Menjadi seorang yang memiliki keterbatasan dalam penglihatan bukanlah hal yang mudah. Salah satu kesulitan yang dihadapi teman-teman netra yaitu keterbatasan dalam hal pendidikan. Mereka tidak leluasa untuk memilih sekolah tempat menimba ilmu.
Sering kali terdengar narasi bahwa teman-teman netra hanya bisa menuntut pendidikan di sekolah luar biasa. Topik ini tentunya berdampak pada peluang mereka untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, baik itu di bidang akademik maupun non akademik.
Melihat kondisi tersebut, sekelompok tunanetra berinisiatif untuk membentuk suatu organisasi yang di dalamnya khusus orang-orang netra. Organisasi ini bernama Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) yang dibentuk pada 26 Januari 1966.
Atas kesadaran teman-teman netra akan pentingnya lingkungan yang inklusif untuk teman-teman yang tidak melihat, terbentuklah Pertuni. Lembaga ini dibentuk untuk mengoptimalkan kesejahteraan dan hak teman-teman tunanetra melalui advokasi, pelatihan, dan pemberdayaan.
Pertuni merupakan organisasi berjenjang yang berpusat di Jakarta dan memiliki tiga tingkat kelompok. Dewan Pengurus Pusat (DPP) merupakan tingkatan yang paling atas di Pertuni dan menaungi seluruh cabang Pertuni di Indonesia. Selanjutnya, tingkatan dalam skala provinsi atau regional, Dewan Pertuni Daerah (DPD) dan dilanjutkan pada tingkatan terakhir yaitu Dewan Pengurus Cabang (DPC).
Sekretaris DPD Pertuni Sulawesi Selatan (Sulsel), Ismail Naharuddin menceritakan bahwa ada beberapa program atau kegiatan yang dilakukan Pertuni Sulsel. Salah satunya seperti melakukan diskusi tiap tiga atau enam bulan sekali yang temanya disesuaikan dengan fenomena yang terjadi di kalangan teman-teman netra.
“Misalnya teman-teman netra membutuhkan solusi masuk ke dunia pekerjaan. Kami juga biasanya mengambil topik yang telah dikumpulkan sebelumnya kemudian menyeleksi mana lebih penting untuk dibahas terlebih dahulu,” ucapnya.
Beberapa kegiatan lain yang diadakan Pertuni Sulsel adalah mengadakan pelatihan menggunakan komputer, melaksanakan bazar amal, dan menyelenggarakan pembinaan dasar kepemimpinan.
“Bazar amal menurut kami adalah upaya penggalangan dana, yang bisa menyadarkan dan memberikan gambaran kepada teman-teman netra, bahwa untuk mengelola atau sampai dalam satu tujuan kegiatan itu membutuhkan proses yang tidak mudah dan tenaga yang tidak sedikit,” pungkas Ismail.
Sebelum adanya Pertuni, banyak sekali teman-teman netra yang kesulitan menempuh pendidikan di sekolah umum. Biasanya, mereka akan kembali dialihkan ke Sekolah Luar Biasa atau pendidikan khusus jika mendaftarkan diri di pendidikan umum.
Oleh karena itu, sejak Pertuni dibentuk, dampak yang dirasakan oleh teman-teman netra sangat banyak. Salah satunya, kemudahan yang diperoleh teman-teman netra untuk bisa bersekolah umum dan memperoleh akses untuk pekerjaan formal seperti menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun yang lainnya.
Pertuni Sulsel terus berupaya untuk bisa menjadi wadah untuk mengembangkan potensi yang ada pada teman-teman netra. Selain itu, lembaga ini juga mengadvokasi seluruh hak-hak yang perlu diterima oleh teman-teman netra, agar terwujud lingkungan yang inklusif bagi mereka.
Hingga kini, anggota yang ada di Pertuni Sulsel terdiri dari pengurus berjumlah tujuh orang dan pengawas berjumlah tiga orang. Adapun tantangan yang mereka alami pada bagian ini adalah bagaimana cara menarik perhatian atau langkah untuk mendorong semangat teman-teman netra dari berbeda generasi untuk tetap aktif memperjuangkan hak-haknya.
“Di sini kami juga mempunyai tantangan berupa perbedaan pola antara loyalitas teman-teman dalam berorganisasi, khususnya antara generasi milenial dan generasi Z (Gen Z). Jadi, kita mempunyai tugas bagaimana merangkul rekanan yang berbeda generasi ini untuk tetap aktif dalam meneruskan Organisasi Pertuni Sulsel,” ungkap Ismail.
Pertuni merupakan organisasi nirlaba yang tidak dibiayai oleh pemerintah maupun perusahaan swasta, serta tidak berafiliasi dengan partai politik. Sumber dana yang didapatkan organisasi ini jika ingin melaksanakan suatu kegiatan berasal dari bazar amal, penggalangan dana, bermitra, atau membuka sponsor dengan lembaga atau korporasi swasta.
Dengan adanya Pertuni, teman-teman netra sangat terbantu baik itu dari segi pendidikan, pengembangan skill, dan juga dalam urusan pekerjaan di masa mendatang.
“Saya berharap Pertuni Sulsel selalu berada dalam jalur visi dan misinya. Tetap berperan aktif sebagai organisasi yang mengadvokasi isu-isu tunanetra. Konsisten dalam memperjuangkan terciptanya lingkungan inklusif bagi teman-teman netra,” tutur Ismail.
Nurul Sapna SL