“Sarjana kok jualan?”
“Sekolah sampai sarjana ujung-ujungnya jadi kasir?”
Anggapan ini tentunya sudah terdengar akrab di telinga lulusan baru. Komentar atas status sarjana muncul ketika gelar sering kali diromantisasi sebagai puncak kesuksesan karier. Bagi sebagian orang, gelar yang diperoleh seolah menjadi janji untuk mendapatkan pekerjaan bergengsi dan berkelas.
Banyak orang berpendapat bahwa setelah meraih gelar sarjana, pintu kesuksesan akan terbuka lebar dengan peluang karier yang linear dengan keilmuan para lulusan. Pemikiran ini mungkin benar dalam beberapa kasus, namun kenyataannya, mayoritas lulusan sarjana di Indonesia memilih terjun ke dunia kerja yang tidak sesuai disiplin ilmunya.
Dikutip dari detik.com, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim menyatakan, hanya ada maksimal 20 persen lulusan mahasiswa yang bekerja sesuai dengan program studinya. Sedangkan 80 persen dari lulusan itu bekerja di luar prodi mereka.
Selain tingginya persaingan kerja, fenomena banyaknya lulusan yang bekerja tidak sesuai studi juga didorong oleh faktor salah jurusan, minat yang berubah seiring waktu, dan kesempatan kerja di bidang tertentu sangat terbatas.
Dilansir kumparanNEWS, data dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Nizam menunjukkan, sebanyak 1,4 juta lulusan sarjana hingga diploma 3 setiap tahunnya. Dari angka itu, ternyata hanya tersedia 10 persen atau 141.866 total lowongan pekerjaan yang tercatat di Kementerian Ketenagakerjaan.
Fakta ini tentu menjadi sebuah realitas yang kurang mengenakkan bagi seorang sarjana. Tidak sedikit dari mereka akhirnya merasa terjebak dengan status akademiknya dan malu atau takut jika bekerja di luar bidang studi yang telah dipelajari.
Bagi sebagian sarjana, tekanan untuk ‘mengamankan’ pekerjaan sesuai gelarnya terasa cukup berat. Kondisi ini biasa muncul karena standar sarjana yang terlalu tinggi dari diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Ada semacam ketakutan terhadap persepsi masyarakat bahwa seorang sarjana yang bekerja di luar bidang akademiknya dianggap tidak sukses.
Dalam pikiran banyak lulusan, bekerja di luar bidang studi seakan menurunkan derajat mereka sebagai sarjana. Situasi semacam ini biasanya menciptakan tekanan sosial dan psikologis bagi para lulusan. Mereka merasa terjebak dalam standar masyarakat yang mengukur kesuksesan berdasarkan pekerjaan yang dijalani setelah lulus.
Alhasil, alih-alih mengambil langkah pertama di dunia kerja, mereka malah memilih menunggu hingga pekerjaan impian datang, walau terkadang tak kunjung tiba. Rasa gengsi ini pun membatasi pilihan karier dan membuat mereka kehilangan banyak peluang, waktu, dan pengalaman yang sebenarnya sangat berharga.
Jika berkaca pada kondisi sekarang, dunia kerja saat ini menuntut fleksibilitas dan kemampuan memecahkan masalah daripada sekadar bekerja sesuai gelar akademik.
Terkadang, peluang itu muncul dalam bentuk yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Mungkin merasa malu ketika harus bekerja di sektor yang berbeda dari cita-cita, namun apa salahnya jika pekerjaan itu mampu meningkatkan keterampilan kita di bidang lain?
Seorang lulusan teknik yang bekerja di bidang pemasaran misalnya, mungkin akan menyadari bahwa kreativitas dan inovasi yang dipelajari selama kuliah bisa diaplikasikan dengan cara yang berbeda. Pada akhirnya, ia bisa berkembang di bidang tersebut dan menciptakan kesuksesan yang lebih besar.
Bekerja di luar bidang studi bukanlah tanda kegagalan, melainkan bukti keberanian seseorang beradaptasi dengan tantangan dunia kerja saat ini. Dengan mengembangkan keterampilan baru dan melihat peluang di berbagai bidang, kita sebenarnya sedang mempersiapkan diri untuk mencoba lebih banyak kemungkinan di masa depan.
Pada akhirnya, gelar sarjana memang penting, tetapi tidak seharusnya menjadi jebakan yang membatasi kita dalam mengeksplor banyak kesempatan di lapangan kerja. Mungkin benar bahwa kita belajar ilmu tertentu selama kuliah, namun bukan berarti kita berhenti belajar setelah lulus.
Karena itu, jangan biarkan gelar yang diperoleh menjadi tembok penghalang yang menyulitkan ruang gerak kita dalam mengembangkan kapasitas diri. Sebab dunia kerja bukan tentang dimana kita memulai, tapi bagaimana kita terus bergerak maju dan menemukan arti di setiap perjalanan karier yang ditempuh.
Dukungan dari orang terdekat juga sangat penting. Keluarga, teman, dan masyarakat perlu mengubah cara pandangan terhadap sarjana yang bekerja di luar bidang studi. Dukungan positif dari lingkungan sekitar akan meningkatkan kepercayaan diri para lulusan dalam mengejar karier, tanpa rasa malu atau tekanan sosial yang membatasinya.
Miftahul Janna
Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2020
Sekaligus Bendahara PK identitas Unhas