Unhas memiliki produk hand sanitizer, dibuat Fakultas Farmasi. Sayang dalam pemakaiannya di lingkup kampus jauh dari harapan.
Hadirnya virus corona di Indonesia memicu kebutuhan baru, seperti cairan pembersih tangan atau umum disebut hand sanitizer. Sakin banyak digunakan, cairan itu sempat langka di pasaran. Merespon situasi tersebut, Fakultas Farmasi dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unhas tergerak memproduksi hand sanitizer. Kedua fakultas ini menggunakan dana pengabdian masyarakat, yang dialokasikan di lingkup kampus.
Dekan Fakultas Farmasi Unhas, Subehan SSi MPharm Sc PhD Apt mengaku berusaha menjangkau dan membagikan gratis ke semua fakultas, ketika terjadi kelangkaan hand sanitizer. “Salah satu wujud tanggung jawab menanggulangi Covid-19, kami gunakan dana dari pengabdian fakultas, untuk membuat hand sanitizer dan membagikannya ke masyarakat Unhas,” jelasnya, Selasa (27/10).
Tak berlangsung lama, saat hand sanitizer kembali tersedia, FMIPA tak lagi membagikan pruduknya tetapi hanya memproduksi untuk kebutuhan internal fakultasnya. Sedangkan Fakultas Farmasi tetap membuat untuk diperjual-belikan di lingkungan kampus.
Namun, hampir semua fakultas memilih menggunakan produk luar kampus. Wakil Dekan II Fakultas Farmasi, Dr Sartini MSi Apt meyebutkan, tinggal Fakultas Peternakan dan Fakultas Pertanian yang menggunakan produk buatan mereka. Jauh berbeda saat produk ini langka, bahkan Rumah Sakit Pendidikan, Rumah Sakit Gigi Dan Mulut Unhas ikut menggunakan buatan farmasi.
“Dulu rumah sakit Unhas pesan sama kami. Kita satu kali produksi 1 drum atau setara 200 liter. Sekarang tidak lagi, tinggal peternakan dan pertanian yang pakai,” ungkapnya Rabu, (11/11).
Berdasarkan telusuran identitas di semua gedung utama fakultas dan Rektorat Unhas, menemukan berbagai merek hand sanitizer. Seperti Nuvo di Fakultas Kehutanan, Aseptic Gel di Fakultas Ilmu Budaya, Prima Protect di Fakultas Kedokteran, dan Micro Bio di Fakultas Kedokteran Gigi. Di gedung rektorat sendiri menemukan beberapa merek, salah satunya Aseptan di lantai 1 dan produk Fakultas Farmasi,
Diakui Fadly Kepala Bagian TU Rumah Tangga, penggunaan produk luar tersebut saat farmasi kehabisan stok.“Kadang-kadang kita ambil dari luar kalau terdesak, misalnya saat Fakultas Farmasi kehabisan bahan,” ujarnya.
Memang dalam proses pembuatan produk berbahan dasar ethanol itu, Subehan membeberkan sempat mengalami kesulitan mencari bahan baku dan wadah penyimpanan. Tapi itupun hanya saat awal pandemi.
“Kami di awal pembuatan pernah kehabisan stok, seperti alkohol dan wadahnya yang sempat langka sehingga permintaan tidak bisa dipenuhi,” bebernya.
Lain halnya dengan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan (FIKP), Kata Rahmawati Kepala Bagian Perlengkapan FIKP, pemakaian produk luar lantaran ia tak tahu-menahu adanya buatan farmasi.
“Awal ada Corona kami susah dapat hand sanitizer. Seandainya kita tahu ada buatan farmasi Unhas, untuk apa beli di luar. Sudah setengah mati carinya, mahal lagi,” ungkapnya.
Ia pun menyayangkan tidak dilakukannya sosialisasi di setiap fakultas. Rahmawati mengatakan produk luar yang dibelinya sudah habis 10 jergen, setara 5 liter hand sanitizer per jergennya.
Mengetahui hal tersebut, Sartini yang juga
Ketua Center of Excellent Fakultas Farmasi, Sartini menerankanselama ini menawarkan hand sanitizer ke wakil dekan dua di masing-masing fakultas, melalui chat pribadi dan menyebarkannya di grup WhatsApp.
Melihat fakta tersebut, sangat disayangkan bila hampir semua fakultas memilih menggunakan produk luar ketibang buatan sendiri, terlebih Dekan Fakultas Farmasi berkomitmen memproduksi bila ada permintaan.
“Idealnya begitu, fakultas pake produk kita. Kami siap distribusikan jika ada permintaan dari fakultas di Unhas,” ujarnya.
Fakultas Farmasi sendiri memiliki Center of Excellent, tempat memproduksi berbagai macam produk inovasi hasil penelitian dosen. Di situ pula hand sanitizer dibuat. Cairan yang diproduksi ada liquid dan gel. Untuk pembuatan hand sanitizer berjenis liquid, dibutuhkan waktu beberapa jam, sedangkan gel menghabiskan waktu sampai 24 jam.
Sedangkan ukuran dan harga yang ditawarkan farmasi hampir sama dengan di pasaran. Mulai ukuran 500 ml, dijual seharga 70 ribu, ukuran 5 liter dalam bentuk cair 350 ribu, dan gel 400 ribu. Ke depan, farmasi berencana menjual bebas produknya, namun saat ini dikatakan Subehan, masih terkendala izin. Pasalnya untuk memasarkan, farmasi harus melewati berbagai uji kelayakan.
“Kita ingin komersialisasi, tapi itukan butuh izin. Syaratnya perlu bangunan khusus yang memenuhi standar. Alur produksinya harus jelas, supaya tidak terkontaminasi bahan satu dan lainnya,” pungkasnya.
Nad,M103,M124/Andi Ningsi