Unhas tidak henti-hentinya membuat produk inovatif, perlu kebijakan khusus agar sampai ke tangan masyarakat luas.
Pengembangan riset dan inovasi teknologi Universitas Hasanuddin bukanlah suatu hal yang patut diragukan lagi. Setiap tahunnya Unhas begitu gencar melakukan riset dan pengembangan inovasi pada hampir seluruh rumpun ilmu. Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unhas, riset abdimas pada tahun 2022 mencapai 472 penelitian baik yang berasal dari dana hibah internal Unhas maupun hibah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Hasil riset terutama yang berbentuk produk inovasi tidak akan maksimal jika tidak dapat dimanfaatkan masyarakat luas. Beberapa dosen Unhas telah berupaya agar produknya inovasi yang dihasilkan dapat dikomersialisasi atau diproduksi secara massal sehingga bisa digunakan secara luas. Namun, ada saja kendala yang dihadapi dosen, utamanya modal produksi. Salah satunya dialami oleh dosen Fakultas Teknik, Prof Dr Ing Faizal Arya Samman ST MT. Saat ini, ia sedang mengembangkan sebuah produk inovasi yakni Solar Electric Controller.
Solar Electric Controller mampu mengelola sumber energi terbarukan sehingga dapat dimanfaatkan dalam lingkup rumah tangga. Akan tetapi, dalam proses hilirisasi produk tersebut, pencarian investor menjadi salah satu kendala utama yang dihadapi. Prof Faisal mengaku produknya yang berkonsep hi-tech menjadi tantangan tersendiri. Ia juga menyayangkan kurangnya perusahaan yang siap untuk mewadahi produk inovasi peneliti di Indonesia. “industry di luar negeri itu sudah banyak yang siap. Jadi di luar negeri itu, peneliti sudah siap melakukan penelitian yang dibutuhkan oleh industri. Mereka (peneliti) hanya akan menyampaikan metodologi, blueprint, atau semacam konsep konsep yang digunakan industri untuk mengembangkan,” tutur Faizal (12/9).
Hal serupa turut dihadapi oleh dosen Departemen Teknik Elektro, Dr Elyas ST M Eng yang juga sering membimbing mahasiswa di laboratorium Teknik Elektro. Ia berpendapat banyak penelitian mahasiswa berupa produk yang sangat potensial untuk dikembangkan. Elyas menyarankan bahwa perlu diadakan unit komersialisasi yang mampu membawa produk inovasi Unhas tersebar hingga ke pasaran. Pasalnya, Unhas sangat produktif dalam mengembangkan produk riset inovasi, tetapi kurangnya tenaga profesional yang memiliki kefasihan dalam menginkubasi produk sedemikian rupa sehingga dapat langsung masuk ke pasar. Ia turut menambahkan kurangnya dana operasional juga menjadi penghambat masuknya produk ke pasaran.
“Dana inkubasi di inkubator Unhas harus ditambah agar produk-produk yang sudah memiliki prototype bisa dibuatkan start-up, sehingga mereka memiliki payung hukum untuk meneliti, melakukan inovasi, kemudian menjalin kerja sama dengan pihak lainnya dalam membuat semacam proses komersialisasi produk,” tambah Elyas.
Selain masalah dana dan investor, beberapa peneliti juga merasa kebingungan terkait kepemilikan produk apabila dikomersialkan. Lantas apa solusi yang ditawarkan Unhas dalam menindaklanjuti hal tersebut? Dalam menghadapi permasalahan tersebut, Unhas terus berupaya untuk mendorong pengajuan hak paten seluruh produk hasil riset dan inovasi.
Berbagai upaya dilakukan oleh Direktorat Inovasi dan Kekayaan Intelektual Unhas (HaKI) untuk melancarkan hilirisasi produk inovasi di Unhas. Pada dasarnya kepemilikan hak paten adalah langkah awal yang perlu dilakukan sebelum produk dikomersilkan. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya perebutan royalti. Oleh karena itu, HaKI melakukan serangkaian upaya guna mendorong peneliti untuk segera mematenkan produknya.
“Kita berupaya mendorong hal tersebut dengan melakukan roadshow, mendorong teman-teman peneliti untuk segera mematenkan produknya. Kami turut mengajarkan drafting dan menyusun paten untuk aplikasi. Bagaimana mengajukan paten sehingga jika sudah dimiliki hak cipta dan lainnya, maka mereka tidak akan mudah dipermainkan saat produk telah dikomersilkan,” tutur Asmi Citra Malina SPi M Agr PhD selaku Direktur Inovasi dan Kekayaan Intelektual Unhas, Rabu (17/8).
