Kehidupan perkuliahan bagi mahasiswa tidak hanya berkutat pada pengajaran di ruang kelas. Mahasiswa juga perlu untuk mengeksplorasi dunia luar untuk mencari pengalaman yang dapat memperkuat soft skills dan jaringan profesional mereka.
Lembaga kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Jurusan dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) berperan dalam mengembangkan kemampuan mahasiswa tersebut. Dikutip dari Peraturan Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) pada 2018, tujuan Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) memang mencakup pengembangan potensi dan kreativitas, serta pengembangan keterampilan organisasi, manajemen dan kepemimpinan mahasiswa.
Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah partisipasi mahasiswa yang berminat untuk terlibat aktif dalam lembaga kemahasiswaan kian berkurang. Persaingan dunia kerja yang semakin ketat membuat kebanyakan mahasiswa lebih memilih untuk mengeluarkan tenaganya untuk persiapan magang, dibandingkan dengan berkecimpung di ormawa.
Hasil survei identitas pada 160 mahasiswa Unhas menunjukkan, sekitar 94 mahasiswa memprioritaskan mengikuti magang, 16 mahasiswa memprioritaskan ormawa, dan 50 mahasiswa memilih keduanya.
Salah satu partisipan yang mengisi survei tersebut menuliskan alasannya memilih untuk mengikuti magang. Ia merasa magang lebih menjanjikan daripada mengikuti kegiatan himpunan yang menurutnya membuang-buang waktu. Ada juga partisipan lain yang beranggapan kalau mengikuti magang itu menghasilkan profit, sedangkan mengikuti himpunan menambah kredit.
Salah satu mahasiswa Unhas yang tengah menjalani program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) di salah satu bank BUMN di Makassar, Ravinda menyebutkan jika magang bukan sekadar pengalaman kerja, tetapi juga kesempatan untuk menerapkan teori yang selama ini dipelajari di ruang kelas. Menurutnya, magang membuatnya paham akan dinamika masyarakat sesungguhnya.
“Saat magang, saya bisa melihat secara langsung bentuk nyata dari konsep yang kami pelajari, seperti saham, investasi, dan berbagai aspek finansial lainnya,” ungkapnya, Jumat (13/09).
Meskipun tidak aktif di ormawa, Ravinda tetap mengikuti kegiatan organisasi di luar kampus. Berdasarkan pengalamannya, banyak pertanyaan dalam wawancara magang yang menyinggung pengalaman berorganisasi, khususnya yang berhubungan dengan kampus.
Dosen Sosiologi Unhas, Hariashari Rahim SSos MSi turut memberikan pandangannya mengenai fenomena ini. Menurutnya, dalam sepuluh tahun terakhir, banyak perubahan terjadi dalam pola kelembagaan mahasiswa. Selain persaingan yang semakin ketat, pilihan kegiatan di luar kampus semakin beragam dan tidak lagi terfokus pada himpunan saja.
“Dulu, berlembaga itu dianggap prestisius. Sekarang, simbolik itu sudah bergeser dan dianggap yang keren itu adalah magang, apalagi jika di perusahaan internasional,” jelasnya saat diwawancarai, Jumat (20/09).
Hariashari menambahkan, pergeseran ini tidak hanya mencerminkan perubahan preferensi, tetapi juga gambaran dunia kerja yang semakin menuntut pengalaman langsung di lapangan.
“Dunia kerja kini lebih fokus pada pengalaman magang dan kemampuan kerja nyata daripada aktivitas mahasiswa di ormawa. Fresh graduate biasanya belum punya pengalaman kerja, akan tetapi pengalaman magang bisa dianggap sebagai pengalaman profesional,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Presiden BEM FKM Unhas periode 2024-2025, Pajrul Falaq mengungkap kelebihan dari kegiatan ormawa. Menurutnya, kegiatan BEM memberikan ruang yang lebih dinamis dan kreatif dibandingkan dengan magang yang memiliki struktur kerja yang tetap, repetitif, dan mengharuskan kepatuhan penuh terhadap atasan.
Ia sepakat bahwa organisasi kemahasiswaan kurang adaptif dengan tuntutan pasar kerja. Menurutnya, salah satu aspek vital yang menyebabkan pergeseran tersebut ialah ketatnya tuntutan pasar kerja saat ini. Pajrul berpendapat kalau pihak universitas lebih memfasilitasi mahasiswa untuk magang karena dianggap lebih punya nilai jual terhadap reputasi universitas.
“Harusnya lembaga kemahasiswaan hadir untuk meng-counter itu bahwa orang-orang tidak harus sampai segitunya untuk bisa mendapat pekerjaan, tidak harus eksploitatif dengan orang-orang untuk bisa bekerja dan sebagainya. Itu yang menurutku penting dikerja lembaga kemahasiswaan hari ini,” tuturnya, Jumat (13/09).
Melalui pengalamannya di BEM, Pajrul merasa bahwa organisasi mahasiswa bukan hanya sekedar wadah untuk menghimpun mahasiswa saja, tetapi juga tempat untuk menantang norma kerja yang ada, mengajarkan kemandirian, serta membentuk nilai-nilai yang lebih kolektif dan bebas dari tuntutan profit semata.
Berkutat di ormawa juga membuat seseorang untuk lebih memahami fenomena sosial yang kerap terjadi di sekitarnya, seperti dampak sosial dari penggusuran warga di pesisir, hilangnya lahan pekerjaan bagi masyarakat di Takalar karena pembangunan pabrik gula, hingga realitas yang dihadapi oleh masyarakat yang tersisih dari tanah mereka.
Menanggapi hal ini, Direktur Kemahasiswaan Unhas, Abdullah Sanusi PhD, mengatakan pihak universitas telah menyadari partisipasi organisasi kelembagaan semakin hari semakin sedikit. Oleh karena itu salah satu upaya untuk mendorong hal tersebut adalah merekognisi kegiatan kemahasiswaan melalui K23.
“Rekognisi ini juga menjadi salah satu pengakuan kami terkait pentingnya lembaga kemahasiswaan,” ujarnya, Selasa (01/10).
Ia juga menyarankan agar ormawa mulai melakukan refleksi diri terkait dengan pola pelaksanaannya, agar bisa dilirik oleh mahasiswa. Pria yang sempat menjadi Ketua Umum Senat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas pada masanya itu percaya bahwa ormawa masih menjadi tempat terbaik untuk mengembangkan soft skill mahasiswa.
Nurfikri
Khaila Thahira