Kuliah kerja nyata menjadi salah satu kegiatan yang tergolong wajib diikuti mahasiswa untuk menyumbangkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat. Di samping menjadi kewajiban untuk turun mengabdi kepada masyarakat, KKN dapat menjadi “obat” untuk mengusir rasa penat selama perkuliahan yang berlalu. Maklum, berkelana di kampung orang tentu menjadi sesuatu yang tak akan terlupakan di benak kebanyakan mahasiswa.
Sebagai salah satu perintis, Universitas Hasanuddin (Unhas) telah menggelar KKN sebanyak 111 gelombang sejak 1973/1974. KKN yang awalnya bernama Proyek Perintis dilaksanakan pada 1971 oleh tiga perguruan tinggi, di antaranya Universitas Andalas (Unand), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Unhas. Seiring berjalannya waktu, program KKN diperluas hingga seluruh perguruan tinggi, termasuk swasta, melaksanakan seperti yang ada saat ini.
KKN pada saat ini digelar dengan beberapa jenis, di antaranya KKN Reguler, KKN Kebangsaan, KKN Kemitraan, KKN profesi atau tematik, bahkan ada KKN Internasional.
Terbitan identitas akhir Februari 2001 mencatatkan, KKN profesi adalah salah satu jalan lain untuk mengikuti KKN. Beberapa fakultas di saat itu yang menerapkan KKN profesi sebagai alternatif, di antaranya, Fakultas Teknik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Kedokteran. Bahkan di Fakultas Pertanian dan Kehutanan diketahui telah menjajaki kerja sama di beberapa instansi untuk menerima mahasiswa ber-KKN di instansinya.
Meski KKN profesi ini terbilang sebagai alternatif, namun mahasiswa dari enam fakultas saat itu mengalami lonjakan jumlah keikutsertaan dibanding mengikuti KKN reguler.
Namun, KKN profesi sempat berjalan tanpa program kerja yang jelas. Hal tersebut terjadi di Kabupaten Enrekang. Berita identitas awal Oktober 2001 menyebutkan, program kerja yang dijalani oleh mahasiswa KKN Profesi di kabupaten Enrekang itu ternyata tidak jauh berbeda dari mahasiswa KKN reguler.
Tidak meratanya pelaksanaan program KKN Profesi itu menimbulkan gejolak, salah satunya di Fakultas Ekonomi (FE). Pihak FE tercatat menjanjikan kepada mahasiswa untuk memberlakukan KKN profesi. Kurangnya konsep yang disusun oleh tim fakultas serta kendala teknis lainnya, membuat FE tidak masuk dalam daftar pelaksana KKN profesi. Mahasiswa yang terlanjur mendaftar harus gigit jari akibat perkara demikian.
Di FMIPA, pengelolaan KKN profesi yang dikenal sebagai Kuliah Kerja Terapan Sains (KKTS) dioper ke Pusat Pengembangan Kuliah Kerja Nyata (P2KKN) mulai dari urusan administrasi hingga pendanaan. Pelimpahan pengelolaan ke P2KKN disebabkan oleh koordinasi yang sulit terbangun bagi supervisor lapangan dari fakultas.
Salah seorang mahasiswa Kimia kala itu mengatakan bahwa pelimpahan tersebut dianggap lebih memudahkan, sebab pengawasan langsung dari P2KKN serta nilai akhir KKN akan keluar lebih cepat. Tetapi, presentasi akhir yang lazimnya digelar dalam KKTS praktis lenyap akibat pelimpahan itu.
Pada 2004, KKN Profesi telah merambah ke Fakultas Hukum (FH) dan dikelola secara mandiri, namun pihak pengelola FH tetap diwajibkan melaporkan pelaksanaan KKN Profesi ke P2KKN. Tercatat 71 mahasiswa mengikuti KKN yang mirip dengan magang itu, namun mereka harus merogoh kocek sebesar 750 ribu rupiah.
Di balik hasilnya yang lebih menjanjikan dibanding KKN reguler, KKN profesi lagi-lagi membuat mahasiswa gusar dengan biayanya yang selangit. Terbitan identitas awal Maret 2004 menyebutkan, untuk mengikuti KKN Profesi, mahasiswa dari FE dikenakan biaya sebesar 500 ribu rupiah, dari Fakultas Sastra dikenakan biaya yang sama tingginya dengan biaya KKN Profesi di FH. Sedangkan dari FMIPA dikenakan biaya sebesar 350 ribu. Meskipun biayanya tergolong tinggi, mahasiswa FMIPA dijanjikan pengembalian uang sebesar 125 ribu pada bulan kedua KKTS.
Sekian lama kemudian, KKN Profesi di beberapa fakultas mulai dihapuskan pada 2011. Penghapusan KKN profesi di beberapa fakultas dimaksudkan untuk mengembalikan marwah KKN sesungguhnya, yakni mengabdi kepada masyarakat secara langsung.
Wacana tersebut mendapat pertentangan dari mahasiswa, salah satunya di FH. Menjawab keresahan di FH, Wakil Dekan Bidang Akademik kala itu, Prof Dr Ir Abrar Salleng SH MH menjelaskan KKN Profesi akan dibatasi hanya di Mahkamah Agung Jakarta.
Terbitan identitas akhir Mei 2011 mewartakan, rencana revitalisasi KKN itu muncul saat Dr Hasrullah menjadi orang nomor wahid di P2KKN. Ia memang berniat merevitalisasi nilai-nilai KKN yang saat itu mulai menjauh dari hakekatnya. KKN profesi yang mengedepankan pengembangan pada bidang tertentu rentan melenceng dari prinsip dasar KKN.
“Profesi hanya lebih pada pengembangan skill mahasiswa,” tegas Hasrullah.
Karena itu, pada akhirnya, hingga hari ini, eksistensi KKN profesi hanya bertahan di program studi tertentu, yakni kesehatan.
Muhammad Nur Ilham