Fakultas Hukum (FH) Universitas Hasanuddin (Unhas) menyelenggarakan Kuliah Umum yang bertajuk “Human Dignity in The Jurisprudence of Indonesia: Constitution Court”. Kegiatan berlangsung di Aula Promosi Doktor FH Unhas, Jumat (20/09).
Kegiatan ini menghadirkan dosen dari University of Melbourne, Prof Dr H Nadirsyah Hosen, LLM MA (Hons) PhD sebagai pemateri.
Mengawali materinya, Nadir membahas perdebatan mendasar terkait kapan seseorang memiliki hak asasi. Menurut teori, hak asasi manusia dimiliki sejak lahir, namun kenyataannya banyak individu mengalami pelanggaran hak.
“Sebetulnya, secara praktik kita punya hak asasi manusia sejak negara mengatakan kita punya hak asasi tersebut,” ujarnya.
Lebih lanjut, Nadir juga membahas tentang human dignity atau martabat manusia yang diatur dalam beberapa pasal di UU 1945 setelah amandemen. Di salah satu pasal menyatakan, setiap orang memiliki martabat yang harus dilindungi dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan. Pasal berikutnya juga menekankan pentingnya jaminan sosial sebagai hak kolektif yang harus dijamin negara agar setiap individu dapat mengembangkan diri sebagai manusia bermartabat.
Pada penjelasannya, Nadir mengangkat isu tentang perlindungan hak kebebasan beragama di Indonesia, tetapi kebebasan yang dimaksud ada pada hak orang tersebut untuk memilih agamanya, bukan untuk memilih tidak beragama. “Di Indonesia hal tersebut tidak dijamin, berbeda hal di Australia, di sana orang bebas untuk tidak beragama,” tambah Nadir.
Tertera dalam pasal 28i ayat 1, ada hak-hak yang tidak bisa dihapuskan dalam keadaan apapun yang dalam artian harus dijaga. Nadir mengungkap, hal ini semakin menjadi menarik karena di pasal selanjutnya terdapat limitasi dari hukum dalam menjalankan hak tersebut.
“Ini sesuatu menarik karena di pasal sebelumnya mengatakan hak-hak tersebut tidak boleh dikurangi dalam keadaan apapun, tetapi di pasal 28j ayat 2 tertera bahwa dalam menjalankan hak tersebut ada limitasi dari hukum,” ungkap Nadir.
Athaya Najibah Alatas