Bukan hanya untuk kebutuhan rumah tangga dan ternak, rupanya limbah pertanian dapat dimanfaatkan menjadi bahan dasar pembuatan kantong kertas.
Pada Maret 2019 Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) kembali menerapkan kebijakan Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG). Program ini akan menyentuh 40.000 toko di Indonesia untuk mendukung dan mengurangi penggunaan kantong plastik.
Seperti diketahui, pada Februari 2016, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Aprindo pernah menjalankan kebijakan serupa, dengan kantong plastik berbayar seharga Rp 200. Namun belum setahun, Aprindo memutuskan menghentikan program dengan alasan tidak adanya payung hukum yang jelas.
Langkah lain untuk mengurangi penggunaan kantong plastik digagas Empat Mahasiswa Universitas Hasanuddin. Keinginan mereka terwujud melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang mereka ikuti, yaitu pada Bidang Pengabdian Masyarakat di Dusun Mappasaile, Kabupaten Maros. Keempat mahasiswa itu yakni Chaerunnisa Nur Fitrah selaku ketua tim, Anggotanya Arjun Azis (Kehutanan 2016), Hardianti Hasyim (Kehutanan 2016) dan Friska Mambela (Kehutanan 2016).
Dalam pelaksanaannya, mereka berupaya mengendalikan tingkat penggunaan kantong plastik dengan menggunakan barang alternatif yang ramah lingkungan. Mereka memanfaatkan limbah pelepah pisang dan sabut kelapa sebagai bahan dasar pembuatan kertas yang dapat menjadi alternatif pengganti kantong plastik sekali pakai.
Umumnya, pembuatan kertas diambil dari kayu yang memiliki kadar selusosa yang tinggi. Limbah pelepah pisang dan sabut kelapa seperti diketahui memiliki pula kandungan selusosa, yang cukup untuk diolah menjadi kertas.
Di lingkungan masyarakat Dusun Mappasaile, limbah pelepah pisang dan sabut kelapa tidak sulit ditemukan, karena mata pencarharian utama penduduknya adalah hasil pertanian . Namun, dikarekan belum adanya media dan pelaku pengolahan, potensinya lebih diarahkan kebutuhan rumah tangga dan ternak.
Ketua Tim PKM, Chaerunnisa Nur Fitrah menyampaikan memang belum ada data akurat mengenai jumlah sampah plastik di Dusun Mappasaile. Mereka hanya mengobservasi di masyarakat khususnya pasar yang rata-rata menggunakan kantong plastik.
Oleh karena itu, selama empat bulan melalui metode pengajaran secara langsung baik penyampaian materi dan pengajaran, mereka mengedukasi masyarakat mengenai cara dan proses pembuatan kantong kertas dari limbah pertanian.
“Sejauh ini media yang digunakan masih manual mulai dari pencacah (gunting dan pisau) begitu pun alat cetaknya masih menggunakan jaring dan balok kayu mirip degan screen sablon,” ucap Chaerunnisa.
Pembuatan kantong kertas yang masih sederhana memang bukan pekerjaan yang mudah, apalagi dalam prosesnya, kelompok PKM ini sering mendapat kendala, pada alat yang digunakan untuk screen dan memasak pelepah pisang yang mesti diperbaharui.
Berkat kerja sama masyarakat Dusun Mappasaile, mereka dapat memproduksi 30 kantong kertas yang layak pakai. Untuk satu panci besar limbah pelepah pisang dan sabut kelapa, dapat menghasilkan lima sampai delapan kertas berukuran A3.
“Untuk pembuatan satu buah kertasnya, kalau dihitung mulai dari pencacahan hingga pencetakan itu tiga jam, hanya saja proses memasaknya yang lama,” jelas mahasiswa angkatan 2017 ini.
Lebih lanjut, dia menyampaikan pengeringan bisa menghabiskan waktu sampai satu hari penuh, itupun kalau cuaca mendukung. Jika cuaca kurang cerah, bisa membutuhkan waktu yang lebih lama. Selain itu, pelipatan dan proses desain butuh waktu setengah jam.
Kendala lain juga sering didapati Chaerunnisa dan ketiga temannya, setelah kertas tercetak masih ditemukan yang mudah robek. Mereka mengakui mitra atau masyarakat masih belum terbiasa dan ahli dalam pembuatannya sehingga tingkat ketebalan kertas tidak merata. Walau belum seratus persen mengurangi penggunaan kantong plastik. Tapi sudah ada peningkatan penggunaan kantong belanja yang ramah lingkungan.
Kedepanya, tim PKM ini ingin mengembangkan produk mereka di wilayah kampus Unhas, misalnya kawasan Workshop. “Kami ingin mengembangkan produk ini bukan hanya di Dusun Mappasaile, tapi di daerah penghasil limbah kantong plastik yang tinggi juga termasuk kampus Unhas,” tutupnya.
Arisal