Terlepas dari berbagai upaya HaKI dalam mendorong pengajuan hak paten di Unhas, faktanya masih terdapat sejumlah kendala yang dihadapi oleh para peneliti dalam proses hilirisasi produk inovasi mereka,
Sebagai upaya dalam mengatasi berbagai kendala yang hadir di kalangan peneliti atau inventor, Inkubator Bisnis Teknologi dan Science Techno Park ( IBT-STP Unhas) hadir dengan tugas pokok, yakni pengelolaan hilirisasi, dan komersialisasi hasil riset dan invensi prospektif serta pengelolaan kawasan sains teknologi. IBT-STP-Unhas berujuan untuk membantu peneliri Unhas menyiapkan produk inovasi Unhas dari konsep, purwarupa, hingga siap untuk dikomersialisasi.
Alur komersialisasi produk turut dijelaskan oleh Prof Dr Ir Abu Bakar Tawali selaku Direktur Sains Techno Park. “Penelitian menghasilkan purwarupa produk yang Tingkat Kesiapterapan Teknologinya (TKT) 5-6 , selanjutnya diadakan proses inkubasi di IBT-STP. Akan tetapi, pendanaannya harus terlebih dahulu dilakukan dengan pengajuan proposal ke perusahaan pemula berbasis teknologi, selanjutnya pelaksanaan komersialisasinya dapat dibantu oleh IBT-STP,” ujarnya.
Selain itu, Prof Abu menjelaskan bahwa saat ini telah disusun draft Peraturan Pengelolaan Kekayaan Intelektual yang salah satu isinya membahas mengenai pembagian royalti. Pembagian royalti berkisar 30-40 persen untuk peneliti dan 60-70 persen untuk universitas. Royalti untuk universitas tersebut selanjutnya disalurkan ke fakultas atau unit kerja di mana produk tersebut dikembangkan, Nominal royalti dari suatu produk merupakan hasil negosiasi antara universitas dengan perusahaan, proses negosiasi tersebut juga memiliki tim yang turut melibatkan IBT-STP.
Prof Abu berharap dengan adanya IBT-STP Unhas, inovasi peneliti Unhas dapat dikawal sehingga memenuhi kebutuhan pasar, sehingga semakin banyak produk yang dikomersialkan. “Harapan terakhir, tercipta kesinambungan mulai dari penelitian hingga hilirisasi sehingga tidak hanya memberikan dampak akademik berupa publikasi, hak paten tetapi harus memberikan dampak ekonomi. Science Techno Park diharapkan dapat mengangkat perekonomian di sekitarnya,” tutupnya.
Ketika dikonfirmasi, Wakil Rektor Bidang Kemitraan, Inovasi, Kewirausahaan, dan Bisnis, Prof Dr Eng Ir Adi Maulana ST MPhil mengatakan, peraturan terkait hilirisasi produk inovasi telah dibuat dan akan segera diimplementasikan. Draf yang di dalamnya juga terdapat aturan tentang kepemilikan dan pembagian royalti itu sedang didiskusikan di tingkat Senat Akademik dan Majelis Wali Amanat Unhas.
“Mungkin dalam waktu dekat ini, kita sudah implementasikan, karena sekarang itu aturannya kita harus diskusi dulu ke senat akademik, ngak boleh langsung tiba-tiba. Kita banyak mendiskusikan dengan organ-organ di Unhas,” pungkas guru besar teknik geologi itu (14/10).
Ia juga menerangkan bahwa segala prosedur terkait kepemilikan, komersialisasi, hingga pembagian royalti akan diatur dalam peraturan tersebut. “Iya, nanti itu kita akan atur. Karena kan Unhas akan membayarkan. Royalti itu dibayarkan, pajaknya dibayarkan, tapi tentukan ada juga pemasukannya. Karena dia meneliti, kan dia gunakan fasilitas Unhas, di lab. Jadi, kalau dia gak mau ngasih ke Unhas, repot juga. Jadi, ada pembagian-pembagiannya, diharapkan ke depannya semakin profesional,” tutupnya.
Nurjihan Shahid