“Prinsip hidup saya mengalir seperti aliran air sungai. Saya ikut tetapi tidak hanyut.”
Begitulah sepenggal kalimat yang diucapkan oleh Guru Besar Program Studi (Prodi) Ilmu Tanah Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr Ir Dorothea Agnes Rampisela MSc.
Kehidupan masa sekolah Prof Agnes tidak jauh-jauh dari kompleks Rajawali Makassar. Sekolah yang sejak dulu terkenal dengan kualitasnya, ia mengenyam pendidikan dari TK hingga SMA. Di sana, wanita kelahiran Makassar ini sering menjadi juara kelas serta nilai yang bagus di semua mata pelajaran.
Walaupun demikian, Prof Agnes sempat kebingungan dalam memilih jurusan. Saat itu, kebanyakan dari teman-temannya hanya mendaftar di dua jurusan, yaitu kedokteran dan teknik.
Namun, alih-alih memikirkan kedua hal tersebut, Prof Agnes malah memilih Fakultas Pertanian sebagai tempatnya untuk melanjutkan pendidikan. Keputusan ini bukan tanpa alasan, Ia disarankan oleh guru kimianya yang juga menjadi dosen di Unhas kala itu.
Di awal masa perkuliahan, Prof Agnes tidak menghadapi hambatan yang berarti, pasalnya beberapa mata kuliah yang ia tempuh telah dipelajari sewaktu SMA. Selain itu, ini merasa mujur saat berkuliah karena terjadi peralihan ke sistem SKS yang dapat mempersingkat durasi perkuliahannya dari enam tahun menjadi lima tahun.
Setelah menjalani kuliah selama satu tahun, tibalah saatnya memasuki masa penjurusan. Ia lagi-lagi disarankan oleh salah satu dosen sekaligus guru SMA-nya, Prof Muslimin untuk memfokuskan bidang keilmuannya di ilmu tanah. Prof Agnes pun terima-terima saja, sebab ia memang berminat pada mata pelajaran kimia dan fisika linear pada program studi tersebut.
Setelah lulus S-1, Prof Agnes pun menikah dan dikaruniai dua orang anak. Tidak berhenti begitu saja, ia mendapatkan penawaran sebagai dosen Unhas, selain itu dirinya juga sempat bekerja dalam penelitian bersama Japan International Cooperation Agency (JICA).
Karena kesibukan pekerjaan dan menjadi seorang ibu, Prof Agnes belum kepikiran untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S-2. Selain itu, belum ada desakan yang menuntutnya untuk memiliki gelar master, walaupun ia telah menjadi seorang dosen. Sampai, suatu ketika ia mendapatkan penugasan untuk mengawasi ujian seleksi masuk universitas bersama salah satu dosen yang mengurusi bagian promosi karir.
Selama mengawas Prof Agnes selalu ditanya “Kamu mau gak lanjut S-2?” ucap dosen senior itu. Kemudian, karena merasa tidak enak dengan orang tersebut, ia pun mengiyakan pernyataan itu dan mengisi formulir beasiswa S-2 di Jepang.
Saat tes wawancara, Ia mendapatkan kendala, sebab pihak beasiswa mengharuskannya memiliki dosen pembimbing di universitas tujuan. Karena belum ada, ia pun keluar dan duduk di ruang tunggu.
Setelah menunggu beberapa lama, tiba-tiba Prof Muslimin datang dan menghubungi dosen yang pernah membimbingnya sewaktu kuliah di Jepang untuk ditulis ke dalam formulirnya. Berkat hal tersebut, ia pun melanjutkan pendidikan S-2 di Jepang.
Setelah menyelesaikan program magister selama dua tahun, ia pun mendapat tawaran untuk melanjutkan studinya ke jenjang S-3 di universitas yang sama dengan cara memperbaiki kualitas penelitian yang telah dilakukan sebelumnya selama tiga tahun.
Selama menjadi dosen, Prof Agnes telah melakukan banyak penelitian, salah satunya riset mengenai sagu yang telah ia tekuni selama sepuluh tahun terakhir. Menurutnya, sagu ini merupakan salah satu tanaman pangan asli Indonesia yang memiliki potensi luar biasa. Namun, orang-orang belum menyadari hal tersebut.
Lewat dedikasinya yang lebih berfokus komoditi sagu ini, membuat Prof Agnes di sebut Prof Sagu. Dalam pengabdiannya ini, ia megelola tanaman sagu ini dari hulu ke hilir, mulai dari mengembangbiaknya, sosialisasi ke petani dan masyarakat, hingga produk apa saja yang dapat dihasilkan dari tanaman ini.
Keseriusan Prof Agnes dalam melestarikan tanaman sagu mendapatkan respon positif dari pihak Kementrian Pertanian dan Universitas Hasanuddin. Nantinya akan dibangun gedung Pusat Unggulan Sagu “World Sagu Centre” di dalam kawasan Unhas.
Selain meneliti, Prof Agnes juga melakukan kegiatan kerja sama dengan Jepang. Ia sering membantu mahasiswa Indonesia untuk mengikuti program pertukaran. Kurang lebih sudah ada lebih dari 100 mahasiswa yang berhasil diberangkatkan dari Indonesia ke Jepang baik itu memakai beasiswa maupun non-beasiswa.
Prof Agnes juga kerap mendampingi tamu dari Jepang yang ingin melakukan penelitian di Indonesia. Itu semua ia lakukan sebagai ungkapan terima kasih kepada pemerintah Jepang karena telah diperlakukan dengan sangat baik saat berada disana.
Atas sumbangsihnya atas hubungan kerja sama kedua negara. Agustus lalu, Prof Agnes menerima penghargaan dari Kementerian Luar Negeri Jepang atas keberhasilannya dalam mempromosikan hubungan antara Jepang dan Indonesia.
Di akhir wawancara, Prof Agnes berpesan agar kita selalu berbuat yang terbaik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. “Jika melakukan sesuatu, usahakan untuk tidak memikirkan uangnya terlebih dahulu dan fokus mengerjakan pekerjaan tersebut. Yakinlah, pasti ada saja sesuatu yang kita dapatkan tanpa diduga-duga,” pesannya, Selasa (05/09).