Prevalensi merokok di Indonesia masih tergolong sangat tinggi, terutama di kalangan usia produktif. Hal ini dibuktikan melalui Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, di mana 7,4 persen di antaranya merupakan perokok berusia 10-18 tahun.
Padahal, mengonsumsi rokok sangat berbahaya bagi kesehatan. Mengonsumsi rokok berisiko menimbulkan penyakit jantung, kanker paru-paru, dan berbagai dampak buruk lainnya.
Lalu bagaimana tantangan dalam membatasi konsumsi rokok? Dan strategi apa yang perlu dijalankan untuk mengatasi hal itu? Berikut wawancara Reporter PK identitas Unhas, Adrian bersama dengan Dosen Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas, Dr Shanti Riskiyani SKM MKes, Rabu (18/10).
Bagaimana konsumsi rokok mempengaruhi harapan hidup?
Berdasarkan data SKI 2023, kecenderungan untuk merokok terjadi pada usia yang semakin muda. Ketika seseorang mulai merokok di usia muda, risiko kecanduan meningkat, sehingga semakin sulit untuk berhenti. Kondisi tersebut meningkatkan risiko penyakit serius seperti kanker ataupun gangguan pada pembuluh darah atau jantung, karena durasi merokok yang lebih panjang.
Pengaruhnya terhadap harapan hidup yaitu orang dengan penyakit jantung atau kanker biasanya memiliki harapan hidup yang lebih rendah, terutama karena penyakit-penyakit ini sering disertai dengan kondisi lain, seperti hipertensi. Merokok dapat memperburuk kondisi ini, terlebih jika disertai dengan pola hidup tidak sehat seperti kurang olahraga.
Namun, harapan hidup tidak hanya dipengaruhi oleh merokok saja. Ada banyak faktor lain yang berperan, seperti konsumsi alkohol dan gaya hidup, yang dapat memperburuk risiko penyakit. Selain itu, kebiasaan merokok pada usia muda sering kali mendorong rasa ingin mencoba sensasi lain, seperti alkohol atau bahkan narkoba, yang semakin memperparah dampak kesehatan jangka panjang.
Apakah ada data penelitian rata-rata harapan hidup berkurang akibat merokok?
Berbicara mengenai harapan hidup orang dengan penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular, jelas bahwa kondisi ini sangat mempengaruhi kualitas hidup jangka panjang. Penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung, kanker, atau gangguan pernapasan akibat merokok, dapat berdampak serius pada berbagai aspek kehidupan,
Berbicara data, saya memiliki data walau sudah lama yang menunjukkan bahwa sekitar 225.700 orang meninggal setiap tahunnya di Indonesia akibat rokok. Meskipun merokok bukan satu-satunya penyebab kematian, kebiasaan ini bisa memicu berbagai masalah kesehatan lain yang meningkatkan risiko penyakit kronis dan degeneratif, yang pada gilirannya memperburuk harapan hidup.
Khususnya pada perempuan, risikonya bisa lebih besar. Misalnya, kanker paru-paru dan penyakit jantung memiliki dampak yang lebih signifikan pada perempuan dibandingkan laki-laki. Selain itu, perempuan cenderung lebih rentan terhadap stres, yang dapat memperburuk risiko penyakit. Kondisi mental ini bisa menambah beban mereka. Beban fisik dan emosional ini memperberat dampak penyakit kronis, sehingga kualitas hidup mereka semakin tertekan.
Bagaimana efek berhenti merokok pada berbagai tahap kehidupan terhadap harapan hidup?
Biasanya, perokok kesulitan saat pertama kali mencoba berhenti karena kecanduan nikotin yang cukup kuat. Nikotin memberikan efek menenangkan dalam jangka pendek, sehingga saat berhenti, perasaan gelisah sering muncul.
