Universitas Hasanuddin (Unhas) diketahui pernah membuka jalur matrikulasi ini sebagai salah satu jalur penerimaan mahasiswa baru. Melalui jalur tersebut, siswa hanya perlu menyerahkan rapor dari sekolah dan mengikuti proses seleksi internal tanpa harus menghadapi ujian tulis yang ketat, sehingga mereka dapat masuk ke universitas dengan lebih mudah dan cepat.
Jalur ini dirancang untuk memberikan kesempatan yang lebih merata kepada siswa dari berbagai latar belakang pendidikan, terutama mereka yang berasal dari wilayah dengan akses pendidikan terbatas.
Keuntungan utama dari jalur matrikulasi adalah kemudahan yang ditawarkannya. Siswa yang diterima melalui jalur ini tidak lagi berlelah-lelah untuk belajar melalui bimbingan belajar intensif. Cukup dengan rapor yang menunjukkan prestasi akademik yang bagus, mereka dapat diterima di Unhas tanpa harus mengikuti ujian tertulis.
Adanya jalur matrikulasi di Unhas diperuntukkan bagi mahasiswa dari daerah yang berprestasi bagus di sekolahnya, namun tergolong kurang mampu bersaing di UMPTN. Hal demikian terjadi akibat kualitas pendidikan di kota lebih maju dibandingkan di desa.
“Agar memberikan kesempatan yang merata bagi siswa dari berbagai daerah, melalui jalur ini kita banyak menerima mahasiswa baru dari luar Sulsel, seperti Buton, Jayapura, Merauke, Balikpapan, dan Bima,” ujar Dra Jeanny Wunas, Pengelola program Tahun Pertama Bersama (TPB) Unhas.
Tercatat pada 2001, 807 mahasiswa diterima melalui jalur matrikulasi, melonjak tajam dari tahun sebelumnya pada 2000 yang hanya mencapai 505 orang. Lonjakan ini mencerminkan keberhasilan jalur tersebut dalam memikat hati siswa dari berbagai daerah. Tetapi jalur matrikulasi ini tidak luput dari kontroversi.
Jalur masuk matrikulasi ini memicu kekhawatiran adanya dugaan rekayasa nilai rapor yang dilakukan oleh sekolah-sekolah agar siswa mereka lolos seleksi. Benar saja, terbitan identitas 2001 dan 2002 mencatatkan kasus-kasus rekayasa nilai rapor menjadi perbincangan terpanas di Unhas.
Semakin membanjirnya mahasiswa matrikulasi, menurut Benny, dikarenakan Unhas meniru JPB yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor. Sekitar 75 persen mahasiswa yang diterima adalah Jalur Pemanduan Potensi Belajar (JPPB) alias matrikulasi setiap tahunnya, sisanya melalui Ujian Masuk Pergutuan Tinggi Negeri (UMPTN).
Fadli, mahasiswa Fakultas Hukum kala itu, menyebutkan rekayasa nilai rapor lazimnya dilakukan terhadap siswa yang orang tuanya berpengaruh di daerah asal mereka.
“Saya melihat sendiri (nilai) rapor kawan saya direkayasa sebelum dikirim,” ujar Apriadi, mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat. Ambo Upe, mahasiswa Fakultas Teknik asal Sengkang, Kabupaten Wajo mengakui kejadian yang serupa. Bahkan menurut Upe, siswa matrikulasi di sekolahnya telah dipersiapkan sejak kelas satu Sekolah Menengah Umum (SMU) dengan merekayasa nilainya.
Pengakuan Apriadi dan Ambo Upe tak dibantah oleh Jeanny. “Kami pernah mendapati siswa matrikulasi mereka yang nilainya direkayasa dan kami pulangkan ke daerah asalnya,” ungkap Jeanny. Lebih lanjut, ia mengungkapkan tak sedikit mahasiswa matrikulasi yang di drop-out (DO) tiap tahunnya.
Proses seleksi jalur ini semakin mudah pada 2000. Sebelumnya, setelah dinyatakan lulus, nilai rapor yang telah masuk diseleksi ulang dan setelah diterima dengan resmi barulah mereka diwajibkan mengikuti kuliah umum serta pengenalan kampus.
Penantian ini selain kuliah umum juga banyak diisi dengan kegiatan yang diadakan oleh Ikatan Alumni Mahasiswa Matrikulasi (IKAMA), paguyuban yang dibentuk oleh mahasiswa matrikulasi. Kegiatannya dapat berupa pengenalan kampus serta promosi jalur matrikulasi ke sekolah-sekolah, terutama di berbagai kabupaten.
Namun, sejak tahun akademik 2000 hingga 2001, kuliah awal dan beberapa kegiatan pra kuliah reguler yang dikelola oleh Program TPB tak lagi berjalan.
“Padahal lewat kegiatan matrikulasi ini kami bisa saling mengenal lintas fakultas juga lebih mengenal keadaan kampus,” keluh Laode Abdul Hasir, mahasiswa FISIP yang sempat mengecap kelas matrikulasi.
Penghapusan ini menurut Pembantu Rektor I Bidang Akademik, Dr Djabir Hamzah, karena tidak adanya perbedaan antara kelas matrikulasi dengan lulusan UMPTN pada umumnya. “Karena sama saja, jadi tak lagi perlu dikelaskan,” ungkapnya.
Tetapi dalam pengawasan, prestasi akademik mahasiswa yang lulus lewat jalur matrikulasi senantiasa dimonitor selama tahap percobaan empat semester pertama maupun tujuh tahun terakhir. Hasil monitoring tersebut menjadi bahan evaluasi dan pertimbangan bagi sekolah asal mahasiswa tersebut di tahun selanjutnya.
Dalam perjalanan panjangnya, jalur matrikulasi di Universitas Hasanuddin (Unhas) telah menjadi kontroversi yang diperdebatkan di kalangan mahasiswa, akademisi, bahkan masyarakat umum. Sebagai bagian dari perjalanan pendidikan yang tak pernah lekang oleh waktu, jalur matrikulasi di Unhas tetap menjadi bagian penting dari cerita tentang akses dan kesempatan dalam pendidikan tinggi Indonesia.
A Mario Farrasda AS