Laboratorium adalah ruangan yang menjadi nadi bagi mahasiswa terlebih lagi mahasiswa jurusan ilmu eksakta. Laboratorium menjadi ruangan yang wajib ada di setiap universitas untuk menunjang proses belajar dan kemampuan praktikum mahasiswa.
Seyogyanya, ruang laboratorium menjadi ruang yang nyaman untuk melakukan aktivitas ilmiah. Namun, fasilitas dan peralatan penunjang yang kurang layak menjadi penyebab proses belajar tidak kondusif dan berdampak besar pada akademik mahasiswa.
Universitas Hasanuddin (Unhas) sedari dulu mengampanyekan dirinya sebagai universitas riset. Namun, ini masih saja menjadi pertanyaan apakah hal tersebut telah tercapai di samping penyediaan barang dan fasilitas di laboratorium yang agak mengkhawatirkan.
Laporan identitas pada Januari 1991 menyebutkan, salah satu laboratorium prodi Manajemen Penangkapan Ikan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Unhas hanya berisi meja yang mengelilingi sepanjang sisi dinding berwarna putih tanpa adanya alat praktikum apapun di atasnya.
Permasalahan pengadaan alat tidak sampai situ saja, tuntutan dari berbagai fakultas untuk memiliki laboratorium yang mapan terus menggema. Berbagai fakultas eksakta justru tidak memiliki fasilitas laboratorium yang ideal dan mumpuni.
Masih di FIKP, Jurusan Perikanan dilaporkan pada awal September 2001 hanya memiliki satu unit komputer di laboratoriumnya dan teknologinya sudah tertinggal. Hal tersebut mengakibatkan hampir seratus orang saling menunggu giliran dalam satu praktikum.
Fakultas Pertanian turut terdampak dari fasilitas laboratorium yang tidak memadai akibat beberapa universitas swasta yang ikut ‘nebeng’ untuk praktikum. Ini terlihat dari Laboratorium Kultur Jaringan yang hanya memiliki alat praktikum yang terbatas untuk dipakai lebih dari satu kampus.
Tidak hanya dua fakultas itu yang menganggap bangunan laboratorium sebagai formalitas, Fakultas Teknik juga bernasib serupa. Laboratorium Motor Bakar, salah satu laboratorium di jurusan Teknik Mesin dilaporkan hanya diisi oleh peralatan praktikum yang sudah ada sejak Unhas berdiri pada 1960-an.
“Bagaimana tidak rusak, alat-alat itu ada sejak Unhas berdiri, masih digunakan ketika masih di kampus lama Baraya dan sampai sekarang masih dipakai, belum ada perubahan kecuali sedikit penambahan pada alat motor bensin, itu pun sampai sekarang belum bisa digunakan,” ungkap M Nawir, Koordinator Asisten Laboratorium Motor Bakar saat itu.
Dalam terbitan identitas awal Mei 2005, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) dan Peternakan ikut mengeluhkan terkait peralatan praktikum yang sangat terbatas. Kondisi itu membuat asisten laboratorium kewalahan dalam mendampingi mahasiswa saat praktikum.
Civitas academica perlu menyadari bahwa kehadiran laboratorium bukan hanya sebagai formalitas semata, namun sebagai nadi dalam mencapai tujuan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Masalah pemeliharaan barang-barang dan alat-alat praktikum yang ada di laboratorium tidak hanya menjadi tanggung jawab yang dibebankan oleh pengelola kampus. Peran mahasiswa dan dosen dipandang perlu agar dapat digunakan dengan baik.
Dengan memberikan perhatian lebih terhadap pembangunan dan pemeliharaan laboratorium tentu akan meningkatkan efektivitas pembelajaran dan penelitian yang nyaman dan berkelanjutan.
Andika Wijaya