Departemen Ilmu Sejarah FIB Unhas bekerja sama dengan Perkumpulan Prodi Sejarah Se-Indonesia (PPSS) menggelar kuliah umum bertajuk “Kehidupan Migran di Daerah Perbatasan: Tawau-Sabah dan Sekitarnya”. Kegiatan berlangsung di Aula Prof Mattulada, Kamis (9/2).
Kuliah umum ini menghadirkan narasumber dari Jepang, yakni Dosen Departement of Social Antrophology, School of Humanities & Social Sciences, Prof Makoto Ito. Pada kesempatannya, ia menjelaskan sejarah mengenai perantau yang ada di Sabah.
Makoto mengatakan perbatasan merupakan territorial yang melindungi suatu negara, tetapi di dalamnya terdapat berbagai orang-orang dari luar. “Banyak orang mengatakan, perbatasan itu di dalamnya terdapat orang-orang dari berbagai daerah yang membawa barang-barang dari daerahnya,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan orang-orang dulu suka menyeberang ke perbatasan karena ada perbedaannya, seperti perbedaan budaya, nilai, dan harga barang.
Pria kelahiran Yokohama ini sedikit menceritakan pengalamannya sewaktuia ke Sabah. Ia sempat takjub karena di Sabah hampir tidak ada sejarah dan kebudayaan. “Sulit sekali mahasiswa dan mahasiswi untuk mengetahui siapa raja atau kerajaan apa yang ada di Sabah,” ungkap Makoto
Ia menjelaskan pada akhir abad-19, tanah Sabah dibeli oleh orang Inggris untuk dijadikan sebagai tempat mendirikan sebuah perusahaan, yaitu British North Borneo Company. Setelah dibeli oleh orang Inggris, mereka pun membuka lowongan kerja bagi orang luar, khususnya bagi para perantau yang ada di perbatasan.
Sabah kemudian dimasuki oleh orang-orang dari luar, seperti orang ras China, Jawa, Makassar, dan Jepang.
Selain itu, Makoto menuturkan Tawau di Sabah berbatasan dengan pulau Nunukan, dimana banyak orang yang memakai perahu untuk menetap di sana.
“Orang yang mau menyeberang ke Tawau biasanya tidak memakai passport. Dengan hal ini, orang-orang Indonesia yang nyebrang ke Tawau dapat menjual barangnya. Kebanyakan dari mereka berasal dari Sulawesi,” tuturnya.
Makoto menambahkan ada banyak orang Sulawesi yang merantau ke Tawau. Menurutnya, ada tiga periode masa orang Sulawesi pada saat itu di Tawau, yaitu Bugis-Melayu (merantau pada awal abad-19), Bugis-Sabah (merantau pada akhir Perang Dunia II), dan Bugis Indonesia (-1970an).
Davino Maulana Rahadian