Sebagian besar orang hanya mengetahui kisah baik dari sistem Khilafah di masa Khulafaur Rasyidin. Namun, Nadirsyah Hosen melalui buku ini memaparkan kisah kelam yang terjadi di masa sejumlah Khalifah.
Saat ini, negara kita sedang digencarkan oleh masyarakat yang menginginkan sistem pemerintahan demokrasi digantikan oleh sistem pemerintahan Khilafah layaknya zaman Rasulullah SAW. Padahal, Indonesia bukanlah negara beragama Islam.
Melalui buku Islam Yes, Khilafah No! Jilid 2 ini, Nadirsyah Hosen kembali memberikan pemaparan tentang alasan mengapa Indonesia tidak perlu menggunakan sistem pemerintahan khilafah setelah Rasulullah SAW wafat.
Alasan-alasan itu diselipkan dalam kisah-kisah para khalifah di masa Dinasti Abbasiyah yang terbagi atas lima bagian. Judul-judul untuk setiap bagian itu ialah transisi kekuasaan dari Umayyah ke Abbasiyah.
Bagian kedua, masa keemasan Abbasiyah dan awal mula tragedi. Bagian ketiga, tragedi khilafah yang tak berujung. Bagian keempat, perang salib I dan tumbangnya khilafah Abbasiyah. Dan bagian terakhir, tentang Imam Mahdi, perusak Islam, dan khawarij zaman now.
Setiap bagian berisi beragam kisah yang apabila telah kita ketahui, semestinya tidak ada lagi alasan untuk menginginkan penerapan khilafah di Indonesia. Sebab, setiap khalifah yang memimpin tidak ditentukan berdasarkan kompetensi yang dimiliki, tetapi berdasarkan garis keturunan yang sering dipolitikkan. Selain itu, tidak ada aturan baku dalam memilih khalifah.
Kemudian, berbeda dengan sistem demokrasi yang pemerintahnya akan berjanji untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat bersama. Di sistem khilafah, rakyatnya lah yang berjanji untuk menaati seluruh perintah pemimpinnya meski dengan segala konsekuensi yang akan mereka terima. Oleh karena itu, model pemerintahan khilafah tidak mengenal istilah rule of law. Hal itu berarti seluruh jalannya pemerintahan tergantung keinginan dari Khalifah yang memimpin.
Keburukan dari sistem khilafah yang paling sering dipaparkan pun adalah proses pergiliran atau juga perebutan posisi kekuasaan. Seperti yang terjadi di masa Khalifah keempat Abbasiyah, Musa. Saat kekuasaan membuat ibu dan anak menjadi gelap mata.
Musa berkeinginan membunuh Ibunya, Khayzuran, dengan meracuni makanannya. Akan tetapi, Khayzuran sudah mencurigai itu dan berbalik membunuh anaknya sendiri.
Juga ada kisah Al-Muntashir, Khalifah kesebelas, yakni terjadi kisah saudara membunuh saudaranya sendiri, bahkan anak membunuh bapaknya. Khalifah-khalifah, Al-Mutawakkil, Al-Muntashir, Al-Musta’in ketiganya dibunuh dalam perebutan kekuasaan. Ayah dibunuh anak. Paman dibunuh ponakan.
Selain pembunuhan yang dilakukan oleh sesama anggota keluarga sendiri, juga terdapat kisah saat Khalifah ketiga belas, Al-Mu’tazz dibunuh oleh para tentara yang memberontak. Jika sistem khilafah diterapkan di Indonesia, hal ngeri ini bisa saja terjadi saat pendukung khilafah meminta tentara Indonesia untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintah yang sah.
Adapun untuk keburukan yang sampai sekarang merajalela di negara Indonesia, yakni kasus korupsi. Pun di masa Khilafah kasus korupsi juga terjadi. Contoh kasus korupsi yang pernah terjadi ialah di masa Khalifah kedua belas, Al-Musta’in.
Dikisahkan, ada tiga orang yang diberikan kepercayaan oleh Al-Musta’in untuk mengurusi keuangan negara yaitu Wazir, Utamisy, Kepala Rumah Tangga Istana, Syahak al-Kadim, dan Sekretaris, Salamah bin Sa’id. Mereka bertiga dimanfaatkan oleh ibu Al-Musta’in. Mereka menggunakan keuangan negara secara bebas untuk kepentingan pribadi.
Satu-satunya pengawas keuangan negara adalah anak khalifah bernama Al-Abbas. Ia sama saja dengan ketiga orang di atas. Al-Abbas juga melakukan korupsi dengan memanfaatkan sisa uang negara yang telah digunakan ketiga orang tersebut.
Masih banyak lagi kisah-kisah nahas yang dilakukan para khalifah di masa Dinasti Abbasiyah yang dapat ditemukan di dalam buku setebal 2000 halaman itu. Buku ini dikemas dengan menggunakan sumber yang shahih seperti pendapat dari Imam Thabari, Imam Suyuthi dalam kitabnya Tarikh al-Khulafa, Kitab al-Bidayah wan Nihayah oleh Imam Ibn Katsir dan karya Ibn al-Atsir yang berjudul al-Kamil fit Tarikh. Oleh sebab itu, informasi yang dipaparkan tentang sejarah khilafah masih bisa dikatakan otentik.
Meski begitu, buku yang terbit tahun 2018 ini juga masih memiliki beberapa kekurangan. Misalnya, sudut pandang penulisan yang tidak konsisten. Model penulisannya terkadang sangat baku, kadang pula sangat non formal. Juga terdapat satu bab yang tidak sesuai dengan judul dan bahasan khilafahnya.
Nama-nama tokoh dan tempat yang dijelaskan pun tidak terlalu spesifik. Oleh sebab itu, pembaca dapat mengalami kesulitan untuk memahami alur atau maksud dari buku tersebut.
Serta begitu banyak istilah tidak populer di kalangan masyarakat yang digunakan. Dengan begitu, semestinya buku ini dilengkapi glosarium untuk mempermudah pembaca memahami istilah tersebut.
Secara keseluruhan buku ini patut dibaca oleh orang-orang dewasa khususnya muslim untuk memperkaya pengetahuan kita agar tidak mudah terporovokasi. Utamanya, oleh orang lain yang ingin memecah belah persatuan yang telah dijaga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sambil mengatasnamakan agama Islam.
Judul : Isam Yes, Khilafah No! Jilid 2
Penulis : Nadirsyah Hosen
Penerbit : UIN Suka Press
Tahun Terbit : 2018
Tebal buku : 200 halaman
Muflihatul Awaliyah