Perolehan paten di Unhas masih minim jika dibandingkan dengan jumlah dosennya. Padahal, paten bermanfaat untuk menilai peringkat univeritas dan juga akreditasi. Dosen mesti punya inovasi yang baru dan bernilai jual. Menghasilkan produk dengan basis teknologi menjadi nilai utama penelitian yang mempunyai hak paten. Akhirnya, paten pun dapat dihilirisasi dan bermanfaat untuk masyarakat.
Bagaimana cara menghasilkan penelitian yang memiliki inovasi kebaruan? Apakah semua penelitian yang memiliki inovasi dapat dijual ke masyarakat? Mari kita mengenal lebih dekat tentang paten bersama Prof Dr Ir Abu Bakar Tawali. Dosen Fakultas Pertanian yang menjadi salah satu peraih paten terbanyak di Unhas ini diwawancarai oleh Reporter PK identitas, Wandi Janwar via Zoom, Senin (3/11).
Bagaimana Anda melihat jumlah paten yang dimiliki Unhas dalam klasterisasi tahun 2020?
Sebenarnya paten di Unhas itu dari tahun ke tahun meningkat seiring dengan banyaknya penelitian yang sekarang dilaksanakan oleh dosen dan didanai dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendididkan Tinggi (Kemenristekdikti). Rata-rata keluarannya selain publikasi juga diharapkan menghasilkan suatu produk yang bisa dilindungi, dalam hal ini berupa paten, hak cipta, dan kekayaan intelekual lainnya. Jadi jika menilai dari kampus sendiri, setiap tahun paten kita bertambah.
Seberapa pentingkah seseorang dosen memiliki paten?
Hal ini penting karena kita sebagai insan akademik sebaiknya punya karya, baik itu pendidikan, penelitian, maupun pengabdian masyarakat. Nah, karya tersebut adalah suatu kekayaan intelektual yang sebenarnya harus dilindungi. Jika tidak, itu belum menjadi hak kita. Walaupun nantinya karya kita diberikan ke masyarakat, tetapi kita tetap harus lindungi sebagai bentuk penghargaan.
Manfaat apa saja yang bisa diperoleh dosen dari paten yang dimilikinya?
Secara garis besar, paten akan memberikan dampak akademik dan ekonomi. Dampak akademik bisa berkontribusi dalam kinerja perguruan tinggi dan meningkatkan kinerja dosen bersangkutan. Sedangkan dampak ekonomi, jika paten itu bisa dihilirisasi dalam bentuk komersial maka akan punya nilai ekonomi. Jadi yang punya paten itu akan mendapatkan royalti dari penelitiannnya.
Adakah strategi khusus Anda agar penelitian bisa berpotensi mendapatkan hak paten?
Dari awal memang penelitian harus dirancang jika ingin menghasilkan paten. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama, pastikan pustaka acuannya itu ke paten yang aktual, tidak hanya dari jurnal. Kita bisa cari di internet sehingga tau ujungnya akan kemana. Jadi sistem informasi paten itu penting, terlebih lagi mengenai literasi patennya. Kedua, penelitiannya harus berorientasi pada produk. Hasil produk riset diharapkan mempunyai nilai ekonomis yang bisa dikomersialkan dan memang dibutukan masyarakat. Ketiga, harus punya teknologi yang jelas karena paten itu terkait dengan hal tersebut, sehingga nantinya bisa diindustrikan. Keempat, penelitian yang dibuat harus punya nilai kebaruan. Jangan sampai kita membuat sesuatu yang baru tapi karena tidak meriset sebelumnya, ternyata paten serupa sudah ada. Kalau empat hal tersebut telah dilakukan maka kita harapkan penelitian mengarah ke paten bukan hanya ke publikasi.
Unhas tergolong produktif dalam hal penelitian. Tapi, mengapa paten yang dihasilkan masih minim?
Sebenarnya penelitian itu ada banyak jenis. Ada penelitian dasar, terapan dan pengembangan. Tidak semua penelitian bisa didaftarkan hak patennya karena perlu diarahkan ke terapan dengan keluaran berupa produk yang punya nilai kebaruan.
