Memelihara hewan bagi sebagian orang adalah hal yang menyenangkan. Hubungan yang semakin lama terjalin, akan menimbulkan keterikatan emosional sang pemilik dengan hewan peliharaannya. Memelihara kucing menjadi salah satu aktivitas yang dipilih oleh sebagian orang. Hal ini dikarenakan kesenangan yang muncul sebagai manfaat dari memelihara hewan tersebut.
Bagi saya, memiliki kucing sebagai hewan peliharaan dapat membangun ikatan persahabatan dan menghilangkan kejenuhan. Hal ini juga diungkapkan dalam penelitian Arief Tribudiman, dkk. (2020) memberikan gambaran bahwa melakukan kontak fisik seperti menggendong, memangku, mengelus, dan memandikan kucing dapat membangun pet attachment atau kelekatan antara sang pemilik dengan kucing peliharaan sehingga memberikan kebahagiaan dan energi positif.
Studi lain oleh Baindro Wisnuyana dan Eka Yuniati (2023) menyebutkan, pengalaman memelihara kucing pada saat pandemi Covid-19 dapat memberikan efek positif seperti mengurangi stres, mengajarkan tanggung jawab, dan dapat menjadi teman selama menjalani kehidupan karantina.
Saat pandemi Covid-19 melanda, semua orang diharuskan untuk berdiam di rumah. Bekerja dan bersekolah dilakukan secara jarak jauh agar tak terjadi penularan virus lebih luas. Bukan hanya kesehatan fisik yang harus dijaga, tentu kesehatan mental pun perlu. Terkurung di rumah selama berbulan-bulan, tak bertemu dan berinteraksi dengan teman-teman di sekolah, bermain, hingga liburan membuat saya jenuh.
Pagi itu, saya mendapati diri terpesona oleh kehadiran kucing kecil di depan pintu rumah. Dengan langkah kecilnya, ia memasuki rumah ini untuk pertama kali. Kakak saya menemukannya pertama kali di kampus. Kucing kecil itu terlihat kesepian, hingga ia memutuskan untuk membawa dan merawatnya di rumah.
Ketika tiba di rumah, saya melihat matanya berbinar, bulat seolah memelas. Tubuhnya kecil dan kurus, dengan bulu yang halus dan lembut, membuat saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Saya mengelusnya sebagai tanda selamat datang, sangat lucu. Meskipun usianya baru dua bulan, dia sudah harus berpisah dengan ibunya. Saya pun melihatnya dengan perasaan iba, tak tega makhluk sekecil itu terpisahkan dari ibunya, sungguh malang.
Kucing kecil itu, yang kemudian kami beri nama Mozza, segera membuat rumah ini menjadi tempat yang nyaman. Dia menelusuri rumah dengan kepolosannya, mencoba beradaptasi dengan keluarga baru. Dengan bulunya yang halus dan gerakan yang lincah, Mozza telah menjadi bagian dari kehidupan kami.
Hari-hari pun berlalu, Mozza tumbuh bersama kami, ia semakin menunjukkan sifatnya yang ceria hingga menambah kehangatan di setiap sudut rumah. Meski begitu, Mozza tidak begitu suka untuk dimanja. Ia lebih memilih bermain bersama atau menikmati dunianya sendiri.
Hingga tumbuh menjadi kucing dewasa, membuat Mozza semakin beradaptasi hingga entah sejak kapan, dia senang berkelana mengenali kehidupan lainnya di luar rumah layaknya sang pemberani. Menantang kekhawatiran kami, was-was ia tak tahu jalan pulang. Melingkari lehernya dengan kalung berlonceng mungil, bunyinya selalu memberi tahu saat ia berlarian kesana kemari. Pintarnya, Mozza selalu tau jalan untuk pulang ke rumah, membuat kami berpikir ia pasti akan pulang.
Namun, pikiran itu terbantahkan. Ia memang sering keluar pada saat malam hari dan pulang ke rumah pada pagi harinya. Sayangnya, di pagi itu saya belum melihat wujudnya. Pikirku, ia masih berkelana menikmati waktunya. Nyatanya, ia tak akan pernah kembali lagi memberi kehangatan di tiap sudut rumah kami. Mozza telah abadi dan akan selalu terpatri dalam kenangan indah yang menghiasi rumah kami.
Kehadiran Mozza membantu saya dalam melewati masa-masa jenuh pada saat itu. Bermain bersamanya memberikan saya kebahagiaan yang tak akan pernah terlupakan. Tak hanya itu, seperti yang telah disebutkan dalam penelitian tersebut, kehadirannya mengajarkan saya akan tanggung jawab, kesabaran, dan kasih sayang kepada setiap makhluk-Nya.
Miftah Triya Hasanah
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Angkatan 2021
Sekaligus Reporter PK identitas Unhas