Tahukah kamu? Buah Patikala yang sering kita temui di beberapa tempat rupanya memiliki beragam manfaat, loh. Buah yang dikenal juga dengan sebutan kecombrang ini biasanya digunakan masyarakat sebagai bahan pelengkap dalam pembuatan Kapurung, makanan tradisional Sulawesi Selatan (Sulsel). Tumbuhan yang termasuk dalam famili Zingiberaceae ini dapat dimakan dan bahkan dimanfaatkan sebagai obat untuk membersihkan luka dan menyembuhkan sakit telinga. Olahan tanaman ini sering juga digunakan sebagai pewangi, sampo, dan bahan deterjen.
Tak hanya buahnya saja, daun patikala rupanya juga sangat berguna. Daunnya mengandung senyawa bioaktif seperti polifenol, alkaloid, flavonoid, steroid, dan saponin yang berpotensi sebagai antioksidan. Hal inilah yang diungkapkan mahasiswa program doktor atau S3 Unhas, Yuri Pratiwi Utami, dalam penelitiannya terkait khasiat dari daun patikala tersebut.
Dosen Farmasi Unhas, Dr Risfah Yulianti SSi MSi Apt, yang merupakan dosen pembimbing dalam penelitian ini mengatakan Yuri sangat tertarik meneliti daun patikala dari tiga wilayah Sulsel, yaitu Toraja, Enrekang, dan Luwu Utara. Dari tiga wilayah itu, ia ingin melihat kemiripan kandungan kimia dari setiap daun patikala.
Dalam penelitiannya, pengujian efek antioksidan daun patikala dilakukan dengan metode azinobis-3-Ethylbenzothiazoline-6-Sulfonic Acid (ABTS). Metode ini menggunakan senyawa kimia yang digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan dalam suatu bahan. Dari metode ini pula, dinilai seberapa baik suatu bahan dapat melawan kerusakan oleh radikal bebas, yang dapat memberi petunjuk tentang potensi manfaat kesehatannya.
Untuk mengetahui adanya kandungan antioksidan pada daun patikala, Yuri bersama tim melakukan perendaman pada daun patikala yang telah dihaluskan menggunakan pelarut etanol 70 persen. Mekanisme ini telah diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Selain mengukur aktivitas antioksidan alami pada daun patikala, penelitian ini juga mencoba melakukan identifikasi senyawa fenolik pada daun patikala. Senyawa fenolik merupakan senyawa aktif biologis yang mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan, salah satunya sebagai antioksidan untuk penanganan dan pencegahan gangguan sistem imun, kanker, gangguan degeneratif, dan penuaan dini.
Selanjutnya ada juga yang dikenal sebagai flavonoid. Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan dan dapat mencegah penyakit kanker. Manfaat lain dari flavonoid adalah perlindungan struktur sel, sebagai anti inflamasi, pencegahan osteoporosis, dan sebagai antiseptik sehingga dapat membantu melindungi sel-sel pada tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas.
Dari seluruh pengujian aktivitas antioksidan yang terkandung pada daun patikala dari tiga wilayah yang diteliti, aktivitas antioksidan baik dengan flavonoid paling tinggi terdapat pada daun patikala yang berasal dari daerah Luwu Utara.
“Hal itu mungkin dipengaruhi oleh kontur tanah daerah tersebut,” tutur Risfah, Senin (04/03).
Meskipun daun patikala ini kerap diabaikan oleh masyarakat, namun masih ada sebagian masyarakat yang memanfaatkan daun patikala sebagai obat herbal untuk penyakit dalam. Masyarakat mengkonsumsi dengan cara merebus daun patikala kemudian meminum hasil rebusannya. Hal itu juga menjadi alasan Yuri mengambil daun patikala sebagai uji coba dalam penelitian ini.
Namun berbeda dengan cara masyarakat, dari proses penelitian yang mereka lakukan daun patikala tersebut dicincang menjadi bagian yang kecil, kemudian dikeringkan selama satu minggu dan dihaluskan. Selanjutnya dilakukan pengambilan zat antioksidan dari daun patikala dengan menggunakan pelarut etanol 70 persen dan metode ABTS. Proses ini dikenal sebagai tahap uji ekstraksi.
Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa kandungan ekstrak antioksidan pada daun patikala diperoleh dengan baik. Hal ini karena dalam wilayah penelitian, terdapat daun patikala yang memiliki aktivitas antioksidan dibawah 50 persen, sehingga kondisinya dapat dikatakan baik.
“Ketika aktivitas antioksidannya berada di bawah 50 persen, maka itu dianggap baik. Kemarin, yang kami peroleh berada di atas 10 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat antioksidannya cukup baik,” jelasnya.
Namun ada beberapa kendala yang dialami selama penelitian. Tim peneliti harus pergi ke daerah penelitian untuk pengambilan sampel, dan mengalami kendala pada alat yang kurang mendukung.
Ekstraksi daun patikala ini juga masih harus melalui pengujian antikanker. Namun pengujian antikanker menggunakan cell line akan dilakukan di luar Unhas, yakni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, karena keterbatasan alat.
Dari penelitian ini, diharapkan bahwa daun patikala bisa menjadi terobosan dalam inovasi suplemen bagi masyarakat.
“Jika ini bisa menjadi produk, nantinya kami akan sediakan dalam bentuk kapsul, agar bau yang ditimbulkan dapat tertutupi dengan adanya cangkang pada kapsul,” pungkas Risfah.
Satriulandari