Pada 13 April, Iran meluncurkan ratusan rudal dan drone terhadap Israel. Serangan ini merupakan pembalasan Teheran atas penyerangan Israel terhadap Konsulat Iran di Suriah pada 1 April sebelumnya.
Walaupun serangan Iran pada 13 April berhasil ditahan oleh Israel dengan bantuan sekutunya, Amerika Serikat, Inggris, hingga Prancis, serangan tersebut menjadi serangan langsung Iran terhadap Israel, dimana sebelumnya Iran lebih mengandalkan pasukan proksinya dalam menyerang Israel.
Hal ini memunculkan kekhawatiran atas eskalasi konflik yang dapat terjadi di Kawasan Timur Tengah serta dampak yang mungkin ditimbulkan terhadap kawasan lainnya.
Lalu bagaimana perkembangan konflik kawasan Timur Tengah saat ini, dan akankah berimplikasi terhadap kawasan lainnya? Simak wawancara khusus Reporter PK identitas Unhas dengan pengamat Kawasan Timur Tengah dan Akademisi Ilmu Hubungan Internasional, Dr Tia Mariatul Kibtiah, Kamis (25/04).
Bagaimana Anda melihat perkembangan saat ini atas konflik Iran dan Israel di Timur Tengah?
Jika melihat perkembangan hingga hari ini, di mana Israel dan Iran tidak mengambil langkah lanjutan atas apa yang terjadi kemarin, keduanya tidak akan saling menyerang secara langsung ke depan. Amerika Serikat (AS) yang meminta agar Israel tidak melanjutkan konflik terbuka dengan Iran.
Sekaligus perlu dipahami bahwa serangan Iran dilakukan karena konsulatnya di serang. Serangan itu menewaskan jendral dan beberapa warga sipilnya. Sehingga serangan tersebut merupakan peringatan agar Israel tidak semena-mena di kawasan.
Apa yang menjadi pendorong maupun penghambat dari kedua negara ini untuk saling berbalas serangan?
Masing-masing memiliki persoalannya sendiri. Israel saat ini sedang fokus dalam menumpas Hamas, jadi targetnya bukan Iran. Akan tetapi, jika ternyata ambisi Israel untuk menguasai beberapa wilayah Palestina dan Hamas dapat diselesaikan bisa jadi Israel akan membalas dendam atas serangan tersebut.
Kedua karena keberaniaan politisi Iran untuk memberikan serangan terhadap Israel. Ketiga adalah dukungan AS. Tanpa dukungan AS, Israel tidak akan mengambil langkah apa-apa. Artinya memang akan selalu membutuhkan support dari AS. Tanpa itu, maka Israel hanya bisa diam.
Karena secara kuantitas (senjata) dukungan AS ke Israel memang sangat besar. Apalagi tahun ini AS akan melangsungkan pemilihan umum, sehingga dukungan mereka kepada Israel untuk menyerang Iran akan tidak menguntungkan pemerintah yang berkuasa saat ini.
Bagaimana Anda melihat kecenderungan atas keamanan regional di Kawasan Timur Tengah kedepannya?
Jika solusi dua negara antara Palestina dan Israel dapat dilakukan maka konflik ini tidak akan merambah ke mana-mana. Jadi satu negara Israel dan satu negara Palestina.
Artinya, Iran juga tidak akan membantu Hizbullah dan Hizbullah tidak akan membantu Hamas. Maka Hamas tidak akan berani melawan Israel. Kita hitung saja kebutuhan Hamas, sama seperti kurdi di Turki yang awalnya menuntut negara sendiri tetapi kemudian diberikan hak politik melalui Partai Pekerja Kurdistan (PKK) sehingga mereka bisa diam.
Poinnya adalah duduk bersama antara Israel, Hamas, Fatah, dan berbagai faksi lainnya di dalam Palestina.
AS juga harus berkomitmen atas solusi dua negara. Masalahnya adalah Israel tidak bersedia dan hamas juga tidak bersedia, jika ini terus berlanjut maka dampaknya akan mempengaruhi kawasan Timur Tengah.
Kondisi dunia saat ini sedang panas akibat konflik yang terjadi di beberapa kawasan. Bagaimana anda melihat keadaan geopolitik ini jika dihubungkan dengan kawasan Asia Tenggara dan Indo Pasifik yang juga punya potensi konflik seperti Laut Cina Selatan dan Taiwan?
Jika Laut China Selatan, saya tidak yakin ini ada kesinambungan. Terlalu jauh analisisnya jika kasus-kasus ini dihubungkan karena kepentingan di belakangnya atau national interest di baliknya berbeda.
Ilmu Hubungan Internasional akan selalu berbeda pada pengamat lainnya. Karena HI tidak mengenal konspirasi, semuanya berdasarkan bukti dan kejadian nyata. Jadi tidak ada asumsi sembarangan.
Di Laut China Selatan, persoalan utamanya adalah sengketa wilayah antara China dan beberapa negara Asia Tenggara. Sedangkan Rusia menginvasi agar Ukraina tidak bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sekaligus merebut wilayah.
Jadi 3 kasus ini berbeda dan tidak berhubungan karena kepentingan nasional di belakangnya berbeda. Jika Ukraina masuk kembali ke Rusia maka perang itu akan selesai, jika dapat tercapai solusi dua negara antara Israel dan Palestina maka selesai.
Kenapa pilihan konflik atau perang itu diambil, karena tidak ada jalan lain yang membuat konflik itu dapat terselesaikan. Jadi jika dikaitkan antara konflik Iran Israel dengan Laut Cina Selatan ataupun Perang Ukraina Rusia. Apakah dunia ini semuanya mengarah pada Perang, tidak bisa dikaitkan seperti itu.
Bagaimana Anda melihat tanggapan Indonesia atas konflik ini?
Awalnya panik, langsung dilakukan rapat kabinet untuk membahas kemungkinan kenaikan harga minyak dan dampak perdagangan internasional. Tetapi menurut saya itu berlebihan.
Memang langkah preventif harus dilakukan tetapi jangan sampai menimbulkan kepanikan publik. Jadi sebaiknya kita berhitung, dan nyatanya kita impor minyak bukan dari Iran.
Saya sempat mengkritik lewat media sosial terkait langkah ini karena dapat menyebarkan ketakutan yang malahan berdampak pada perekonomian kita. Sedangkan jika melihat keadaan Iran dan Israel saat itu yang memang tidak akan terjadi apa-apa.
Data Diri:
Dr Tia Mariatul Kibtiah SAg MSi
Pekerjaan:
Dosen tetap Ilmu Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara Jakarta
Anggota Middle East Studies Association (MESA)
Riwayat pendidikan
Sarjana Pendidikan Agama Islam di UIN Sunan Gunung Djati Bandung Tahun 2000
Program Magister Universitas Indonesia (UI) pada Program Politik dan Hubungan Internasional (PHI) Timur Tengah Tahun 2012
Program Doktor Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Bandung Tahun 2022