Namun, mereka yang berhasil berhenti merokok umumnya mengalami peningkatan kesehatan. Secara fisik, perubahan terlihat pada penampilan yang lebih segar dan tubuh yang lebih sehat. Setelah berhenti, nafsu makan juga meningkat karena metabolisme tubuh mulai membaik. Saat masih merokok, perokok sering kali merasa tidak lapar dan hanya mengandalkan rokok. Tetapi ketika berhenti, tubuh memerlukan asupan makanan yang lebih baik, sehingga orang yang sudah berhenti merokok biasanya terlihat lebih sehat dan memiliki berat badan yang lebih ideal dibandingkan saat masih merokok.
Apa saja faktor-faktor selain merokok yang berinteraksi dan mempengaruhi harapan hidup perokok?
Dalam promosi kesehatan, terdapat tiga kunci utama agar kita selalu sehat yaitu makan sehat, jalan sehat, dan pikir sehat. Jadi, kesehatan tidak hanya tentang asupan makanan yang kita konsumsi, tetapi juga aktivitas fisik dan kondisi mental.
Jalan sehat mengacu pada pentingnya memiliki aktivitas fisik yang teratur. Aktivitas fisik ini bukan hanya sekadar pekerjaan rumah tangga seperti menyapu atau membersihkan rumah, tetapi benar-benar berolahraga. Aktivitas ini bisa dilakukan setidaknya seminggu sekali atau dua minggu sekali, yang penting ada olahraga rutin.
Selain itu, pikiran yang sehat juga penting. Meskipun tubuh kita dalam kondisi fisik yang baik, jika mental tidak sehat, itu bisa mempengaruhi kesehatan secara keseluruhan. Misalnya, saat kita stres, nafsu makan bisa terganggu. ada orang yang makan lebih sedikit, sementara ada juga yang makan berlebihan saat stres. Oleh karena itu, ketiga aspek ini merupakan kuncian untuk sehat.
Bagaimana perbandingan dampak merokok terhadap harapan hidup di negara maju dan berkembang?
Jika kita bicara tentang negara maju, akses mereka terhadap rokok jauh lebih sulit dibandingkan dengan kita. Di negara maju, membeli rokok satuan itu tidak mungkin. Sedangkan di sini, membeli rokok per batang sangat mudah. Hal ini membuat risiko merokok di negara maju lebih rendah daripada di negara kita. Selain itu, jika bicara tentang kualitas udara dan air, perbedaannya juga signifikan ditambah dengan tingginya konsumsi rokok. Kondisi ini memperburuk kesehatan secara keseluruhan.
Selain itu, fasilitas kesehatan dan upaya pencegahan di negara maju jauh lebih baik. Upaya pencegahan di negara maju sudah menjadi kebiasaan, sedangkan di sini, sering kali baru dilakukan setelah penyakit terjadi. Ketika kita melihat kualitas pengobatan, di negara maju, teknologi medis jauh lebih maju, sehingga pengobatan untuk penyakit berat seperti kanker atau jantung bisa lebih efektif.
Di negara kita, akses mudah terhadap rokok, buruknya kualitas udara dan air, serta kurangnya pencegahan kesehatan, semuanya menambah risiko penyakit. Hal ini tentu berdampak pada harapan hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Apakah ada perbedaan harapan hidup antara perokok aktif dan perokok pasif?
Sama saja. Contohnya mendiang Ibu Menteri Kesehatan, Dokter Endang Sedianingsih, yang terkena kanker paru-paru meskipun beliau tidak merokok. Sebagai seorang dokter, beliau tetap terkena kanker paru karena sering berada di lingkungan perokok dan menjadi perokok pasif. Ini menunjukkan bahwa risiko merokok pasif bisa sama besarnya dengan perokok aktif.
Inilah mengapa penting sekali untuk membatasi ruang-ruang bagi perokok. Saat ini, di tempat-tempat makan seperti cafe atau warung kopi, masih ada area nyaman untuk perokok, dan kita tidak pernah tahu apakah asapnya bisa menyebar ke area lain. Kita tidak bisa mengendalikan penyebaran asap rokok sepenuhnya.
