Air susu dibalas air tuba.
Peribahasa ini sudah sangat akrab terdengar di telinga kita. Ketika segala perbuatan baik yang kita lakukan untuk orang lain, malah dibalas dengan perbuatan buruk. Itulah yang dirasakan oleh Ivanna. Perempuan Belanda yang sangat peduli pada nasib orang Indonesia yang selama ini ditindas. Namun di akhir hayat, kecintaannya terhadap pribumi dan tanah air malah dibalas penghianatan yang bahkan merenggut nyawanya dengan brutal. Penghianatan itu tentu membawa Ivanna tenggelam dalam dendam yang berlarut-larut, bahkan sampai napasnya tidak berembus lagi.
Kisah tragis Ivanna ini kemudian diabadikan dalam sebuah karya film berjudul Ivanna yang disutradari oleh Kimo Stamboel. Film adaptasi dari novel ‘Ivanna Van Dijk’ karya Risa Saraswati ini merupakan pecahan dari film Danur 2 : Maddah (2018) dan masih bagian dari semesta Danur.
Film ini diawali dengan adegan pembantaian orang-orang Belanda oleh tentara Jepang pada tahun 1943. Pembantaian ini dilakukan di kediaman Ivanna yang juga dihuni oleh warga pribumi yang bekerja untuknya. Tahun kemudian berganti ke latar 1993, di mana tempat pembantaian itu telah beralih fungsi menjadi panti jompo. Ambar dan adiknya Dika pindah tinggal ke panti tersebut yang merupakan milik kenalan mendiang neneknya di Bandung, karena kedua orang tua mereka yang telah meninggal.
Setelah tinggal di sana, mereka menemukan ruang bawah tanah pada bangunan tua di belakang panti yang selalu dikunci. Di dalam ruang bawah tanah tersebut terdapat sebuah pantung tanpa kepala yang ditutupi oleh kain putih, ada pula keramik serta bahan baku pembuatan gerabah. Ambar, Dika, serta penghuni panti yang lain kemudian membawa peti yang berisi barang seperti piringan hitam dan buku harian ke dalam panti. Tak disangka, kejadian itu menjadi pemicu terbukanya pintu teror pembalasan dendam hantu tanpa kepala, Ivanna.
Malam itu, penghuni panti berdansa diiringi musik dari piringan hitam yang ditemukan dalam peti itu. Suasana berubah mencekam tatkala listrik tiba-tiba padam. Hanya suara gemercik hujan mengisi kesunyian panti. Intercom tiba-tiba berbunyi dan membangunkan Ambar. Ambar yang mendengar itu, sontak keluar kamar untuk mengecek, sekiranya ada yang membutuhkan bantuan. Saat mencoba memasuki dapur dengan hati-hati, Ambar yang memiliki kekurangan dalam penglihatannya tiba-tiba dapat melihat dengan jelas ruangan menjadi terang. Ia melihat seorang Gadis Belanda bersama pria pribumi yang terluka dan mencoba untuk menyelamatkan diri. Tidak sempat menanyakannya, penglihatan ambar kembali buram, ruanganpun menjadi redup. Ambar yang masih terkejut dengan kejadian yang ia alami, memilih untuk kembali melanjutkan tidur, mengingat keesokan harinya adalah hari raya idul fitri.
Hujan malam itu semakin lebat, guntur dan petir saling bersautan tanpa henti. Suara intercom kembali berbunyi, kali ini tidak lagi membangunkan Ambar, melainkan Nenek Ani salah satu penghuni panti. Merasa terganggu dengan suara intercom, Nenek Ani mendatangi dapur sumber suara intercom lainnya, mengira mungkin saja ada yang menekannya. Saat hendak memasuki ruang tamu menuju dapur, ia mendengar alunan Lagu Belanda yang terputar dari gramofon. Nenek Ani yang tidak menyukai kebisingan itu kemudian mematikan gramofonnya, namun sepersekian detik setelah berbalik, alunan lagu belanda itu kembali bersenandung. Ivanna telah memulai teror pertamanya. Nenek Ani yang merasa terancam kemudian berlari dan bersembunyi dalam kamar mandi, namun nahasnya nyawanya tak terselamatkan. Keesokan harinya pada pagi setelah salat id, ia ditemukan tak bernyawa tanpa kepala dan terduduk kaku tepat di samping bak mandi.
Penghuni panti yang merasa terancam mencoba untuk menyelamatkan diri, namun hujan yang lebat memerangkap mereka di sana. Merasa tidak berdaya, para penghuni panti meminta bantuan dari kepolisian setempat, namun sesampainya di panti, terjadi pemadaman listrik. Penglihatan Ambarpun kembali jelas, ruang yang ia lihat seketika terang, dan suara-suara asingpun terdengar dari intercom. Penglihatannya itu ternyata adalah cuplikan kejadian tragis yang dialami Ivanna pada tahun 1943, mulai dari penghianatan tentara Jepang dan pribumi terhadapnya, sampai bagaimana ia terbunuh dan kehilangan kepala. Itulah yang menyulut kebencian Ivanna terhadap pribumi. Lalu bagaimana nasib para penghuni panti, bisakah mereka menyelamatkan diri?
Film yang berdurasi 1 jam 43 menit ini berhasil menembus 500 juta penonton hanya dalam waktu tiga hari tayang. Bagaimana tidak, alur kisah dari semesta danur yang saling berkaitan, membuat para pengikut setia tulisan-tulisan karya Risa Saraswati penasaran dan menanti-nanti kelanjutannya dalam film Ivanna.
Terlebih lagi, bagi pecinta film horror yang menyukai adegan sadis, film ini menyajikan pencitraan hasil komputer (CGI) dengan efek spektakuler, yang menambah kesan mengerikan. Sinematografi yang disajikan sangat mendukung kengerian yang membuat penonton menjerit ketakutan. Teror Ivanna seakan tidak mengenal ampun. Penyajian terornya dilakukan dengan kreatif dan tidak mainstream. Begitu pula adegan transisi antara masa sekarang dengan masa lalu yang dilihat Ambar dieksekusi dengan sangat halus.
Tidak main-main, dilansir dari www.suara.com biaya produksi film Ivanna hampir sama dengan pembuatan Film KKN di Desa Penari, yaitu sekitar Rp12 miliar. Film ini mulai digarap sejak Desember 2020 selama sebulan penuh. Berbeda dengan Danur yang kedua serinya digarap oleh sutradara Awi Suryadi, film Ivanna disutradarai oleh Kimo Staboel. Kimo dikenal telah menggarap beberapa film horor terkenal di Indonesia, seperti Ratu Ilmu Hitam, Rumah Dara, dan Dread Out. Bagaimana teman-teman, apakah tertarik nonton filmnya?
Yaslinda Utari