Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) hadir di Universitas Hasanuddin (Unhas) melalui “KUMHAM GOES TO CAMPUS”. Kegiatan tersebut berlangsung di Grand Ballroom Unhas Hotel and Convention Center dan kanal YouTube Kemenkumham RI, Rabu (19/10).
Dihadiri Sivitas akademika dari berbagai universitas, kegiatan menghadirkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Republik Indonesia (RI), Prof Eddy Hiariej sebagai narasumber.
Dalam sambutannya, Eddy menuturkan, terdapat 3 hal penting mengapa harus ada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. Pertama, KUHP yang saat ini digunakan Indonesia disusun pada 1800, berarti sudah 222 tahun.
“KUHP ini disusun saat hukum pidana beraliran klasik yang menitikberatkan pada kepentingan individu,” ucap Eddy.
Ia menambahkan, alasan kedua, KUHP yang ada tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh karenanya dibutuhkan penyusunan KUHP baru yang berorientasi pada hukum pidana modern. “Hukum pidana modern yang mengacu pada keadilan kolektif, keadilan restoratif dan keadilan rehabilitatif,” ujarnya.
Lebih lanjut, alasan ketiga ialah KUHP ada saat ini tidak menjamin kepastian hukum. KUHP yang diterjemahkan para ahli terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara satu dengan yang lainnya. Seperti terjadinya perbedaan pengertian pada pasal 362 KUHP, pada terjemahan Muliatno menerjemahkan sebagai perlawanan hukum, sedangkan Susilo menerjemahkan sebagai perlawanan hak.
“Melawan hukum dan melawan hak dua hal yang serupa tapi tidak sama. Melawan hak pasti melawan hukum, tetapi melawan hukum belum tentu melawan hak,” jelas Eddy.
Selain itu, Eddy mengatakan, terdapat beberapa misi Rancangan KUHP (RKUHP), yaitu Demokratisasi yang menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat. Dekolonisasi sebagai upaya-upaya menghilangkan nuansa kolonial. Harmonisasi, berarti merangkul kurang lebih 200 undang-undang sektoral untuk disesuaikan ancaman pidananya ke RKUHP. Konsolidasi, menghimpun kembali semua aturan dalam satu kitab undang-undang tanpa menghilangkan sifat kekhususan berbagai kejahatan. Terakhir, Modernisasi yang berorientasi pada hukum pidana modern.
Moh. Farhan Paputungan