“Selamatkan lingkungan kita, selamatkan negara kita, selamatkan masa depan kita,” tulis Susilo Bambang Yudhoyono di atas kanvas berwarna putih, saat ia meresmikan program kampus hijau di Unhas.
Lelaki berbadan tegak itu mencuri perhatian para sivitas akademika Unhas pada tahun 2006 lalu. Dengan dikawal Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), Susilo Bambang Yudhoyono mengunjungi Unhas guna meresmikan pencanangan program Unhas Green Community (UGC).
SBY, demikian kerap disapa, bersama istrinya, Ani Yudhoyono tampak menanam bibit pohon Ebony di halaman kampus Unhas sebagai tanda peresmian UGC. Pada kesempatan itu pula, SBY yang saat itu mengenakan baju bermotif batik berwarna merah mengimbau universitas untuk peduli akan lingkungan. “Universitas berkewajiban mengamankan potensi sumberdaya alam dan lingkungan, serta upaya penyelamatan lingkungan tidak boleh ditunda-tunda,” terangnya saat sambutan.
Peristiwa kedatangan SBY di Unhas kala itu tak terlepas dari peran Dr Agnes Rampisela. Dosen Unhas itu merupakan konseptor dari program penghijauan, dan pelestarian lingkungan kampus, atau biasa dikenal dengan nama UGC.
Seperti yang dilansir Bundel Identitas tahun 2006 tertulis, Unhas pernah mengadakan ‘Lokakarya tentang Kebersihan’. Acara itu merupakan suatu upaya untuk mensosialisasikan program penghijauan.
Agnes yang saat itu menjadi salah satu pembicara mengatakan, program ini bertujuan menjadikan Unhas sebagai kampus yang asri, dan ramah lingkungan. Selain itu, tambah Agnes, secara tidak langsung juga akan menghasilkan alumni yang sadar lingkungan.
Tak lama setelah kegiatan lokakarya tersebut, UGC mulai diterapkan di Unhas. Di awal praktiknya, beberapa program penghijauan mulai dilakukan, semisal mendirikan bank bibit. Bahkan masyarakat dan Pemerintah Daerah (Pemda) Makassar turut berkontribusi dalam konsep penghijauan itu. Terbukti dengan menyediakan bibit secara gratis kepada kelompok masyarakat yang tergabung dalam komunitas hijau.
Nahas, UGC hanya bertahan setengah tahun sejak diresmikan oleh SBY. Setelah Dr D Agnes ke Jepang,tak ada lagi yang meneruskan program ini.
Empat tahun setelahnya, Unhas kembali membuat konsep baru. Tentu dengan nama baru juga yaitu Green, Healtier, and Safer (GHS). Memiliki konsep yang mirip dengan UGC yaitu penghijauan dan pelestarian lingkungan, program ini baru terealisasi pada tahun 2012.
Selain menjadikan kampus hijau, konsep yang dipelopori oleh DrTechn Yashinta Kumala DS STMIP ini tampaknya juga berfokus membuat Unhas bersih dari polusi, dan asap kendaraan motor. Buktinya, Unhas saat itu menyuplai dua shelter sepeda, dan bus. Fasilitas itu bisa digunakan oleh para sivitas akademika di dalam kampus.
Untuk menunjang jalur sepeda dan bus, Unhas merencakan membuat jalan lingkar. Namun, pembangunan infrastruktur ini tak kunjung selesai, lantaran sebagian jalurnya masih dihuni oleh warga sekitar. Dan, kasus sengketa tanah tampaknya belum menemukan solusi hingga sekarang.
Selain itu, adanya program GHS ini, mobil pete-pete tak leluasa lagi keluar masuk kampus. Mendengar titah itu, para sopir pete-pete geram. Mereka merasa dirugikan karena tidak dapat lagi beroperasi di dalam kampus. Artinya, laju pendapatan mereka juga akan terganggu. Keresahan para sopir angkutan umum ini juga mendapat dukungan dari mahasiswa Unhas.
Walhasil, aksi protes para sopir pete-pete dan mahasiswa Unhas terjadi di monumenTridharma Perguruan Tinggi pada 15 Oktober 2012. Mereka menuntut adanya kebijakan dari kampus ihwal GHS.
Dalam upaya mewujudkan konsep GHS, juga terhalang oleh seringnya terjadi peristiwa bentrok di Unhas. Seperti,bentrokan antara warga dan mahasiswa yang berakhir dengan perusakan fasilitas kampus,termasuk sepeda pada tahun 2014. Kejadian ini bermula lantaran warga marah akan aksi demo mahasiswa yang mengganggu akses jalannya. Setelah kejadian peristiwa itu, gaung GHS kian meredam. Hingga realisasinya tidak terdengar lagi.
Impian menjadi World Class University (WCU) membuat Unhas terus berupaya mewujudkan kampus ramah lingkungan. Meski belum menerbitkan nama baru setelah GHS tak terdengar lagi, rencana dan segala konsep kampus ramah lingkungan itu termaktub dalam Buku Rencana Pembangunan Unhas tahun 2030 yang diterbitkan pada tahun 2013 lalu.
Kini,di masa kepemimpinan dua periode Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu MA, Unhas lagi-lagi menamakan konsep kampus ramah lingkungan dengan Green and Clean Campus (GCC). Hingga tulisan ini diterbitkan, menurut laporan Direktur Pengembangan dan Perencanaan Unhas, Dr Nirwan MSi, konsep GCC masih dalam tahap perampungan. Nirwan mengatakan, konsep ini merupakan hasil dari diskusi bersama dan akan terselenggara ke depan.
“Belakangan juga akan diadakan green and clean, di mana-mana orang pasti ingin hijau dan asri. Hijau tidak sekedar hijau tapi juga bersih, yang jelas ini juga merupakan program pemerintah termasuk renewable energy yang artinya kita manfaatkan energi yang ada, misal air dan pengelolaan limbah,” ujarnya, Senin (30/10).
Sebelum menerapkan GCC, Unhas mestinya belajar dari dua program kampus ramah lingkungan sebelumnya, UGC dan GHS. Terbukti, konsep ramah lingkungan itu belum terealisasi sempurna.
Misal konsep UGC dalam realisasinya, tampaknya hanya menjadi cita-cita satu orang bukan universitas. Sehingga, saat orang itu menghilang, maka lenyap pula lah konsep ramah lingkungan itu. Begitu pun dengan GHS yang hingga kini entah gaungnya menghilang begitu saja, dan realisasi yang belum optimal. Setelah itu, terbit lagi konsep ramah lingkungan yang dipastikan akan berlaku bernama GCC. Semoga saja konsepnya matang, dan terlaksana secara tuntas.
Reporter: Nurmala