Sebagai orang yang pelupa, saya sering berpikir, bagaimana otak memilih pengalaman mana yang akan diingat dan mana yang tidak. Jika Anda juga adalah seorang pelupa dan pernah mempertanyakan hal serupa, buku The Power of Habit ini bisa menjadi titik terang untuk menjawab rasa penasaran itu.
Buku yang ditulis oleh Charles Duhigg tersebut membahas bagaimana otak bekerja berdasarkan kebiasaan sehari-hari yang kita lakukan. Buku ini termasuk buku self-control. Didalamnya ada banyak sekali hasil riset dalam bidang neurologi dan contoh kasus. Sehingga pembaca disajikan pernyataan-pernyataan yang berbasis pada fakta di lapangan.
Ambil contoh pada permulaan bab. Charles membukanya dengan cerita mengenai seorang lelaki berusia 71 tahun yang kehilangan ingatannya akibat sebuah kecelakaan. Jika Anda pernah menonton film 50 First Date, karakter Lucy yang kehilangan ingatan jangka pendeknya akibat kecelakaan mirip dengan yang dialami lelaki tersebut. Mereka tidak bisa menerima informasi baru. Dalam dunia medis, lelaki bernama Eugene Pauly (EP) menjadi orang yang memiliki sumbangsih besar terhadap ilmu pengetahuan khususnya di bidang neurologi.
Selama hidupnya, para peneliti mengamati bagaimana otak EP bekerja untuk mengingat sesuatu. Mereka dikagetkan ketika EP yang tidak bisa mengingat denah rumahnya sama sekali dapat pulang ke rumahnya tanpa ditemani siapapun.
Dokter yang menangani EP memang menyarankan agar sang istri, Beverly, harus sering mengajak EP berolahraga kecil-kecilan, jalan-jalan keliling kompleks, misalnya. Setelah sering melakukan itu, pada suatu pagi, Beverly luput mengawasi EP. Ternyata ia pergi berkeliling kompleks seorang diri. Beverly panik hingga menangis.
Dokter pernah memberitahunya bahwa jika EP hilang, maka dia tak akan pernah kembali. Akan tetapi, EP berhasil pulang ke rumah tanpa kebingungan. Selain itu, meski tidak bisa menunjuk di mana letak dapur di rumahnya dengan tepat, akan tetapi ketika ia lapar, ia tahu jalan mana yang harus ia tuju untuk tiba di dapur.
Dari peristiwa tersebut, peneliti menemukan bahwa kebiasaan yang telah terbentuk di alam bawah sadar seseorang, dalam kasus ini adalah EP, dapat dilakukan tanpa mengandalkan ingatan. Setelah menemukan fakta itu, peneliti melakukan percobaan pada tikus untuk melihat bagaimana otak bekerja pada sebuah kebiasaan.
Nah, dari percobaan itulah Charles Duhigg membuat sebuah lingkaran soal bagaimana kebiasaan bekerja agar mudah dipahami. Lingkaran kebiasaan itu terdiri dari tanda, rutinitas, dan kebiasaan. Ketika di fase awal atau fase melihat tanda, otak bekerja sangat keras. Tanda bisa berupa apa saja. Misalnya, ketika kita ingin membangun kebiasaan berolahraga, kita bisa menjadikan sepatu lari yang kita letakkan di kamar sebagai tanda. Setelah itu, rutinitas. Rutinitas ini bisa kita pilih sekehendak kita. Lalu, rutinitas yang terus-terusan dilakukan akan membentuk kebiasaan.
Citra otak tikus yang diteliti memperlihatkan bahwa aktifitas yang dilakukan secara rutin membuat kerja otak tidak sekeras di fase awal. Hal inilah yang membuat EP dapat pulang ke rumah atau tanpa sadar berjalan ke dapur ketika lapar atau toilet ketika ingin buang air.
Banyak sekali hal menarik berdasarkan riset yang disampaikan penulis dalam buku ini. Kisah EP hanya salah satunya. Penulis juga menyadarkan pembaca bahwa sebagian keputusan besar yang kita ambil dalam hidup didasar oleh kebiasaan yang tanpa kita sadari terbentuk di alam bawah sadar kita.
Ketika membaca buku ini saya jadi teringat kutipan di buku The God of Small Things, bahwa manusia adalah makhluk yang didikte oleh kebiasaan dan yang menakjubkan, manusia bisa terbiasa pada apapun. Selamat membaca!
Data Buku
Penulis : Charles Duhigg
Judul : The Power of Habit
Terbit : Tahun 2013
Penerbit : KPG
Halaman : 370
Penulis :Khintan
Editor: Andi Ningsih