Belakangan ini generasi Z atau Gen Z menjadi topik yang hangat dibincangkan karena disebut memiliki mental yang mudah rapuh. Generasi ini juga sering disandingkan dengan istilah generasi Strawberry yang memiliki tampilan menarik tapi mudah remuk. Banyak ide-ide yang muncul dari kepala mereka, tetapi ketika diberi umpan balik, dihadapkan dengan masalah, atau bahkan sekedar diberikan tugas, muncul perilaku mudah mengeluh, sedikit-sedikit perlu refreshing, self diagnose, bahkan self harm.
Berdasarkan data survei Mckinsey Health Institute, sebanyak 18% Gen Z yang lahir tahun 1997-2012 di seluruh dunia mengalami kesehatan mental yang buruk. Di Indonesia sendiri, berdasarkan Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) (2022) menyebutkan, satu dari tiga remaja memiliki masalah kesehatan mental dalam kurun waktu 12 bulan.
Lantas, bagaimana tanggapan dari psikolog terkait hal tersebut? Simak wawancara khusus Reporter PK identitas Unhas, Jum Nabillah bersama Dosen Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Istiana Tajuddin SPsi MPsi Psikolog, Sabtu (07/10).
Bagaimana tanggapan Anda terkait Gen Z yang dikatakan sebagai generasi dengan mental yang mudah remuk?
Tidak semua Gen Z seperti itu, karena banyak juga Gen Z bisa berprestasi, walaupun mungkin ada beberapa yang keluarganya tidak utuh. Justru anak-anak Gen Z yang hidupnya penuh tantangan mengajari mereka untuk menghadapi masalah tersebut.
Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan Gen Z rentan memiliki mental lemah?
Jadi yang pertama kita lihat bagaimana generasi ini lahir, anak-anaknya di tahun 2000-an itu sudah lebih melek dengan informasi parenting, mulai masuk positive parenting. Kemudian ada kecenderungan untuk memanjakan anak. Pola asuh ini akhirnya kemudian diterapkan pada generasi tahun 2000-an sehingga lahirlah anak-anak yang tidak terbiasa untuk menyelesaikan persoalannya secara mandiri.
Selain itu, over sensitive terhadap kritikan karena terlalu menganggap dunia ini positif. Gen Z memiliki kecenderungan egaliter atau menganggap semua orang itu setara, mau itu tua ataupun muda. Mereka berpikir bisa berperilaku setara sehingga timbul perilaku enggan untuk menerima umpan balik.
Gen Z banyak menghabiskan waktu di media sosial dan ketika dihadapkan dengan masalah, mereka cenderung mengeluh di media sosial. Bagaimana tanggapan Anda?
Teknologi yang canggih ini berpengaruh pada keterampilan sosial Gen Z. Karena terlalu banyak berinteraksi dengan dunia maya, remaja-remaja sekarang mengalami gejala lonely, kesepian yang semakin bertambah. Selain itu, ada kemungkinan juga bahwa tidak ada yang mau mendengarkan mereka pada saat ingin menceritakan kesulitan-kesulitannya sehingga muncullah perasaan individualistik dan masalah empati.
Generasi ini merasa bebas untuk berekspresi sehingga ada mindset yang menganggap media sosial sebagai media privat. Ada juga kecenderungan melebih-lebihkan penderitaan, melebih-lebihkan hal yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara-cara yang lebih sehat.
Apa langkah yang tepat bagi generasi muda agar memiliki mental yang tangguh?
Semakin bertumbuh, kita perlu untuk mengukur kemampuan diri sendiri. Seringlah melatih diri dalam memecahkan masalah secara mandiri dengan cara yang sehat. Namun, perlu dibedakan dengan kebiasaan individualistik yang membuat diri sungkan meminta tolong ketika sudah berada di titik sulit.
Dalam hal ini, peran orang tua juga berpengaruh. Orang tua yang mendukung anaknya agar bisa melalui masalah yang dihadapi dan tidak terus mengambil alih dapat membangun karakter anak yang tangguh ke depannya.
Cara lainnya, silahkan perluas pergaulan dengan sehat, tahu batasan, masuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dan sebagainya. Jadilah diri sendiri dan tunjukkan siapa diri Anda sebenarnya, disitulah Anda akan mendapatkan teman-teman yang sebenarnya. Jadilah teman yang suportif, bukan teman yang toxic.
Bagaimana sebaiknya kampus berperan dalam membangun generasi dengan mental yang lebih tangguh?
Kampus perlu menciptakan lingkungan yang mendukung dengan memberikan ruang belajar yang nyaman. Dalam hal ini dosennya dapat terbuka dengan mahasiswa, tetapi dengan tetap menjaga kaidah-kaidah etika yang berhubungan dengan dosen.
Di Unhas, layanan kesehatan mental sudah cukup optimal dengan disediakan dosen PA dan Pusat Layanan Psikologi yang bisa membantu mahasiswa. Layanan ini diberikan gratis bagi mahasiswa.
Apa pesan anda bagi generasi muda sekarang?
Jadilah orang yang selalu sadar bahwa hidup kita itu bukan dalam kendali kita seorang diri kita. Ada banyak sekali variabel yang mempengaruhi hidup kita, sehingga bila terjadi kesalahan itu tidak menyalahkan diri sendiri seutuhnya atau tidak juga menyalahkan diri orang lain sepenuhnya itu.
Perbaiki kemampuan refleksi, belajar untuk menghayati kemampuan diri. Jangan pernah takut untuk minta bantuan dan yakinlah bahwa Tuhan itu selalu hadir untuk membantu Anda. Jadi perbaiki juga hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Data diri narasumber:
Istiana Tajuddin, SPsi MPsi Psikolog
S1 di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
S2 di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Mayoring Klinis; Minoring Pendidikan
Bidang keahlian Psikolog Remaja, Dewasa, dan Keluarga