Ishak Ngeljaratan lahir pada tanggal 27 September 1936 di sebuah daerah kecil di Kabupaten Maluku Tenggara Barat bernama Tanimbar. Di daerah inilah, ia selalu diperkenalkan dengan berbagai jenis kesenian yang memang banyak di Tanimbar, khususnya seni tari dan musik.
Kesenian membuatnya tertarik untuk menekuni kebudayaan. Menurutnya, kesenian adalah bagian erat dari suatu kebudayaan. Hingga, gelar budayawan lekat pada dirinya.
Setelah menamatkan pendidikan dasar, Ishak kemudian melanjutkan sekolah yang ia sebut pendidikan “keras”. Lantaran, sekolah itu setara dengan pesantren dalam agama islam. Ia masuk seminari setingkat Gymnasium di Langgur, Kei, Maluku Tenggara, lalu menyelesaikannya di Kakaskasan, Sulawesi Utara.
Selepas dari situ, Ishak hijrah ke Manado untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi di Pineleng dan tamat di Pendidikan Filsafat. Meski telah meraih gelar sarjana muda, ia kembali melanjutkan pendidikan dengan mengambil Strata 1 di Jurusan Sastra Inggris Universitas Hasanuddin (Unhas).
Sejak 1961, ia menjadi dosen di Unhas. Lalu, pada tahun 1990, ia melanjutkan studi Master of Arts di bidang applied linguistic di University of Manchester, UK.
Ishak memiliki wawasan yang sangat luas dalam bidang filsafat dan budaya. Ia menguasai beberapa bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Latin, Jerman, dan Belanda. Maka tak heran jika ia disebut sebagai orang hebat.
Dibalik kehebatan dan segudang prestasinya, Ishak ternyata merupakan sosok yang sangat sederhana. Ia sangat terbuka untuk berbagi ilmu dengan semua orang. Kerendahan hatinya pada orang lain membuatnya menjadi seseorang yang selalu dikagumi.
Terbukti, selain mengajar, Ishak selalu menghabiskan hari-harinya dengan berdiskusi bersama mahasiswa dan teman-temannya. Hingga, terkadang lupa waktu jika sudah larut dalam lingkar diskusi itu.
Sisi lain, Ishak juga termasuk ayah yang sangat memedulikan pendidikan anaknya. Hal ini terbukti dengan anak-anaknya yang kini telah meraih pendidikan yang tinggi dan sukses dalam menjalani karir.
Selain itu, lelaki yang telah mempunyai sembilan cucu dan dua cicit ini merupakan sosok suami yang romantis. Pada pagi hari, Ishak selalu menyiapkan teh untuk istrinya.
Berbicara tentang hobi, Ishak sangat senang merawat tanaman. Setiap pagi dan sore hari, ia tak pernah absen menata dan menyiram tanaman di depan rumahnya. Rasa cintanya terhadap tanaman kadang membuatnya lupa waktu.
Maka tak heran lagi, jika rumah Ishak selalu tampak asri. Ishak juga sangat senang bergaul dengan semua kalangan, termasuk yang berbeda agama dengannya. Baginya, semua manusia itu sama. Begitupun dengan rahmat Tuhan yang diturunkan kepada semua manusia tanpa membedakan ras dan agama.
Usia Ishak Ngeljaratan memang sudah tak muda lagi. Namun, pemikiran-pemikirannya masih mewakili generasi saat ini. Maestro ini selalu bisa memahami segala fenomena yang terjadi sekarang. Ia selalu menuangkan aspirasinya ke dalam sebuah tulisan sehingga dapat dibaca oleh banyak orang.
Artikelnya banyak muat di Kompas, Sinar Harapan, Horison, Pedoman Rakyat, Tribun Timur, Fajar, dan Penerbitan Kampus identitas Unhas. Banyak buku yang telah dihasilkannya. Ia juga telah mengisi kolom di Fajar dengan tulisannya sejak puluhan tahun yang lalu.
Melihat kondisi kesehatan Ishak yang semakin menurun, anaknya yang saat ini mengambil studi S3 di Los Angeles, Amerika Serikat menyempatkan untuk pulang ke Indonesia. Lalu, mengajak ibu dan ayahnya menghabiskan waktu bersama di Bali.
Di Bali, Ishak tampak tak sehat seperti biasanya. Walau Ishak sudah sejak dulu rutin minum obat, namun baru kali ini terlihat berbeda dari biasanya.
Dari diagnosa dokter, Ishak mengalami permasalahan pada ginjalnya. Walaupun sedang sakit, ia tak pernah meninggalkan kebiasaannya untuk menulis. Ia tak ingin hanya karena sakit, orang-orang tak bisa membaca tulisannya. Setelah beberapa hari di Bali, Ishak dan keluarga pun kembali ke Makassar.
Kondisi kesehatan Ishak yang kian menurun membuat anaknya bergegas membawa ia ke rumah sakit. Rumah Sakit Stella Maris Makassar dipilih menjadi tempat perawatan intensif Ishak. Setelah beberapa waktu dirawat, kondisinya yang sangat kritis membuat nyawanya tak dapat tertolong. Hingga pada hari senin 16 Juli 2018 pukul 07 30 Wita, Ishak menghembuskan napas terakhirnya. Sang budayawan itu wafat di usia 82 tahun dan dimakamkan di Pemakaman Universitas Hasanuddin, Pattene, Maros.
Walaupun kini Ishak Ngeljaratan sudah tiada, namun ia akan tetap abadi dengan tulisannya. Karya, dedikasi, dan kesederhanaannya akan menjadi kenang-kenangan terbaik untuk semua yang kenal dengan sosoknya. Hingga kapan pun, Ishak akan menjadi teladan untuk semua generasi.
Penulis: Mayang Sari