Mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) merupakan salah satu pilihan siswa setelah duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Berbagai pilihan PTN dengan mempertimbangkan program studi, fasilitas, hingga peringkat kampus menjadi alasan bagi mereka untuk berlomba-lomba untuk masuk di PTN terbaik.
Contohnya di kawasan Timur Indonesia ini, ribuan siswa mendambakan Universitas Hasanuddin (Unhas) sebagai tapak berikutnya untuk melanjutkan pendidikan. Predikat perguruan tinggi negeri terbaik di kawasan Timur yang selalu digaungkan seakan memikat hati para calon mahasiswa untuk mengabdikan dirinya selama kurang lebih empat tahun.
Tak ayal jika cara apapun mereka lakukan demi mendapatkan kursi di PTN impiannya. Tak mengapa jika dilakukan dengan belajar dan kerja keras. Namun, rupanya beberapa calon mahasiswa ini menginginkan ‘jalan pintas’ tanpa melalui proses belajar tersebut.
Calon ‘kaum intelektual’ tersebut rela mengeluarkan uang dengan nominal yang besar kepada seseorang yang akan menyamar dan menggantikannya saat mengerjakan soal masuk PTN. Mereka kita sebut sebagai, Joki.
Joki untuk masuk di perguruan tinggi ini sudah lama hadir di tengah-tengah masyarakat. Dari yang awalnya ujian dilangsungkan secara tertulis hingga ujian berbasis komputer. Si joki pun turut berevolusi mengikuti perkembangan zaman dan tetap menjadikan ujian ini sebagai ladang mencari cuan.
Pelaksanaan ujian masuk PTN di Unhas pun kerap ternodai dengan kehadiran joki ini. Menilik kembali pelaksanaan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di 2002, beberapa orang tertangkap tangan terlibat dalam aksi joki. Sistem joki di tahun tersebut melibatkan dua orang, masing-masing bertugas mengantarkan soal dan menerima lembar jawaban.
Ridwan, si pengantar soal menyebutkan bahwa ia dibayar Rp.100.000 untuk mengantarkan soal, kemudian akan ditambahkan Rp. 1.000.000 saat yang dijokikan lulus. Soal yang diberikan akan dikerjakan di markas joki yang terletak di Jalan Bayam. Setelah itu, Darussalam, yang berperan sebagai penerima jawaban akan mengambil kunci jawaban saat ujian akan segera berakhir.
Agar kejadian serupa tidak terulang, Unhas pun meningkatkan keamanannya di pelaksanaan SPMB 2003. Bukan main, 60 anggota Satuan pengaman (Satpam) saat itu turun tangan sejak pendaftaran hingga pelaksanaan tes. Tidak hanya itu, Unhas pun mengerahkan Resimen Mahasiswa (Menwa), hingga pihak satpam sekolah yang ditempati ujian. Hal tersebut dilakukan demi mempersempit gerak-gerik joki. Adapun peserta yang kedapatan menggunakan joki akan dimasukkan ke daftar hitam SPMB.
“Tidak akan diizinkan ikut ujian bahkan dinyatakan tidak lulus,” ucap Rektor Unhas saat itu, Prof Rady A Gani.
Sekian tahun tak tercium gerak-geriknya, joki pun kembali dipergoki di 2005. Tak tanggung-tanggung, lima pelaku yang tertangkap menggunakan joki memanfaatkan teknologi handphone.
Ia adalah Ahmad Yani, pelaku yang kedapatan mendapatkan jawaban soal-soal SPMB mulai dari nomor satu hingga nomor 50. Siswa dengan nomor tes 305-81-042 ini dicurigai oleh pengawas sesaat setelah ia kembali dari toilet. Saat itu ponselnya berbunyi, pengawas pun mengambil ponsel tersebut dan mendapati kunci jawaban. Jawaban-jawaban tersebut didapatkannya dari Miswar, seorang Direktur salah satu lembaga bimbingan belajar yang tersohor kala itu.
Berbeda dengan Yani, Panji Abdullah didapati menggunakan joki saat sedang berbicara dengan seseorang. Ponsel miliknya diisolasi dan ditempatkan di sela-sela pahanya kemudian terdapat kabel yang menghubungkannya dengan handsfree. Alat tersebut digunakan Panji untuk mendengarkan jawaban dari si ‘joki’. Di seberang sana, terdengar suara yang berucap Alpha, Beta, Charlie, Delta dan seterusnya.
Joki pun semakin merajalela di tahun-tahun selanjutnya. Hingga di 2011, peserta pengguna jasa joki ditipu oleh joki-nya itu sendiri. Di tahun itu, modus yang digunakan melalui kunci jawaban yang akan diberikan di jalan, tempat fotokopi, sekitar masjid kampus, dan beberapa tempat yang tak jauh dari lokasi ujian. Namun, rupanya kunci jawaban tersebut palsu.
Kunci jawaban tersebut tersebar dikarenakan adanya isu soal ujian bocor, sehingga banyak oknum yang memanfaatkannya dengan mengedarkan kunci jawaban palsu. Para peserta pun percaya begitu saja. “Saya percaya dengan kunci jawabannya karena lihat ada soal SNMPTN yang dipegang orang itu,” ucap salah satu peserta, Riza.
Walhasil, sebanyak 13 peserta diserahkan ke Polrestabes Makassar dan 12 diantaranya dinyatakan sebagai korban. Adapun Mahdar ditangkap karena memalsukan ijazah tamatnya. Para peserta itu pun dinyatakan tidak lulus SNMPTN.
Melihat rentetan kasus joki yang tidak pernah absen dari ujian masuk perguruan tinggi ini, Unhas di 2013 pun menerapkan kebijakan baru. Sebanyak kurang lebih 600 calon mahasiswa yang tertangkap melakukan joki akan dicekal dari semua jalur masuk perguruan tinggi yang ada di Makassar. “Aturan ini diterapkan khusus di Makassar,” ujar Wakil Rektor Bidang Akademik Unhas kala itu, Prof Dr Dadang A Suriamihardja MEng.
Tidak hanya orang luar Unhas saja jadi pelaku, pelaku joki sendiri pun berasal dari civitas academica Unhas. Tercatat pada 2016, orang di dalam Unhas memberikan kunci jawaban kepada peserta SBMPTN. Akibatnya, oknum itu telah dijatuhi sanksi oleh Unhas melalui tim Pembinaan Aparatur Negara (BINAP).
Hingga saat ini Unhas masih berperang memberantas laten joki. Di 2024 ini, Unhas melakukan pengawasan ketat pada pelaksanaan SNBT, bahkan melibatkan tim IT untuk mencegah adanya joki.
“Di depan ruang ujian itu dipersiapkan, ada yang memeriksa, kemudian ada prosedur yang ditetapkan, dan harus diikuti oleh semua peserta, baik pada sesi pagi maupun pada sesi siang hari,” jelas Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan (WR I), Prof drg Muhammad Ruslin MKes PhD SpBM(K).
Kehadiran joki di tiap tahun ini kemudian menimbulkan tanya, mengapa kecurangan seperti ini tidak dapat dibasmi?
Zakia Safitri Sijaya