Fierenziana Getruida Junus, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan Universitas Hasanuddin (Unhas) juga merupakan dosen jurusan Sastra Prancis. Meski sekarang mendapat jabatan, rupanya Fieren lebih cinta pada profesinya sebagai tenaga pengajar.
Sejak diangkat menjadi Kepala UPT Perpustakaan Unhas tahun 2019 lalu, dia mengaku sempat kebingungan membagi kesibukan antara mengajar dan menjadi Kepala UPT Perpustakaan.
“Awalnya sih sempat pontang-panting membagi waktu antara mengajar dan di sini (perpustakaan, red). Tapi ya, syukur sekarang saya sudah agak lebih luang dan bisa membagi waktu dengan adil,” jelas Fieren, panggilan akrabnya, saat ditemui identitas di ruang kerjanya, baru-baru ini.
Maklum, sebelum menjabat sebagai Kepala UPT Perpustakaan, dia sehari-harinya sebagai Dosen Jurusan Sastra Prancis Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas. Makanya, kini merangkap tugas, dosen sekaligus pustakawan.
Bagi Fieren, setiap tanggung jawab yang didapatkan, merupakan amanah yang harus dijalankan dengan sebaik mungkin. ”Menjadi Kepala UPT Perpustakaan, sebenarnya tidaklah memiliki suatu hal yang istimewa. Saya hanya berkeinginan memperbaiki atau mungkin istilah yang tepatnya menyempurnakan sistem yang telah ada,” ungkapnya.
Disinggung visi-misinya selaku kepala perpustakaan, Fieren mengaku, tidak ada semacam visi-misi khusus. “Mungkin sama saja dengan tahun-tahun sebelumnya.”
Namun begitu, wanita yang tergolong serba bisa ini menginginkan perpustakaan menjadi tempat yang nyaman bagi seluruh pengunjungnya. Dia mengakui, tertarik dengan metode pemanfaatan kembali, sehingga ia mendapatkan ide dengan memanfaatkan kembali barang bekas yang dulunya berserakan di gudang.
Dia memindahkan barang-barang perpustakaan kuno, seperti proyektor dan lain-lain yang berada di pojok perpustakaan agar dipajang sebagai suatu situs bersejarah. Ini diakui, agar pemuda masa kini juga dapat mengetahui hal tersebut.
Kembali membincang soal mengajar, Fierenziana mengaku sangat mencintai dunia mengajar. Baginya mengajar juga merupakan hobi sekaligus mimpinya yang telah ia impikan sedari muda dulu. “Saya sangat mencintai dunia mengajar. Boleh dibilang, memang sedari muda dulu sudah menjadi asisten dosen dan sangat berminat mengajar,” bebernya.
Membahas tentang metode pembelajarannya, wanita berkulit putih ini mengakui, menggunakan metode pembelajaran sesuai perkembangan zaman. “Anak muda zaman sekarang, sangatlah mudah bosan dengan berbagai mata perkuliahan. Oleh karena itu, saya memutar otak dan memberikan banyak game berupa kuis di sela-sela jam mengajar,” ungkapnya.
Diakui Fieren, Game yang dipertandingkan sangatlah variatif dan menarik. “Alhasil, anak-anak yang semula mulai mengantuk dan bosan, kembali bersemangat dan aktif. Saya sangat puas dengan hasil dari metode mengajar ini,” jelasnya.
Ditanya soal lingkungan keluarga, dosen Sastra Prancis ini mengaku family woman. Liburan, natal, dan tahun baru merupakan momen yang paling ditunggu bersama keluarganya. Sebab, momen seperti inilah, dia bersama keluarga besarnya dapat berkumpul.
Wanita yang memiliki enam saudara ini mengungkapkan, walaupun saudara-saudaranya tinggal berjauhan karena masing-masing berada di berbagai daerah di Indonesia, mereka selalu kompak dalam meluangkan waktu untuk keluarga.
Yah, slogan yang tepat untuk dicerminkan wanita ini adalah; “family come first”. Bahkan di saat libur Idul Fitri pun dia mengaku dirinya dan keluarganya turut meluangkan waktu untuk berkumpul bersama.
Terakhir, wanita yang supel ini menyatakan, harapan ke depan lebih banyak mengenai isu pendidikan. Baginya, merupakan wanita yang terlahir dari keluarga yang sangat mementingkan pendidikan. Dia sangat peduli terhadap pendidikan saat ini, khususnya di Indonesia.
“Saya berharap berharap besar terhadap pemerintah agar program pemerataan pendidikan di Indonesia dapat benar-benar terlaksana. Kurangnya tenaga pengajar ahli juga menimbulkan kekhawatiran. Sehingga, seharusnya pemerintah dapat memberikan solusi terhadap hal tersebut,” imbuh Fieren.
Isabella Annelise

Discussion about this post