Selain itu, dalam penelitian ada istilah Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT) dengan ukuran 1-9. Semakin besar nilai TKT maka penelitian semakin siap dihilirisasi dan diaplikasikan ke masyarakat. Penelitian dasar itu nilainya 1-3, penelitian terapan 4-6, dan penelitian pengembangan 7-9. Untuk menghasilkan paten harus memiliki TKT 5-6
Paten juga arahnya lebih ke produk industri dan teknologi, sehingga tidak semua dosen bisa memilikinya. Kebanyakan teman-teman dosen di soshum lebih banyak mengarahkan penelitiannya ke hak cipta dibanding paten.
Apa saja yang harus disiapkan jika ingin mengusulkan paten?
Paling utama adalah dokumennya. Sebuah dokumen akan siap jika hasil penelitian berpotensi paten dengan memperhatikan syarat-syarat tadi. Dari awal memang sudah harus direncanakan, buat road map, arah penelitian, kemudian hilirisasinya juga jelas. Jika road map jelas dari awal maka kita pasti punya kekuatan untuk mengurus paten itu.
Apa yang membuat Anda tetap semangat mengurus paten?
Hal yang perlu ditanamkan dalam diri bahwa kita punya kebanggaan jika paten yang dimiliki dapat berkontribusi untuk kinerja universitas. Berpikir bahwa paten tersebut juga akan kembali ke diri masing-masing, baik itu dalam hal kenaikan golongan maupun perekonomian. Ini yang mendorong saya untuk terus berkarya jika melihat apa yang dihasilkan dapat berguna bagi kehidupan banyak orang.
Langkah apa yang harus diambil Unhas untuk menggenjot paten?
Dulu waktu zaman saya jadi ketua HaKI, kami bekerja sama dengan LP2M memetakan penelitian yang berpotensi paten. Jika ada penelitian yang berpotensi paten maka Unhas akan membantu baik dari segi pendampingan maupun biaya. Seharusnya hal seperti ini tetap dilakukan Unhas agar jumlah paten meningkat.
Selain itu, Unhas juga perlu mempercepat pendaftaran dengan menyiapkan pendampingan secara intensif supaya para peneliti tetap bergairah. Harus ada mediasi, mempertemukan antara dosen yang mengurus paten dengan inventor untuk memperbaiki dan menyempurnakan patennya. Di sisi lain, manfaat akademik dan ekonomi juga harus digaungkan. Hal ini sudah diprogramkan tetapi Unhas belum kelihatan pernah membuat itu. Jika langkah-langkahnya sudah dilakukan, kita tinggal tunggu hasilnya seberapa banyak dosen Unhas mau turut berkontribusi berkarya untuk universitas dan masyarakat.
Tim Laput
Data Diri Narasumber
Nama: Prof. Dr. Ir. Abu Bakar Tawali
TTL: Enrekang, 2 Juli 1963
Riwayat Pendidikan:
- S1 Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, tahun 1982-1986
- S2 dan S3 Kimia dan Analisa Pangan, Technische Universitaet Clausthal Jerman, tahun 1991-1996
Paten:
- Processing of precooked polished Corn (Jagung Sosoh Pratanak = JSP), No Paten ID P 0024077, 20 Agustus 2009;
- Produk Konsentrat Protein Ikan Gabus sebagai Suplemen Makanan Sumber Albumin (Protein-Concentrate Product from Snake Fish and the Use as Albumin-Source Food Supplement), No Paten ID P0027593 B, 16 Februari 2011.;
- Penyedap Rasa Alami ALL-IN-ONE, No Pendaftaran Paten P00201100537,14 September 2011;
- Proses Pembuatan Otak-Otak melalui Penerapan Modifikasi Teknologi Surimi, No Pendaftaran Paten P00201300736, 19 September 2013;
- Proses Produksi Konsentrat Protein Albumin Ikan Gabus (Channa Striatus) melalui Ektraksi dan Isolasi pada pH Iso-elektrik, No Pendaftaran Paten P00201406454, 23 Oktober 2014