario mengatakan kalau dirinya kurang percaya diri dengan puisi yang telah dibuatnya. Karena itu, ia mulai beralih untuk menulis esai.
Mario juga terbilang aktif bergabung dalam berbagai komunitas, salah satunya menjadi tim redaksi di Dialektika, sebuah warung kopi sekaligus ruang publik yang menyediakan tempat diskusi dan toko buku kecil di sekitaran Unhas.
Bagi pria itu, komunitas adalah tempat untuk menjaga idealisme, menyuarakan pendapat, dan berbagi ide-ide yang dapat berdampak pada orang lain. Salah satu komunitas yang diikutinya juga adalah Kolektif Nong. Dari komunitas ini juga ide untuk menciptakan sebuah event di Kotabaru terlaksanakan.
Berawal dari kejenuhannya di Kotabaru yang tidak sehidup Makassar, Mario dan teman-temannya itu sepakat untuk membuat perkumpulan yang kemudian dinamakan Kolektif Nong. Obrolan tengah malam Kolektif Nong tentang musik membuahkan sebuah usulan untuk membangun panggung musik.
Kolektif Nong mulai meriset tentang ekosistem musik di Kotabaru dan mendatangi orang-orang yang pernah terlibat di dalamnya. Mereka mendapatkan kesimpulan bahwa band-band di Kotabaru cenderung menunggu untuk dibuatkan panggung. Oleh sebab itu, musik di Kotabaru mulai mati.
Akhirnya, Mario Hikmat yang tergabung dalam Kolektif Nong mengajak beberapa komunitas, seperti komunitas tari, teater, musik, dan fotografi untuk bergabung menciptakan panggung bagi mereka untuk berekspresi. Terciptalah sebuah event bernama Panggung Sintesis Kotabaru. Panggung Sintesis menjadi wadah bagi banyak komunitas untuk bersatu dan menciptakan dampak positif dalam bentuk kegiatan-kegiatan kreatif dan edukatif.
“Keberhasilan dari panggung ini tidaklah terletak pada satu individu atau satu komunitas saja, melainkan merupakan hasil dari kerja sama yang baik dan semangat kolaborasi antara banyak pihak dengan semangat untuk memajukan industri-industri kreatif di kota-kota kecil,” pungkasnya.
Najwa Hanana