Rancangan gedung pascapandemi Covid-19 yang ramah lingkungan menggunakan limbah yang dihasilkan dari pembakaran batu-bara dan serat pelepah pisang.
Tak terasa pandemi Covid-19 telah setahun lebih lamanya mendampingi kehidupan masyarakat. Berbagai program dilakukan untuk menanggulangi virus Covid-19 ini, dari isolasi mandiri, jaga jarak, vaksinasi, hingga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Begitu pun dengan mencoba menghadirkan ide dan inovasi mengenai perawatan pasien yang efektif, kegiatan edukasi, bahkan konsep bangunan dan infrastruktur sehat yang dapat menjaga kesehatan dan vitalitas penghuninya.
Merancang konsep bangunan hijau dan sehat merupakan salah satu solusi yang baik untuk mengatasi pandemi ini. Hal inilah yang dilakukan tim mahasiswa Teknik Sipil membangun bangunan hijau dengan konsep berkelanjutan yang memperhatikan perlindungan, penghematan, pengurangan penggunaan sumber daya alam, dan memperhatikan kualitas.
Konsep bangunan ini diikutkan dalam lomba 2nd International Student Competition on Tall Building yang diselenggarakan oleh Universitas Teknologi Patronas Malaysia dan meraih perunggu pada Sabtu (11/9).
Kelompok tim yang beranggotakan mahasiwa teknik sipil, Teguh, A Muh Sarjan Ramadhan, A Afdalihillah Rusta, dan Muh Fadli Al Kautsar, selain alasan Covid-19. Mereka juga terdorong merancang konsep bangunan ramah lingkungan ini, lantaran mengeluhkan limbah material dalam proses pembangunan yang tidak dipakai secara optimal.
Ketua Tim, Teguh mengatakan dalam menghadapi masa depan pascapandemi, masyarakat dapat memanfaatkan penggunaan sistem otomatis, seperti parkir dan pintu otomatis, untuk menghindari bersentuhan langsung dengan objek tertentu.
“Untuk teknologinya kami manfaatkan energi matahari, energi gerak, yang ditransfrormasi ke dalam energi listrik,” ucapnya.
“Semua sistem pembangunan dimulai dari nol hingga nampak bangunan ramah lingkungan,” ujar Teguh saat diwawancarai, Selasa (21/9).
Lebih lanjut, alumni fakultas teknik ini menjelaskan, bangunan ramah lingkungan itu menggunakan limbah yang dihasilkan dari pembakaran batu-bara dan limbah serat pelepah pisang, serta energi matahari. Selain menggunakan energi baru terbarukan dan ekomaterial, sistem bangunan ini dapat beroperasi tanpa tenaga manusia.
Serat pisang abaka merupakan serat alam yang mengandung selulosa yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan semen. Papan fiber semen adalah papan yang terbuat dari bahan lignoselulosa, yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Papan fiber semen dapat digunakan sebagai interior bangunan
“Kemudian arsitektur bangunan menggunakan konsep hijau atau green waste system dan manajemen gedung menerapkan teknologi tinggi dengan sistem otomatis,” kata alumni angkatan 2016 ini.
Teguh juga menambahkan, rancangan gedung menggunakan tata kelola sanitasi pada wilayah gedung agar mampu terjaga dari paparan virus. Hal ini dikarenakan adanya sistem smart water management dan smart waste management. Semua sistem gedung ini menggunakan jaringan internet untuk pengontrolannya.
Penggunaan jaringan internet juga digunakan dalam seluruh manajemen air dan limbah sehari-hari gedung, sehingga dapat mengurangi penggunaan sumber daya manusia. Selain itu teknologi dalam air dan pengelolaan limbah sudah dikonsepkan secara matang agar mampu mensanitasi daerah gedung untuk mengurangi paparan virus.
“Namun konsep yang kami usulkan belum sampai pada tahap pengimplementasian, tetapi sudah ada metode yang akan digunakan ketika proses pembangunan,” ungkap pria asal Sinjai ini.
Menurut Teguh, metode yang digunakan dalam pengimplementasian konsep ini yakni dengan modular system, di mana dapat mengurangi limbah hasil konstruksi, limbah pabrikasi lokasi proyek sehingga dapat mengurangi emisi.
Konsep ini sangat perlu diimplementasikan sebab dari segi kebutuhan dan fungsinya sebagai gedung perkantoran, tentu akan digunakan. Oleh karena itu, untuk tahap awal impelementasi direncanakan di lokasi pembangunan gedung Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar. Wilayah ini merupakan kawasan industri dan pusat perbelanjaan, maupun wisata. Dengan demikian dapat mereduksi psikologi emosional seseorang dalam bekerja.
“Selain itu karena konsep Green building-nya ini juga tepat sesuai dengan lokasinya yang merupakan daerah yang akan dikembangkan menjadi daerah hijau,” tutur Teguh.
Disamping itu, rancangan ini masih terdapat kendala dalam pengimplementasiannya. “Konsep teknologi kompleks yang ditawarkan tidak bisa berada dalam satu gedung. Kami putuskan untuk bisa diintegrasikan bersama. Maka perlu ada regulasi agar seluruh teknologi yang kami rancang bisa berjalan dengan baik,” jelas Teguh.
Diakhir wawancara, Teguh berharap konsep ini bisa diterapkan di Indonesia karena konsep ini hanya banyak diterapkan di luar negeri. Meskipun, ada beberapa teknologi sudah diterapkan di Indonesia, seperti permeable pavement, biorantetion, dan panel surya.
“Konsep gedung ini semoga bisa menjadi inspirasi dan inovasi, sebab teknologi yang ada sekarang belum pernah di manfaatkan secara maksimal dalam satu gedung,” tutup Teguh.
Winona Vanessa HN