Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin (Unhas) bekerja sama dengan Transparency International dan Pengurus Besar Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Takalar (Hipermata) menggelar diskusi publik. Kegiatan dilaksanakan di Ballroom Unhas Hotel & Convention, Rabu (27/08).
Kegiatan ini mengangkat tema “Mengenal Beneficial Ownership, Menelisik Transparansi, Keadilan, dan Arah Industrialisasi Pesisir Sulawesi Selatan.” Diskusi turut menghadirkan perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Muhammad Ismail, sebagai salah satu penanggap.
Dalam pemaparannya, Ismail menyoroti isu-isu yang muncul dalam pembangunan industri di wilayah pesisir, seperti minimnya partisipasi masyarakat dan rendahnya akuntabilitas. “Kalau dilihat dari laporan, isu yang muncul ada beberapa hal, seperti partisipasi yang sangat rendah dalam aspek pembangunan industri, kemudian isu transparansi dan akuntabilitas, serta dampak sosial dan risiko lingkungan,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa pembangunan nasional seharusnya berlandaskan demokrasi ekonomi, sehingga partisipasi masyarakat sangat penting dalam pengelolaan sumber daya publik. Namun, kenyataannya masyarakat seringkali tidak dilibatkan secara penuh dan hanya memperoleh informasi yang sepotong-sepotong.
“Sejak awal misalnya, masyarakat tidak menerima informasi terkait rencana pembangunan. Kalaupun ada, seringkali hanya sebagian bahkan manipulatif,” tambahnya.
Menurut Ismail, masyarakat di daerah pesisir bukan hanya berhak dilibatkan, tetapi juga memiliki hak untuk menolak dan menyampaikan keberatan atas pembangunan yang tidak sesuai. “Masyarakat harus bisa mengajukan komplain, menyatakan keberatan, bahkan melaporkan bila terjadi pencemaran lingkungan atau perusakan wilayah pesisir,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa masyarakat pesisir tidak menolak industrialisasi. Mereka hanya menginginkan pembangunan yang selaras dengan kondisi ekonomi lokal dan tidak merugikan lingkungan maupun kehidupan sosial mereka.
Hidayat Mahdi Pahany
