Koperasi Angkutan Mahasiswa dan Umum (KAKMU) kini berusia genap 28 tahun sejak berdirinya pada 1995 silam. Membuka lembaran berita identitas, sejak genap berusia enam tahun, KAKMU telah menemani mahasiswa dari rumah ke kampus atau sebaliknya. Dengan berbekal armada seadanya, koperasi ini tetap berusaha menjaga pelayanannya kepada mahasiswa dan masyarakat umum. Di tahun-tahun merintisnya, KAKMU telah mampu mewadahi 411 unit pete-pete yang siap mengantar dan menjemput mahasiswa.
Dalam proses kelahiran KAKMU bisa dikatakan cukup sukar. Bermula ketika terjadi perseteruan sengit antara para sopir dengan Yayasan Angkutan Mahasiswa Ujung Pandang Medio pada 1995, hasil bentukan dari Organisasi Angkutan Darat (Organda). Dengan dalih meningkatkan mutu pelayanan, Organda berniat mengganti sebagian besar kendaraan yang sudah dianggap tidak layak jalan. Terang saja keinginan ini membuat para sopir yang memiliki kendaraan yang sudah afkir melakukan perlawanan.
Berbagai pertemuan kemudian dilangsungkan untuk mencari solusi. Namun, hasilnya selalu saja nihil. Akhirnya dicari jalan tengah, para sopir kemudian diminta membuat koperasi sendiri dan berdiri secara otonom. Tugas ini diserahkan kepada Staf Pengajar Fakultas Ekonomi, Amrullah B Masri untuk menggagas koperasi. Tepat pada 21 Juni 1995, dengan Nomor Izin Badan Usaha, BH. 45/BH/ IV, ditandatangani oleh Kepala Departemen Koperasi dan Pembinaan Usaha Kecil Sulsel, KAKMU pun resmi berdiri. Dari izinnya, koperasi ini dipercaya mengelola unit kendaraan, simpan pinjam, dan usaha kelontong.
Di masa-masa merintisnya, KAKMU sering dikabarkan miring, tetapi masih ada juga sopir pete-pete yang merasa tertolong. Sebut saja Heri, seorang sopir dengan trayek Kampus-IKIP Perumnas, dirinya mengaku puas dengan pelayanan KAKMU selama ini.
“Kami tak perlu repot setiap tahun mengurus perpanjangan kartu pengawasan, ya.. tinggal lapor saja,” ujarnya enteng pada berita identitas April 2001.
Berpaku pada sejarahnya, mungkin banyak yang lupa saat usia ke enam tahun silam, KAKMU mencoba memberi pelayanan sebaik-baiknya. Karena terlalu baik, pengurus KAKMU, sopir pete-pete, dan mahasiswa merobohkan tanda larangan di JI DG Sirua di 2001 silam. Menjadi bukti bahwa mereka tidak bisa dipisahkan.
Hingga pada 2002, jargon koperasi yang menguntungkan seluruh anggotanya kadang-kadang dinilai sekadar ilusi. KAKMU–pemegang monopoli angkutan dari dan ke kampus–sepertinya tak mampu mengatur hak istimewanya. Di usianya yang ke tujuh saat itu, koperasi ini ditegur Pembantu Rektor II Unhas yang memang menangani masalah keuangan dan kelengkapan kampus, termasuk angkutan. Surat tertanggal 17 April 2002 meminta agar KAKMU menertibkan dan mendata semua armada beserta trayek yang dilaluinya.
Dari pemantauan beberapa waktu silam, koperasi ini dinilai lalai mengatur armadanya. Sehimpun ‘dosa’ sering dilakukan oleh armada KAKMU. Mulai menaikkan dan menurunkan penumpang seenaknya, sopir yang ugal-ugalan, sampai menyalahi izin trayek. Lantas dengan perilaku yang buruk tersebut, lalu lintas kampus menjadi semrawut dan gampang menyebabkan kecelakaan.
Berdasarkan berita identitas edisi akhir Mei 2002, dana tak luput dipermasalahkan. Untuk peremajaan, iuran dinaikkan lima puluh persen menjadi 1500 rupiah per hari. Sementara hampir tidak ada peningkatan pos pengeluaran koperasi ini. Satpam mengeluhkan kurangnya sumbangan KAKMU untuk pembiayaan operasional penertiban dan pengamanan kampus, hanya berkisar 100 rupiah dari penerimaan iuran tersebut. Lebih jauh, “Ada yang mencium: dana untuk izin trayek angkutan berkisar 10 hingga 20 juta,” ungkap Kepala Bagian Rumah Tangga dan Tata Usaha Unhas, Drs H Abubakar. Meski pernah ditampik Ketua KAKMU, Arifuddin mengatakan, biasanya yang mahal itu karena membeli izin trayek dari sopir lain.
Masih di tahun yang sama, keberadaan KAKMU sering dipertanyakan sebagian anggotanya karena kurangnya sosialisasi, banyak sopir yang tak mengenal koperasinya. Reski, sopir jurusan IKIP-Kampus menilai agar keanggotaan KAKMU perlu diperjelas lagi, pemilik mobil atau sopirnya dan setiap anggota mestinya memiliki kartu. Namun, bagi Arifuddin, KAKMU telah berjalan lancar sesuai harapan. “Itu kesalahan anggota karena setiap rapat, mereka jarang datang tiap diundang dalam rapat anggota dan sepertinya kurang peduli dengan Rapat Anggota Tahunan (RAT),” jawabnya membela.
Pada dasarnya, KAKMU harus dikawal terus untuk berbenah dan berusaha menjadi induk yang mengayomi para anggotanya. Setidaknya tiap tahun, Unhas berusaha menarik benang-benang yang terpisah lewat beberapa kali rapat antara KAKMU dengan pihak universitas. Kabarnya, mahasiswa juga diundang sebagai peninjau.
Setidaknya dengan cara-cara tersebut, tak perlu lagi ada surat teguran berikutnya buat koperasi ini. Harapannya, KAKMU tak sekadar ilusi. Namun, bagaimana gaungnya sekarang ini?
A Nursayyidatul Lutfiah