Universitas Hasanuddin (Unhas) bekerja sama dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI) menggelar kegiatan Wakaf Goes to Campus bertema “Wakaf sebagai Akselerator Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Timur Indonesia” di Aula Prof. Baharuddin Lopa, Fakultas Hukum Unhas, Selasa (16/12).
Kegiatan ini menghadirkan Bendahara Lembaga Kenaziran BWI, H Dede Haris Sumarno MM, sebagai pemateri. Ia menekankan pentingnya peran perguruan tinggi dalam pengembangan ekosistem wakaf nasional, khususnya wakaf produktif dan wakaf uang, sebagai solusi pembiayaan pendidikan berkelanjutan.
Dalam pemaparannya, Dede Haris menjelaskan bahwa pendidikan tinggi di Indonesia masih menghadapi tantangan ketimpangan akses dan kualitas, salah satunya akibat faktor biaya. Menurutnya, wakaf dapat menjadi instrumen strategis untuk meringankan beban pembiayaan mahasiswa.
“Dalam berbagai survei, biaya menjadi alasan utama mahasiswa memilih perguruan tinggi. Wakaf dapat hadir sebagai solusi alternatif yang berkelanjutan,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa perwakafan nasional kini memasuki era baru, ditandai dengan wakif yang semakin beragam, dukungan ekosistem digital, serta meningkatnya profesionalisme nazir. Wakaf tidak lagi terbatas pada aset besar atau kelompok tertentu.
Dede Haris menyoroti peran nazir sebagai asset manager yang bertugas menjaga keutuhan dan produktivitas aset wakaf. Ia mencontohkan keberhasilan berbagai institusi pendidikan dunia yang berkembang melalui dana wakaf atau endowment fund.
Dalam konteks Unhas, potensi wakaf kampus dinilai sangat besar. Dengan jumlah mahasiswa yang mencapai puluhan ribu, wakaf kolektif bernominal kecil namun berkelanjutan diyakini mampu menghimpun dana signifikan setiap tahun untuk mendukung operasional dan beasiswa pendidikan.
Melalui kegiatan ini, Unhas dan BWI berharap dapat meningkatkan kesadaran sivitas akademika tentang wakaf sebagai instrumen pembangunan berkelanjutan di Kawasan Timur Indonesia.
Mutia Aulia
