Pusat Studi Kebencanaan Lembaga Penelitian dan Pengembangan kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Hasanuddin (Unhas) berkolaborasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pusat mengadakan Kuliah Umum. Bertajuk “Indonesia Tsunami Early Warning Systems (inaTEWS): Penguatan dan Pengembangannya,” kegiatan berlangsung di Ruang Seminar Gedung LPPM Unhas dan melalui Zoom Meeting, Rabu (15/3).
Dimoderatori Kepala Pusat Studi Kebencanaan, Dr Eng Ilham Alimuddin, kegiatan menghadirkan Deputi Bidang Instrumentasi, Kalibrasi, Rekayasa, dan Jaringan Komunikasi BMKG, Dr Ir Muhammad Sadly M Eng sebagai narasumber.
Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) adalah sebuah sistem peringatan dini tsunami yang berlaku di Indonesia dan diresmikan tanggal 11 November 2008 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada kesempatannya, Sadly mengungkapkan, sebelum inaTEWS dirilis, peringatan dini tsunami sementara mengandalkan US/NOAA Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC) dan Japan Meteorogical Agency. Produk utama inaTEWS adalah info gempa dan tsunami warning yang dideseminasikan dalam waktu kurang dari lima menit setelah terjadi gempa bumi.
“Dalam penguatan dan pengembangannya, tercatat sudah ada 553 sensor seismograf yang masuk di inaTEWS hingga tahun 2023,” jelas Sadly.
Ia menyampaikan, ketika gempa Aceh terjadi pada 2004 lalu, pemahaman mengenai tsunami masih terbilang kurang. Selain itu, sistem pemantauan gempa dan tsunami masih terbatas, serta tidak adanya sistem peringatan dini.
“Banyak yang kita pelajari saat gempa Aceh, sehingga ini menjadi salah satu hal yang melatarbelakangi dibuatnya inaTEWS,” ungkap Sadly.
Lebih lanjut, Sadly memaparkan, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2019 tentang penguatan dan pengembangan inaTEWS terdapat dua komponen didalamnya, yaitu struktur dan kultur. BMKG bersama empat kementerian lembaga lainnya berada di struktur sebagai pembangun dan penyedia.
“Unhas sendiri berada di komponen kultur, di mana BNPB sebagai titik fokus bersama kementerian lembaga lainnya,” ucap Sadly.
Sadly berharap, kedua komponen tersebut harus saling bekerja sama karena saling terkait. Untuk itu, tidak ada yang boleh berat sebelah. “Inilah pentingnya literasi dan pengetahuan tentang info gempa dan tsunami warning bagi perguruan tinggi yang harus disalurkan kepada masyarakat sebagai komponen kultur,” pungkasnya.
Nabila Rifqah Awaluddin