“Namanya Guru Besar, karyanya juga harus besar dong. Sebutan itu bukan untuk dipajang, tapi sebuah tanggung jawab,”
Itulah yang dikatakan Prof Dr Nurjannah Nurdin ST MSi, pada wawancara dengan identitas Senin (16/01) sebagai Guru Besar Bidang Pengindraan Jauh perempuan pertama di Perguruan Tinggi Negeri se-Indonesia. Kecintaan Nurjannah terhadap pengindraan jauh, sudah dimulai sejak ia menjadi mahasiswa Unhas 35 tahun lalu.
Kembali ke Unhas tahun 1988 Nurjannah bercerita, saat itu penerapan teknologi belum semaju sekarang, apalagi di bidang kelautan. Sebagai angkatan pertama Program Studi Kelautan yang dulunya disebut Teknik Kelautan, tentu tidak mudah beradaptasi dengan perubahan dan kecanggihan yang baru muncul kala itu. Tapi, hal itu tidak mengurungkan niat Nurjanna untuk mendalami ilmu pengindraan jauh. Terlebih menurutnya, penerapan teknologi di laut masih kurang dibandingkan luas lautan yang berkali lipat dari daratan.
Namun sayangnya pembelajaran mengenai penggunaan teknologi belum benar-benar dirasakannya saat mengenyam pendidikan sarjana. Karenanya, Nurjannah memutuskan melanjutkan studinya. Wanita 54 tahun itu memutuskan memilih Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan untuk mengembangkan ilmu
Saat itulah, ia memilih bidang pengindraan jauh sebagai fokusnya. Bermula dari sana, setiap penelitian yang Nurjanna jalankan hingga saat ini selalu berhubungan dengan pengindraan jauh.
Tidak berhenti hingga S2 saja, lima tahun setelah itu perempuan kelahiran Pare-pare bermaksud melanjutkan S3. Ia bahkan berniat untuk mempelajari perkembangan teknologi lebih jauh ke luar negeri. Saat itu, dia telah dinyatakan lulus beasiswa S3 Monbukagakusho Jepang, namun ia harus merelakan tawaran tersebut. Bukan tanpa alasan, saat itu ia sedang berbadan dua, karena itulah suaminya tidak mengizinkan untuk berangkat sekolah di Jepang. Sebab terhalang restu keluar negeri, Nurjannah memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di dalam negeri, ia kembali memilih IPB.
Walaupun sempat merelakan kesempatan ke luar negeri, Nurjannah kembali dipanggil untuk menimba ilmu dan menjadi asisten profesor di Atmosphere and Ocean Research Institute (AORI), University of Tokyo, Jepang.
“Saya pikir Allah sangat baik, saya sudah sejak lama ingin sekolah di luar negeri. Gagal S3 di Jepang, tapi mendapat kesempatan Post Doctoral yang ternyata lebih nyaman ketimbang menjadi mahasiswa,” ucap Nurjannah penuh syukur.
Saat kembali ke Indonesia, Nurjannah mengikuti organisasi dan mengemban beberapa tanggung jawab di waktu yang sama sebelum meraih gelar Guru Besar, mulai dari dosen, Ketua Dewan Pakar Ikatan Sarjana Kelautan, anggota sejumlah asosiasi profesional, bahkan juga menjadi Kepala Pusat Litbang Laut Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil LPPM Unhas.
Tanggung jawab itulah yang menunjang karirnya, mengemban jabatan Kepala Pusat Litbang mendorongnya untuk terus meneliti. Penelitian yang baru-baru ini telah diselesaikan adalah penelitian internasional kerjasama dengan Pemerintah Perancis dengan Kementrian Pendidikan Indonesia. Nurjannah juga bercerita bahwa sekarang ia tengah fokus tentang pemanfaatan pengindraan jauh, baik dengan satelit, maupun dengan pesawat tanpa awak, disebut dengan UAV, atau lebih dikenal dengan drone untuk membantu mendeteksi biomassa rumput laut.
Dari penelitian-penelitian inilah yang kemudian diajukannya untuk bisa dikukuhkan menjadi Guru Besar. Pada Agustus 2022 silam Nurjannah menjadi Profesor Bidang Penginderaan Jauh Perempuan Pertama Tingkat Perguruan Tinggi se-Indonesia.
Sebagai seorang perempuan karir, Nurjannah tidak meninggalkan kodratnya di dapur. Sebagai ibu dan istri, dia selalu berusaha meluangkan waktu untuk keluarga kecilnya.
“Unggul tidak ditentukan dari sebuah tolak ukur. Di mana pun kita, kalau kita konsisten di situ, kita pasti akan berkibar. Tidak harus dipatok dari tren, semua bidang tentu ada tantangannya, maka kita yang harus berusaha untuk unggul di situ,” pesan Nurjannah di akhir sesi wawancara.
Nurul Fahmi Bandang