Departemen Ilmu Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin menggelar diskusi film bertema “Parasite: Potret Kesenjangan Sosial”. Diskusi yang dilaksanakan di Laboratorium HI ini merupakan rangkaian kegiatan ilmiah bertajuk Nalar Volume 4, berlangsung di Ruang Rapat Senat, Lantai 3 FISIP Unhas, Jumat (28/2).
Adapun yang menjadi pemantik dalam diskusi ini adalah Ayu Kartika J.T, SIP MA, seorang movie maker yang menyelesaikan pendidikan dalam bidang industri perfilman di London, Inggris. Selain itu juga hadir Isa Sabriana, mahasiswa HI Unhas yang mengkhususkan kajiannya dalam isu-isu kesenjangan sosial.
Mewakili Departemen HI FISIP Unhas, Aswin Baharuddin SIP MA mengatakan, diskusi Nalar HI yang diselenggarakan oleh Lab HI merupakan ajang bagi mahasiswa untuk membahas isu-isu terkini. Ide dan topik diskusi berasal dari mahasiswa, dan Lab HI bertindak sebagai fasilitator.
“Di Lab HI Unhas, ada beberapa aktivitas yang kita lakukan. Untuk topik-topik yang menghadirkan kajian multi disiplin, kami beri nama Strategic Round Table Discussion atau Sound. Sementara untuk tema yang berasal dari mahasiswa, kami namakan Nalar. Ini adalah volume ke-4 yang kita gelar,” kata Aswin.
Diskusi film Parasite yang baru saja memperoleh Academy Award untuk kategori “Best Picture Winner” ini berlangsung menarik. Isa Sabrina, salah satu pemantik, menjelaskan bagaimana konstruksi kesenjangan sosial digambarkan dengan apik oleh film Parasite.
“Menonton film ini kita kemudian bertanya-tanya, yang disebut Parasite itu siapa? Apakah orang-orang kaya yang mengeksploitasi orang miskin? Ataukah orang miskin yang cenderung menghalalkan segala cara untuk naik kelas? Ini adalah film yang berbicara tentang perjuangan kelas dalam perspektif Marx,” kata Isa, mahasiswa angkatan 2017 ini.
Menyambung uraian tersebut, Ayu Kartika (yang juga merupakan alumni HI Unhas) membedah pesan perjuangan kelas yang sangat kental dalam film ini, bahkan hingga dalam metafora sinematografi yang ditampilkan.
“Bagi yang sudah nonton, coba perhatikan. Sepanjang film, banyak sekali obyek tangga yang ditampilkan dalam film. Mengapa tangga yang dipilih oleh sutradara sebagai obyek yang tampil berulang-ulang? Menurut saya, pembuat film ini ingin memberi metafor bahwa hidup itu seperti anak tangga, untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi, kita harus naik tangga,” kata Ayu.
Wandi Janwar