Penilaian klasterisasi Unhas jatuh pada paten. Jumlah dosen tak sebanding dengan paten yang dihasilkan.
Agustus kemarin, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengumumkan hasil Klasterisasi Perguruan Tinggi tahun 2020. Penilaian ini dikeluarkan untuk mengelompokkan universitas yang memiliki level pengembangan sama. Klasterisasi dihasilkan dari empat pembobotan yaitu input, proses, output dan outcome. Dalam setiap penilaian, ada 15 kampus negeri yang dimasukkan dalam satu klaster.
Unhas masuk dalam klaster pertama untuk tiga penilaian, yakni input, proses dan output. Sayangnya untuk kategori outcome, Unhas tidak masuk dalam pemeringkatan. Bobot penilaian outcome diambil dari lima indikator yakni kinerja inovasi, lulusan yang memperoleh pekerjaan dalam waktu 6 tahun, jumlah sitasi per dosen, jumlah paten per dosen serta kinerja pengabdian masyarakat.
Dari kelima indikator tersebut, jumlah hak paten per dosen yang terendah. Padahal, paten sangat penting karena berhubungan dengan produktivitas dosen. Direktur Komunikasi dan Sekretaris Rektor, Suharman Hamzah ST MT Ph.D menuturkan bahwa paten sangat dipengaruhi oleh inovasi yang bisa diserap oleh industri.
“Paten ini sangat dipengaruhi oleh produktivitas kita. Menghasilkan inovasi yang bisa diserap industri sangat penting untuk digenjot,” tutur Suhe saat ditemui di ruangannya, Rabu(21/10)
Menanggapi tentang persoalan hak paten yang dimiliki Unhas, Prof Dr Ir Amran Laga MSi selaku Ketua Pusat Diseminasi dan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) Unhas mengatakan jumlah hak paten Unhas saat ini sebenarnya cukup stabil. Hanya saja pada penilaian, jumlah paten harus dibagi dengan jumlah dosen yang aktif sehingga nilainya menjadi sangat kecil.
“Kita punya 29 paten yang diraih tahun lalu namun dibagi dengan 1500 dosen Unhas sehingga perolehan nilainya sangat kecil,” kata Amran saat diwawancarai, Selasa (27/10)
Tak hanya sebagai indikator penilaian klasterisasi, paten juga jadi parameter dalam penilaian akreditasi. Lebih lanjut Amran menjelaskan bahwa fungsi paten yang paling utama adalah perlindungan hukum terhadap suatu hasil penemuan atau penelitian. Dengan mematenkan hasil penemuan tersebut, inventor atau penemu akan memperoleh hak eksklusif. Selain itu dalam dunia bisnis, paten berfungsi untuk menilai daya saing produk seseorang terhadap produk pesaing tentu dengan inovasi yang dilakukan
Tahun ini, Unhas sudah memperoleh 27 paten sehingga jika ditambah perolehan sebelumnya, total hak paten ada 174. Lagi-lagi, jumlah ini terlihat kecil jika dibagi dengan jumlah dosen yang ada.
Dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Panganini mengungkapkan bahwa faktor pembiayaan dan administrasi yang terkadang menghambat dalam pengurusan paten. Apalagi waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan paten bisa sampai 54 bulan. Ini menjadi tantangan bagi para peneliti. Namun, juga tak bisa dipungkiri yang paling utama adalah kurangnya kesadaran dosen dalam melakukan penelitian berorientasi paten.
“Masih banyak teman dosen yang belum termotivasi untuk melakukan penelitian berorientasi paten. Selain itu, banyak dari mereka belum dapat membedakan mana jenis potensi HaKI dalam bentuk paten dan mana yang tidak,” jelasnya
Kini, Pusat Diseminasi dan HaKI melakukan sosialisasi dan pendampingan kepada para dosen terkait penelitian yang berpotensi menghasilkan paten. “Kami punya tenaga-tenaga pakar yang mendampingi untuk penyelesaian draft sebelum dikirim ke Kementrian Hukum dan HAM Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual,” jelas Amran.
Tim Laput