Kampus seyogyanya menjadi ruang aman bagi mahasiswa untuk merangkai masa depannya. Lingkungan akademik yang kondusif menjadi tanggung jawab perguruan tinggi agar menjadi tempat lahirnya pemikiran kritis dan inovasi yang bernilai tinggi.
Dinamika kehidupan kampus yang kompleks membuat perguruan tinggi berupaya keras untuk menjaga ketertiban lingkungan akademiknya. Aspek keamanan menjadi satu hal yang penting. Namun, keamanan lingkungan kampus menjadi sorotan setelah berbagai kejahatan dilaporkan terjadi di lingkup kampus.
Penyalahgunaan senjata tajam (sajam) pun terjadi di Universitas Hasanuddin (Unhas). Pada dasarnya, mahasiswa tidak membawa sajam ke dalam lingkungan kampus. Hal ini menimbulkan pertanyaan: “Apa maksud dan tujuan mahasiswa membawa sajam ke kampus?”
September 1999, tawuran pecah antara Fakultas Teknik dan Fakultas Sastra. Dalam tawuran itu, delapan orang dilaporkan tertangkap membawa sajam dan hak kemahasiswaannya langsung dicabut oleh Komisi Disiplin (Komdis) Unhas.
Kejadian serupa terjadi di awal Maret 2002. Tak seperti tawuran yang melibatkan dua fakultas, tawuran hebat ini hanya terjadi di Fakultas Sastra saja. Walaupun begitu, sajam menjadi alat yang mereka gunakan dalam tawuran ini. Akibatnya, tiga orang terluka parah dari kejadian itu.
Unhas merespon kejadian tersebut dengan cara yang sangat berbeda, yaitu memberikan ruang kepada polisi untuk mengambil tindakan. Jika kemudian terduga dinyatakan bersalah, maka hak akademiknya dicabut. Pembantu Rektor I kala itu, Dr Djabir Hamzah menerangkan peraturan dan kebijakan ini untuk memperlihatkan bagaimana seharusnya lingkungan akademik dibangun.
“Aturan ini, demi menampakkan ciri dan suasana masyarakat intelektual,” ujarnya dalam terbitan identitas awal Mei 2002.
Kejadian di Fakultas Sastra ini terbilang tragis. Tak dipungkiri, berbagai bentuk senjata tajam digunakan dalam kejadian itu. Salah satu jenis sajam yang didapati adalah papporo, sejenis senjata rakitan berpeluru timah dan paku. Sajam sejenis ini marak digunakan saat itu karena sangat mudah untuk masuk ke kampus.
Pada 2022, orang tidak dikenal menyerang empat dari sepuluh orang yang sedang berkumpul di salah satu himpunan mahasiswa di Fakultas Pertanian (Faperta). Wakil Kepala Satpam, Ridho mengatakan empat orang mengalami luka ringan akibat serangan yang terjadi pada Minggu (13/03/2022) dini hari itu.
“Berdasarkan keterangan oleh salah satu korban, mereka mengalami luka pada bagian bibir sama mata,” tutur Ridho, Minggu (13/03/2022).
Mengingat terduga pelaku disinyalir dari pihak luar, kejadian tersebut telah dilaporkan ke pihak kepolisian. Sekitar 20 orang pelaku disebut membawa sajam berupa badik dan di bawah pengaruh minuman keras.
Isu sajam kembali mencuat akibat pecahnya bentrok antara Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) dan Fakultas Peternakan (Fapet) pada 16-17 Maret 2023 yang lalu. Semuanya berawal dari masuknya sepuluh orang ke pelataran sekretariat lembaga mahasiswa FIKP membawa sajam pada 16 Maret pukul 02.00 Wita. Imbas dari kejadian itu, tiga orang mahasiswa mengalami luka ringan dan satu lainnya mengalami luka berat.
“Peristiwa pada subuh hari itu membuat teman saya, Iksan harus menerima sepuluh jahitan di bagian tangannya akibat terkena pecahan kaca,” tutur Ketua Sema Fapet, Muh Aswad saat ditemui di depan Dekanat Fakultas Peternakan, Selasa (21/3/2023).
Bagaimana pendapat sobat iden dengan fenomena ini? Akankah rentetan kejadian sebelumnya menjadi bahan evaluasi atau hanya menjadi trauma yang terus berputar di dalam kampus?
Andika Wijaya