Isu pemanasan global belakangan ini kian santer dibicarakan. Efek yang ditimbulkannya tidak main-main karena diyakini akan mengancam berbagai belahan dunia, terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar seperti air bersih.
Menurut Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengurusi masalah air dan sanitasi, krisis air sudah terjadi di berbagai benua saat ini. Hal tersebut disebabkan oleh krisis iklim yang tengah melanda serta meningkatnya populasi dunia yang tidak sebanding dengan kuantitas.
Lalu bagaimana ahli memandang fenomena krisis air yang melanda beberapa negara dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut? Reporter PK identitas Unhas, Zidan Patrio mendapat kesempatan untuk mewawancarai Pakar Hidrologi dari University of Colorado, Prof Balaji Rajagopalan PhD, usai kuliah umum di Gedung Rektorat Universitas Hasanuddin, Jumat (16/6).
Menurut Anda apakah dunia nantinya akan berada dalam kondisi sulit untuk memperoleh air?
Air adalah kebutuhan dasar. Bukan hanya untuk minum dan mencuci, masyarakat juga menggunakannya sebagai upaya untuk meningkatkan standar hidup yang lebih baik. Peningkatan populasi akan turut meningkatkan permintaan air, dan hal itu akan mengancam pasokan.
Banyak yang percaya bahwa dunia di masa depan akan berperang demi air. Dan betul, negara seperti Iran, Afghanistan, Ethiopia, Sudan, Mesir, Pakistan, serta India saling memperebutkan dan mengalami kesulitan air saat ini. Tetapi beberapa negara ini telah menemukan cara untuk mengelola masalah air tersebut. Misalnya India dan Pakistan, mereka memiliki perjanjian dan menjaga perjanjian itu meski saling berperang satu sama lain.
Contoh lain adalah Israel dan Palestina, mereka berperang tapi tidak melibatkan air. Mereka menjaga perjanjian itu karena tahu bahwa air sangat fundamental.
Selain masalah pemanasan global yang juga ditengarai menjadi pemicu krisis air, apakah ada penyebab lain?
Perubahan iklim adalah fenomena yang disebabkan oleh peningkatan gas efek rumah kaca. Tetapi variabilitas dari perubahan iklim akan lebih berdampak dalam hal persediaan air. Seperti yang sudah saya sebutkan bahwa akan terdampak banjir. Jadi manajemen air juga akan jauh lebih sulit.
Bagaimana menurut Anda tentang Indonesia saat ini, apakah dapat dikategorikan sebagai negara yang mengalami krisis air?
Masalah Indonesia adalah pada pengelolaan air. Kalian memiliki banyak air, tidak ada krisis air di sini. Wilayah Indonesia dipenuhi oleh hutan hujan tropis dan ini sangat berbeda dari gurun. Indonesia memiliki curah hujan yang baik, dan kemudian air mengalir ke sungai. Tetapi kualitas airnya sangat buruk karena limbah. Jakarta adalah contohnya, kalian bahkan tidak dapat menyentuhnya karena sangat beracun. Jadi yang kalian perlu dilakukan adalah bagaimana mengatasi krisis manajemen air ini.
Bagaimana seharusnya kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk menangani krisis air?
Setiap wilayah membutuhkan kebijakan yang berbeda. Apa yang pemerintah pusat bisa lakukan adalah mendukung dengan membentuk institusi khusus. Solusi untuk Makassar akan sangat berbeda dari Jawa.
Kalian harus melihat bagaimana sumber airnya, masalahnya, iklimnya, curah hujan, banjir dan apa yang harus diselesaikan di sana. Setelah itu, biarkan pemerintah daerah menemukan solusi mereka sendiri dan belajar satu sama lain. Orang-orang kadang menunggu pemerintah pusat yang harus turun tangan.
Sementara dalam level individu, harus meningkatkan kesadaran terhadap krisis air. Masyarakat perlu mengubah mindset-nya tentang dari mana air berasal. Jadi memahami dari mana datangnya air menjadi sangat membantu. Masyarakat juga bisa mengubah sikap dan permintaan berlebih terhadap air.
Bagaimana peran perguruan tinggi dalam membantu menangani krisis air?
Perguruan tinggi harus menjadi yang paling terdepan. Kalian tidak harus memimpin, tetapi menjadi terdepan dalam melakukan riset, inovasi, dan semua hal yang perlu dilakukan. Universitas harus memproduksi ilmu, dan ilmu yang diproduksi harus berbasis lokal karena universitas lokal di wilayah itu yang paling memahami masalahnya.
Kalau Anda bertanya ke federal (AS), mereka mengucurkan banyak dana ke universitas. Di mana banyak partisipasi universitas dalam masalah lokal. Di AS, jika ada masalah air hal yang pertama mereka lakukan adalah bertanya kepada ahli di perguruan tinggi di wilayah itu. Jika tidak ada ahli di sana, mereka akan mencari ke luar. Jadi kampus adalah garda terdepan untuk masalah yang ada di masyarakat.
Apa harapan Anda untuk Indonesia kedepannya terutama Makassar dalam hal manajemen air?
Dibandingkan Jakarta, Makassar jauh lebih baik. Kalian memiliki sumber air yang bagus, dan pengelolaan air yang baik. Saya menemukan bahwa 60 hingga 70 persen air di Makassar dihasilkan dari air permukaan. Di Jakarta kebalikannya. Jadi dari sana Anda memiliki keuntungan yang lebih baik.
Yang masalah adalah jika kalian tidak dapat memanfaatkannya dengan baik, kalian akan bergeser dengan cepat. Harusnya lima sampai sepuluh tahun ke depan, 90 hingga 100 persen pemanfaatan air berasal dari air permukaan.
Tidak hanya air permukaan, penggunaan air dalam dan pembelian untuk konsumsi secara signifikan ada di air tanah. Tetapi kita tidak dapat mengandalkan itu, mungkin untuk keperluan darurat namun bukan menjadi sumber utama. Jadi saya pikir kalian memang harus berada di depan. Kalian memiliki banyak sumber daya dan dapat melakukan hal-hal bagus untuk manajemen air.
Data diri narasumber
Nama: Prof Balaji Rajagopalan PhD
Pendidikan:
(B.Tech) S1 Civil Engineering, National Institute of Technology, Kurukshetra, India, 1989
(M.Tech.) S2 Operations Research and Reliability, Indian Statistical Institute, Calcutta, India, 1991
(Ph.D.) S3 Stochastic Hydrology and Water Resources, Utah State University, Logan, UT, 1995