Apakah ada perbedaan dalam dampak terhadap harapan hidup antara rokok konvensional dengan rokok elektrik?
Kedua jenis rokok ini sama-sama menyebabkan adiksi dan memiliki risiko besar terhadap kesehatan, terutama pada paru-paru. Beberapa riset terbaru bahkan menunjukkan bahwa rokok elektrik bisa menyebabkan tingkat adiksi yang lebih tinggi dibandingkan rokok konvensional.
Adiksi yang ditimbulkan oleh keduanya sangat kuat. Ketika seseorang sudah kecanduan, mereka cenderung mencari berbagai cara untuk tetap merokok, meskipun telah ada peringatan bahaya pada kemasan rokok. Mereka bahkan mengganti kotak rokok tersebut agar tidak melihat peringatan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa kecanduan nikotin membuat seseorang terus berusaha mencari pembenaran untuk tetap merokok, baik itu rokok konvensional maupun elektrik.
Apa tantangan terbesar dalam meningkatkan harapan hidup terkait dengan upaya pengurangan konsumsi rokok?
Tantangan terbesar saat ini memang akses rokok yang masih sangat mudah, baik rokok konvensional maupun elektrik, terutama bagi anak-anak muda. Dengan adanya rokok elektrik, akses terhadap produk tembakau semakin beragam dan mudah dijangkau, meskipun di umur yang sangat muda. Hal ini memperbesar risiko adiksi, yang jauh lebih tinggi jika seseorang mulai merokok di usia muda, dibandingkan jika memulainya di usia yang lebih tua.
Kondisi ini memprihatinkan karena selain adiksi nikotin, gaya hidup anak muda saat ini juga menambah tantangan terhadap kesehatan mereka. Aktivitas fisik yang kurang, ditambah dengan asupan makanan yang tidak sehat, memicu peningkatan obesitas dan risiko penyakit-penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit jantung di usia produktif.
Apa strategi yang efektif untuk mengurangi konsumsi rokok di masyarakat?
Sekarang memang sudah ada kebijakan yang lebih ketat mengenai iklan dan sponsor dari perusahaan rokok. Iklan rokok di TV, misalnya, hanya boleh tayang setelah jam 11 malam, dan tidak boleh menampilkan rokok secara langsung. Di Unhas sendiri, sponsor dari perusahaan rokok sudah tidak diterima lagi. Padahal dulu sering sekali ada kegiatan olahraga atau PKM yang disponsori oleh perusahaan rokok, bahkan ada beasiswa dari mereka.
Pembatasan lingkungan untuk merokok, seperti yang dilakukan di FKM Unhas, adalah langkah efektif. Contohnya, tukang-tukang bangunan yang bekerja di lingkungan FKM dilarang merokok. Ini memaksa mereka untuk mencari tempat lain jika ingin merokok, yang tentu saja mempersulit kebiasaan mereka. Selain itu, menaikkan harga rokok juga seharusnya menjadi salah satu solusi. Tapi masalahnya, rokok masih bisa dibeli per batang, yang membuat akses tetap mudah, bahkan untuk anak-anak.
Penguatan aturan juga harus diimbangi dengan kesadaran sosial. Misalnya, di kendaraan umum, masih ada yang merokok meskipun sudah ada larangan. Tidak semua orang berani menegur, padahal mereka berhak mendapatkan udara bersih. Perokok juga harus menghormati hak orang lain untuk mendapatkan lingkungan yang bebas asap rokok.
Data diri narasumber:
Dr Shanti Riskiyani SKM MKes
Tempat, Tanggal Lahir: Lhokseumawe, 21 Oktober 1978
Dosen Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Riwayat pendidikan:
S1 Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin
S2 Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin
S3 Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia