Pendirian RSP Unhas tidaklah seindah yang disangkakan. Mulai dari AMDAL bahkan harus ‘berkelahi’ dengan warga akibat lahan menjadi tantangan yang dihadapi demi mewujudkan integrasi pelayanan kesehatan dan pendidikan. Meski begitu, RSP Unhas mampu melewati situasi yang getir itu.
Pendirian Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin (RSP Unhas) adalah langkah monumental dalam pengembangan sektor kesehatan dan pendidikan di Sulawesi Selatan, khususnya di Makassar. RSP Unhas didirikan sebagai jawaban atas desakan kebutuhan fasilitas kesehatan yang memadai di Makassar.
Proyek ini dimulai pada 15 September 2008 dengan tujuan menyediakan fasilitas kesehatan yang tidak hanya melayani pasien, tetapi juga berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penelitian bagi mahasiswa kedokteran serta disiplin ilmu lainnya.
Berdiri di lokasi yang strategis dan berdampingan dengan Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo (RSWS), yang telah lama beroperasi sebagai rumah sakit rujukan utama di Makassar, RSP Unhas dirancang dengan konsep integrasi pelayanan kesehatan, pendidikan, serta penelitian yang sinergis.
Pembangunan RSP Unhas dimulai dengan peletakan batu pertama oleh Rektor Unhas saat itu, Prof Dr dr Idrus A Paturusi pada September 2008. Gedung enam lantai yang dibangun di samping kiri pintu dua Unhas ini dirancang agar mahasiswa berkesempatan untuk belajar di dalam lingkungan yang nyata dan dinamis.
RSP Unhas selesai dibangun pada 2010 dan siap beroperasi untuk menunjang pengembangan tenaga kedokteran yang profesional. Namun, identitas melaporkan pada Akhir April 2010, operasional RSP Unhas tidaklah semulus yang disangkakan.
“Belum berjalannya RSP Unhas karena belum ada aliran listrik dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) masih dalam tahap penyusunan,” ungkap Rektor Unhas ke-11 itu.
Menanggapi kendala tersebut, Unhas membentuk Tim Penyusun AMDAL RSP Unhas yang diketuai oleh Dr Amiruddin MSi. Amiruddin menyatakan bahwa lokasi RSP sebenarnya termasuk dalam wilayah tanah milik Unhas. Setelah adanya peraturan terbaru dari pemerintah pusat, RSP Unhas diwajibkan memiliki dokumen AMDAL.
“Kami selaku tim penyusun kemudian mengajukan ke pihak Badan Lingkungan Hidup Makassar, dan hasilnya bukan AMDAL yang akan dibuatkan, tetapi UKL/UPL lah yang harus disusun,” jelasnya kala itu.
AMDAL merupakan kajian dampak lingkungan dari suatu usaha atau kegiatan. Ini dianggap penting untuk memastikan bahwa usaha yang direncanakan tidak berdampak buruk bagi lingkungan. Aspek fisik-kimia, ekologi, sosial ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat menjadi poin penilaian dalam AMDAL.
Meskipun RSP Unhas dapat beroperasi, perkara lahan pun menjadi tantangan berikutnya. Unhas kembali berupaya menggusur pedagang kaki lima di sekitar RSP dengan maksud perluasan fasilitas rumah sakit pada Juni 2010. Kejadian itu mengingatkan kita pada peristiwa penggusuran serupa di kawasan yang sama pada Mei 2005 (lihat di majalah identitas Edisi Maret 2024).
Walau dihadapkan dengan berbagai rintangan saat awal pendirian, RSP Unhas berhasil menyatukan aspek pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan secara efektif dalam satu tempat. Kehadiran rumah sakit ini diharapkan berkontribusi dalam menghasilkan tenaga medis yang kompeten dan memperluas akses layanan kesehatan bagi masyarakat.
RSP Unhas juga diharapkan terus berkembang dan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan penelitian. Integrasi yang kuat oleh RSP Unhas dapat berkontribusi secara jangka panjang bagi masyarakat dan menciptakan lingkungan yang lebih baik dalam pelayanan kesehatan.
Athaya Najibah Alatas